Venna masih saja tertidur lelap meskipun jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Deadline budget yang harus diselesaikan membuat dia harus begadang semalaman untuk mengerjakannya. Namun, dering telepon membuyarkan mimpinya begitu saja.
Sonya is calling..
"Halo.." sahut Venna dengan nada lemah.
"Buuuu udah jam berapa ini? Kita kan janjian siang ini ketemuan!" sahut Sonya di seberang sana.
"Iya kan masih siang, ini masih pagi." sahut Venna.
"Ini udah hampir jam 11 siang kali."
"Hah seriusan? Oke, nanti kita kumpul di mana ya nya?" tanya Venna.
"Di kafe Bromo, jam 12 siang. Buruan mandi sana Ven!" sahut Sonya mengakhiri teleponnya.
Venna pun kemudian beranjak dari tempat tidurnya sambil melihat pantulan wajahnya di cermin. Dia bisa melihat bahwa sudah ada dark circle mulai menghantui wajahnya, rambutnya yang masih acak-acakan dan mengembang, ditambah jerawat yang tiba-tiba muncul. Dia pun menghela nafas dan mulai mempersiapkan diri untuk bertemu Sonya, sahabat masa SMAnya dulu.
Di sisi lain, Edbert Benedictus atau seringkali dipanggil Ed, sedang mengecek shift yang harus dijaganya hari ini. Seharusnya dia bisa pulang ke rumah hari ini, namun Gita, salah satu dokter jaga UGD sedang berhalangan, sehingga Edbert harus menggantikannya. Sebagai dokter jaga UGD, dia harus siap sedia kalau tiba-tiba pasien datang dengan jenis penyakit apapun.
Untungnya hari ini adalah hari Sabtu dan jadwal jaganya berakhir sore nanti, paling tidak dia bisa meluangkan waktu untuk kembali pulang rumah. Sudah dua bulan semenjak Edbert ditugaskan di Sidoarjo, dia belum bisa pulang ke rumah.
"Dok, nanti jaganya sampai jam berapa ya?" sahut suster Anna.
"Saya sampai jam 4 sore sus. Selanjutnya nanti digantikan oleh Septian."
"Oke dok. Dokter sudah kelihatan lelah, mungkin karena seminggu ini dokter standby terus ya." ujar suster Anna.
"Iya sus. Nampaknya saya memang butuh istirahat." sahut Edbert.
"Bukan butuh istirahat dia sus, dia butuhnya pendamping. Ya kan Ed?" tanya Septian yang tiba-tiba muncul.
"Apaan sih. Eh kenapa kamu udah datang jam segini? Kan kamu jaganya masih jam 4 nanti."
"Aku tadi sekalian habis ngantar mama berobat Ed. Ya udahlah sekalian ke sini nemenin kamu. Makanya Ed, buruan cari cewek, masa harus aku terus yang nemenin kamu?" ujar Septian dengan jahil.
"Mulai deh mulai." ujar Edbert.
"Jangan terlalu pilih-pilih sama cewek, masa cewek cantik kayak Seraphine aja kamu anggurin gitu Ed. Jangan-jangan kamu ga suka cewek ya!" ujar Septian.
"Hush! Ya masih suka cewek lah. Tapi memang aku ga ada chemistry sama Seraphine. Mau digimanain coba?"
"Susah sama pak dokter satu ini. Oh ya, aku ke belakang sebentar ya." sahut Septian.
Edbert pun cuma mengangguk pelan dan mulai membayangkan cewek yang selama ini sering muncul di pikirannya. Dia pun hanya bisa menghela nafas dan berpikir bagaimana kabar Venna sekarang.
***
Hello!
Prolog ini udah aku tulis setahun yang lalu.. Hahhahaa cuma baru diupload sekarang. Untuk cerita ini memang genrenya agak berbeda, tapi semoga kalian suka!Pls give vote and comment guys! ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
One Moment in Time
ChickLitVenna Damara adalah seorang wanita yang bekerja sebagai manager keuangan di sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Di umurnya yang sudah di ambang 20-an, seharusnya dia sudah membangun keluarga seperti masyarakat pada umumnya. Ternyata, karir yang...