Dua Puluh

682 57 4
                                    

Setelah acara makan malam, Edbert pun mengantarkan Venna pulang. Sepanjang jalan situasi sudah tidak seawkward sebelumnya, tapi tetap saja belum sepenuhnya bisa leluasa. Sesampainya di rumah Venna,

"Ven, kalau next time aku ajak kamu pergi lagi boleh?" tanya Edbert.

"Hmm ya gapapa Ed. Tadi aja kan buktinya kamu langsung datang ke rumah." sahut Venna.

"Iya sih. Siapa tahu ganggu aja atau ada yang keganggu mungkin." sahut Edbert sambil tersenyum.

Edbert jangan senyum, tahan jangan senyum terus! Kan lesung pipit itu seolah memanggil-manggil jadinya batin Venna.

"Ngga ada yang keganggu Ed." sahut Venna berusaha mengalihkan perhatian dari lesung pipit Edbert.

"Baguslah kalau gitu." sahut Edbert sambil tersenyum.

"Kamu sendiri? Nanti ada yang marah juga?" sahut Venna.

"Ga ada kok." sahut Edbert.

"Oke kalau gitu makasih ya Ed. Oh ya makasih buat makanannya tadi." sahut Venna keluar dari mobil.

***
Sesampainya Edbert di rumah, Ino sepupu Edbert sudah duduk manis di atas sofa sambil menonton netflix.

"Brooo!!! Gilaaakkk kebanggaan saya bapak dokter Edbert!" teriak Ino.

"Astaga Ino! Jangan keras-keras ntar yang lain pada bangun!" sahut Edbert sambil memberi kode Ino untuk mengecilkan suaranya.

"Cuma seneng aja bro bisa ketemu setelah sekian tahun kan?" sahut Ino.

"Ya iya sih cuma ga begini juga. Kamu nginep di sini kah?"

"Iya dong. Gini Ed, aku kan sebenarnya ada apartemen di sini cuma kan tinggal sendirian, eh tante Erlin nawarin dong katanya kasihan Ino tinggal sendiri juga, mendingan tinggal sama kita."

"Oh gitu. Daridulu juga kamu tinggal sendirian kali." sahut Edbert.

"Iya sih cuma kan beda bro lagi masa pandemi gini, kan serba susah juga, mama bilang lebih baik tinggal sama tante Erlin aja daripada kesepian sendiri." sahut Ino menjelaskan.

"Kayak kamu pernah kesepian aja no!" sahut Edbert.

"Pernah lah! Oh ya tadi kak Evelin bilang kalau kamu lagi sama cewek ya? Siapa tuh siapa?"

"Evelin ini memang bocor. Teman SMA kok." sahut Edbert dengan santai.

"Teman atau teman?"

"Teman No."

"Cantik ga? Teman SMA jangan-jangan yang buat kamu galau pas dulu sekolah di China ga sih!"

"Apaan sih! Sok tahu! Kamu lho sekolah di China di mana aku udah mau lulus, kok bisa tahu aku galau apa ga!"

"Bro, mungkin kamu ga inget. Tapi ketika kita dulu minum-minum bareng waktu di China, kalau kamu lagi high atau mabuk, herannya selalu ada nama satu cewek yang keluar. Aku lupa tapi namanya!" sahut Ino.

"Hah masa sih? Udah ah aku istirahat dulu. Kamu tidur di mana?"

"Ya di kamarmu dong bro. Kita jadi roommate habis ini." sahut Ino dengan santai.

"Kamu besok kerja kan No?"

"Aku kerja di rumah Ed. Mungkin pertengahan bulan aku baru masuk kantor." sahut Ino.

"Oke. Awas aja kamu sampe ngotorin kamar lho ya." ancam Edbert.

"Ga bakal lah tenang aja." sahut Ino.

Di sisi yang lain, Venna sedang berpikir mengenai arah hubungannya dengan Edbert, namun di satu sisi dia juga memikirkan Kenzo. Apa mungkin dia menyukai kedua orang tersebut?

Sonya is calling..

"Venn..."

"Kenapa nya? Kok nadamu sedih gitu?"

"Erwin Ven... Dia habis kecelakaan." sahut Sonya sambil menahan isakan tangisnya.

"Kamu di mana sekarang? Aku ke sana ya." sahut Venna.

Venna pun langsung menutup telepon setelah Sonya menyebutkan alamat rumah sakit tempat Erwin dirawat. Tanpa basa-basi, Venna pun langsung menuju rumah sakit meskipun hari sudah larut malam.

"Nya!" teriak Venna.

Sonya pun langsung memeluk Venna sambil terisak-isak.

"Jangan nangis dong Nya, Erwin ga bakal kenapa-napa tenang aja." sahut Venna sambil menenangkan Sonya.

"Ta..pi katanya Erwin butuh dioperasi Ven. Aku ga sanggup kehilangan Erwin." sahut Sonya sambil terisak.

"Tenang, operasinya bakal lancar Nya tenang." sahut Venna.

"Siapa walinya bapak Erwin?" teriak salah satu suster.

"Saya sus. Saya istrinya." sahut Sonya menuju ke arah suster.

"Ini bu, kita butuh tanda tangan ibu selaku wali untuk menandatangani berkas ini apabila menyetujui pelaksanaan operasi untuk bapak Erwin." sahut suster tersebut.

"Mana sus sini saya tanda tangan sekarang." sahut Sonya.

"Ibu istrinya pak Erwin?" sahut dokter yang tiba-tiba muncul dari arah belakang.

"Iya dok. Gimana keadaan suami saya?"

"Bapak Erwin sedang membutuhkan transfusi darah karena banyak sekali darah yang dikeluarkan. Apa di sini ada yang golongan darahnya O atau A? Karena pak Erwin bergolongan darah A."

"Saya dok." sahut Venna.

"Loh bu Venna?" sahut dokter yang tak lain adalah Seraphine.

"Dokter Seraphine? Iya dok saya teman baik pak Erwin, saya juga golongan darahnya A. Kapan saya bisa donorkan darah saya?"

"Sus, tolong dibantu bu Venna untuk mendonorkan darahnya. Bu Venna bisa ikut sama suster Anna ya." sahut Seraphine mengarahkan.

"Ven kamu gapapa? Bukannya kamu juga takut sama suntik?" tanya Sonya dengan nada khawatir.

"Tenang aja Nya. Gapapa kok, yang penting Erwin juga bisa selamat."

***

Enjoy guys! Maafkeun malem-malem banget updatenya skrg...

One Moment in TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang