Selama proses rapid test berlangsung, tidak dipungkiri bahwa diam-diam Venna terus mengamati gerak-gerik Edbert dan Seraphine. Dia tahu sebenarnya itu bukan urusannya, tapi apa daya hati, otak maupun tindakan tidak berjalan beriringan. Namanya juga wanita.
"Lin, ini kurang berapa orang lagi ya yang dites?" tanya Venna.
"Sisa 15 orang bu."
"Oke." sahut Venna.
Venna pun menunggu dengan sabar sampai kelima belas orang tersebut telah selesai dites. Sampai akhirnya datang gilirannya untuk dites.
"Oke aku ambil darahnya dulu ya. Rileks aja ya Ven." sahut Edbert sambil mulai proses pengambilan darah.
Venna pun berusaha menutupi ekspresi ketakutannya melihat jarum, apa daya Edbert terlanjur menyaksikan wajahnya yang menahan takut tersebut.
"Udah selesai ini. Masih aja takut jarum ternyata." sahut Edbert sambil tersenyum.
Masih ingat ternyata Edbert kalau Venna pernah trauma berat soal dunia perjaruman di SMA. Kala itu Venna pernah diopname karena mengidap demam berdarah. Cek darah dan disuntik merupakan bagian kegiatan sehari-hari dulu Venna selama seminggu diopname. Sejak saat itu, Venna mulai trauma dengan jarum.
"Masih inget aja." sahut Venna sambil berusaha menyembunyikan mukanya yang mulai memerah.
"Oke, ini sudah selesai semuanya. Kita beres-beres dulu ya." sahut Seraphine sambil melirik Edbert.
"Oh ya, aku sudah beliin makanan buat kalian, tunggu dulu ya nanti kita makan bareng aja." sahut Venna.
"Oke." sahut Edbert.
Venna membelikan nasi kotak yang sudah berisikan nasi putih, ayam goreng tepung, dan juga sayuran. Dia pun menyuguhkan nasi kotak tersebut ke Edbert dan Seraphine. Tidak lupa dia juga memesankan beberapa snack jajanan pasar sebagai kudapan.
"Ed, ini pastelnya enak lho." sahut Venna memulai pembicaraan.
"Oh ya? Masih sama ga kayak di kantin dulu?"
"Beda sih, cuma ini not bad lah." sahut Venna.
"Kalian dulu teman dekat ya pas SMA?" tiba-tiba Seraphine mulai menyeletuk.
Venna dan Edbert pun mulai terdiam mendengarkan pernyataan Seraphine.
"Soalnya kalau ga teman dekat, ga mungkin sih sampai hafal makanan kesukaan, kebiasaan, ya ga sih Ed?" sahut Seraphine.
"Gimana makanannya? Kalian suka?" sahut Venna berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Lumayan kok ini enak. Setidaknya lebih enak daripada kantin di rumah sakit." sahut Edbert menimpali.
"Iya, oh ya kamu kan sekarang lagi mengurangi gorengan kan Ed. Kulit ayamnya disingkirin dulu aja sini." sahut Seraphine sambil menyingkirkan kulit ayam dari kotak makan Edbert.
"Dulu kamu suka kulit ayam, ternyata sekarang ngga ya." sahut Venna.
"Bukan gitu.. jadi.." sahut Edbert berusaha menjelaskan.
"Jadi gini Ven, hm aku panggil Ven aja ya biar ga formal. Edbert tuh kadar kolesterolnya lagi naik, jadi lebih baik dia ga makan yang beginian dulu. Nanti juga repot kalau sampai dia sakit ya kan?" sahut Seraphine.
"Oh gitu." sahut Venna sambil kembali melanjutkan makannya.
Edbert pun hanya bisa terdiam sambil memperhatikan raut wajah Venna yang sudah berubah.
"Tapi aku masih suka kulit ayam kok Ven." sahut Edbert berusaha menambahkan.
Terserah Ed! Kamu mau suka kulit ayam kek, mau suka kulit buaya kek, ga ada hubungannya sama aku! Emang aku pedagang kulit ayam apa batin Venna.
"Oh ya, aku harus balik bekerja dulu habis ini. Kalian langsung balik rumah sakit atau?" tanya Venna sambil mengangkat kotak makannya.
"Harusnya sih Edbert bakal nganterin aku dulu Ven, habis itu baru dia akan bawa turun peralatan tes ini sih ke rumah sakit. Kamu hari ini ga ada jadwal jaga kan Ed?" tanya Seraphine.
"Ngga, udah digantiin sama Septian." sahut Edbert.
"Oke. Yuk kita pulang." sahut Seraphine sambil membenahi kotak makanannya.
***
"Ed, kamu kok kayaknya agak berbeda sih daritadi?" tanya Seraphine di dalam mobil.
"Beda gimana?"
"Ya beda aja. Apalagi pas kamu tadi ketemu Venna. Dulu kalian bukan mantan pacar kan?" tanya Seraphine.
Edbert pun hanya terdiam dan memutuskan tidak menjawab.
"Kamu males ya kalau aku tanya-tanyain kayak gini?" tanya Seraphine.
"Udah sampe nih Ser." sahut Edbert.
"Oh okai. Hati-hati ya Ed." sahut Seraphine sambil membuka pintu mobil.
***
Setelah melihat apa yang terjadi tadi siang, Venna pun berlanjut uring-uringan tidak jelas. Akhirnya dia memutuskan untuk menelpon Sonya dan menceritakan kejadian tadi.
"Ven ven! Kamu tuh masih suka kali sama Edbert!" sahut Sonya sambil tertawa terbahak-bahak.
"Kok diketawain sih Nya! Kan aku serius ini ceritanya!" sahut Venna geram.
"Habisnya ini kayak dejavu jaman SMA kali!" sahut Sonya.
"Tapi aku tuh ga suka sama Edbert sekarang. Kan ga mungkin aku suka dia setelah sekian lama." sahut Venna membela diri.
"Mungkin ya Ven, tanpa kamu sadari, ada sebagian kecil dari hatimu yang belum melepaskan Edbert selama ini." sahut Sonya.
***
ENJOY THE WEEKEND!
Salam dari Venna dan Edbert!! Hehehe
KAMU SEDANG MEMBACA
One Moment in Time
ChickLitVenna Damara adalah seorang wanita yang bekerja sebagai manager keuangan di sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Di umurnya yang sudah di ambang 20-an, seharusnya dia sudah membangun keluarga seperti masyarakat pada umumnya. Ternyata, karir yang...