"Busett seneng amattt mukanya, ga bisa dikondisikan apa?" sahut Alin sambil menatap Venna dengan ekspresi aneh.
"Hehehehe. Akhirnya lembar tugas ini ada di aku Lin! Tulisannya Edbert ini!" sahut Venna.
"Tapi ya, alasanmu itu agak aneh tahu ga sih. Jelas-jelas tulisannya susah dibaca gini, padahal kan kamu bisa pinjem anak yang lain. Untung Edbert ga curiga kalau kamu sebenarnya ada motif lain." sahut Alin menambahkan.
"Iya juga ya. Aku beneran ga kepikiran kalau alasanku itu lumayan ga masuk akal." sahut Venna sambil menggaruk kepalanya.
"Terus rencana mau kamu apakan lembar tugas ini?" tanya Alin.
"Hmm, aku pandangi lah! Hahahaha. Kan sebenarnya aku udah catet semua pembahasan bu Vina." sahut Venna sambil tersenyum.
Malam itu Venna memandangi lembar tugas Edbert sambil senyam-senyum sendiri, layaknya orang lagi kasmaran. Setiap huruf diperhatikannya dengan seksama. Lembar tugas ini cukup rapi untuk ukuran cowok, meskipun tulisannya sih susah dibaca.
Venna pun tersenyum lebar dan memikirkan bahwa mungkin satu tahun ke depan tidak akan seburuk yang dia pikirkan.
***
"Nah ini gambaranku tentang denah duduknya Ven. Menurutmu gimana?" sahut Richard keesokan paginya.
"Hmmm ini udah oke sih, bentar, kenapa daerah tempat duduk kita ini masih kamu kosongi?"
"Nah pertanyaan bagus! Sebenarnya aku bingung Ven tentang denah duduk yang di daerah kita. Lebih tepatnya aku lagi menyusun strategi supaya jalur contekannya lebih mulus." sahut Richard.
"Tetep ya ada tujuannya ternyata. Terus menurutmu gimana?"
"Aku rencana akan duduk di depan kamu sama Ali. Terus di belakangmu bakal ada Steven dan Sandy." sahut Richard.
"Lah aku bakal sama siapa? Sendirian?"
"Nah itu, aku lagi mikir kamu harus dipasangkan sama orang yang ga kalah pintar. Tapi dia juga mau membantu."
"Membantu kamu untuk memberi contekan kan?"
"Tepat sekali! Ah kamu bisa banget baca pikiranku." sahut Richard.
Kemudian tiba-tiba Richard menoleh ke arah William dan berceletuk.
"Gimana kalau Edbert?"
"Hah Edbert? Edbert ini?" sambil menunjuk ke seberang dengan perlahan.
"Ya iyalah Edbert itu, emang ada berapa Edbert di ruang kelas ini. Aku baru ingat kalau dia juga termasuk ranking 10 besar di kelasnya dulu. Memang sih lebih pintar kamu, tapi paling tidak anaknya mau nyontekin aku." sahut Richard.
"Kok yakin kamu?"
"Iya, dia udah biasa kok nyontekin Steven dan Sandy waktu di kelas X kemarin." sahut Richard.
"Oo gitu." sahut Venna sambil menahan gejolak hatinya yang sudah ingin meloncat keluar dari tempatnya.
"Kamu ga masalah kan duduk sama Edbert?" tanya Richard.
Ya jelas ga masalah! Malah kesenengan yang ada ujar batin Venna.
"Ga masalah kok." ujar Venna dengan nada berusaha tenang.
"Oke kalau gitu. Aku akan umumin ini ke anak-anak jadi besok kita bisa mulai pindahan." sahut Richard.
***
Keesokan pagi, Venna sudah melihat teman-teman yang lain mulai pindah ke tempat duduk yang diatur oleh Richard. Berarti tandanya Edbert hari ini duduk di sebelahnya dong! Venna pun berusaha mengatur pernafasan soalnya takut hilang tiba-tiba dan merapikan rambutnya yang selama ini sebenarnya tidak pernah diperhatikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Moment in Time
Chick-LitVenna Damara adalah seorang wanita yang bekerja sebagai manager keuangan di sebuah perusahaan ternama di Indonesia. Di umurnya yang sudah di ambang 20-an, seharusnya dia sudah membangun keluarga seperti masyarakat pada umumnya. Ternyata, karir yang...