3. Paranoid

18.7K 1.2K 12
                                    

'Iya, nanti sore saya bisa.' Send.

Tiar menggenggam erat telepon selulernya. Bagai kupu-kupu terbang yang hinggap pada bunga yang sedang mekar. Perasaan lega mengguyur segenap hati Tiar. Tanpa di duga tanpa di sangka, orang yang pernah mencuri hati Tiar semenjak kuliah, mengajaknya bertemu. Sepertinya memang alam semesta berpihak pada Tiar. Gadis itu mengulum senyum sambil meletakkan ponsel di meja.

“Ngapain lo senyum-senyum nggak jelas?” Maya melihatnya penuh tanda tanya.

“Rahasia.” Tiar tersenyum penuh teka-teki. Kali ini adalah kesempatan emas bagi Tiar. Di tengah suasana kantor yang semakin panas, berita ini seperti oase di padang pasir.

“Sudah, ngaku aja mau kencan. Pakai bohong segala.” Maya masih curiga.

“Tuh Sinta kali udah dapet gebetan.” Tiar mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sinta melotot mendengar tuduhan Tiar. “Belum Mbak, kalau mau dicariin juga boleh.”

“Sama Tomas mau?” tanya Tiar super halus dengan nada yang dibuat semanis mungkin.

“Ogah.” Sinta langsung menolak begitu mendengar nama Tomas.

“Si Tomcat kurang apa coba?” Tiar masih senang menggoda Sinta selain membicarakan kejelekan bos yang suka semena-mena kepadanya.

“Kurang kurus Mbak.” Tiar tidak bisa menahan pipinya agar tidak melebar, tapi gagal. Begitu pun Maya.

***

“Gila, gila, gila.” Tomas masuk setengah frustrasi. Dan ketiga wanita itu langsung menutup mulutnya. Mereka bingung melihat Tomas dengan ekspresi seperti itu.

“Kenapa Tom?” Tiar melirik Maya ketika berbicara pada Tomas mengisyaratkan sebuah tanda tanya besar. Maya mengangkat bahu sebagai jawaban. Tomas tidak menghiraukan pertanyaan Tiar. Dia berjalan menghampiri Mbak Rena.

“Ren, gue butuh data pelanggan yang ikut program cashback tahun lalu,” mintanya kepada Mbak Rena.

“Lo kenapa?” tanya Mbak Rena sambil mengambil berkas yang di minta Tomas. Tentu saja Mbak Rena kebingungan dengan tingkah Tomas. Dia seperti ketempelan setan.

“Pantesan ya Alex uring-uringan.” Tomas mengambil napas sebelum melanjutkan cerita. “Dua bulan ini omset kita turun drastis katanya. Dan rupanya team marketing sudah di tekan sejak minggu kemarin,” jawabnya panik.

Mereka masih mencerna kata-kata Tomas. Banyak spekulasi melintas di kepala para wanita itu. Tapi enggak mungkinkan perusahaan ini bakalan bangkrut? Tanpa sadar Tiar menyuarakan isi pikirannya. Sebenarnya jika itu terjadi, Tiar bisa dengan mudah lepas dari perusahaan ini. Tapi mengapa hatinya justru merasa berat dengan kondisi seperti ini. Bagaimana dengan karyawan yang lain?

Maybe..., Alex enggak punya wewenang buat handel pengadaan barang. Semua di handel dari pusat. Orang-orang pilihan ibu suri.” Tomas menyelesaikan penjelasannya.

“Terus?” Tiar belum bisa mencerna apa yang akan terjadi. Pikirannya sangat kalut.

“Dasar Oneng. Masih berani tanya?” Tomas melihat Tiar dengan gemas. “Yang jelas, kita tidak bisa mengatur segalanya sesuai dengan kebutuhan kantor ini,” lanjutnya.

“Kasihan juga ya si Bos.” Tiar ikut prihatin kalau kondisinya seperti ini. Tiba-tiba saja keinginannya punya pacar menguap. Bakal ada lembur berjilid-jilid ini. Dengan porsi kerja seperti ini punya pacar akan semakin menyiksa. Apalagi kalau pas apes, dapat pacar posesif. Lenyap sudah jam tidurnya yang berharga.

“Iya, dan hasil tahun kemarin cabang kita turun di peringkat lima. Peringkat lima Guys. Lo bayangkan gimana ke depannya?" Tomas menunjuk kelima jarinya satu per satu sambil menekankan kalimatnya sendiri.

Resolusi Love  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang