38. Pengakuan

9.9K 664 17
                                    

"Ren, ga ada bebeb sepi ya?" Rena menoleh mendengar suara Tomas. Kasihan, tidak biasanya dia sedih kayak gitu. Persahabatan mereka sudah seperti bulan dan bintang. Saling menemani di luasnya antariksa. Rena tahu, Tomas adalah sahabat yang paling menjaga Tiar. Entah dari bahaya, entah dari masalah. Dan dia siap untuk menghibur Tiar.

"Iya, gue juga kangen, partner gue ngatain elo, dia tuh."

"Busetttt,,, yang di inget sesi ngata - ngatainnya."

"Emang benerkan?"

"Bener sih, elo sama Tiar tuh virus yang nggak bisa di pisahin. Kalo satu nggak ada garing deh."

"Iya Tom, garing banget." Rena menghembuskan nafas berat yang menyesakkan. "Alex gimana kabarnya?"

"Gue belum ketemu dia buat ngobrol serius." Semenjak Tiar masuk rumah sakit, Alex jarang terlihat di kantor. Ketika pagi, dia datang setelah jam absen lewat, padahal belum pernah dia terlambat. Pas jam makan siang, ayam belum notol aja dia udah hilang. Jangan tanya pas pulang kantor, sudah pasti, baunya aja nggak ada yang ketinggalan, apalagi orangnya. 

"Kita juga belum ke rumah sakit lagikan setelah nganter tempo hari?" Tomas membenarkan omongan Rena.

"Kemarin Maya sama Sinta kesana kok. Katanya belum sadar juga. Tante Ester kasihan. Tiap hari nangis terus."

"Gue kalau jadi bokapnya juga gitu kali, Ren. Emang cewek monster itu kelewatan." Tomas menggeram membayangkan kejadian beberapa hari yang lalu. "Gue gemessss banget sama umbrella girl kecentilan satu itu."

"Nadia?" Tomas mengangguk sebagai jawaban untuk Rena.

"Berasa paling seksi kali ya? Apa sih yang dia banggakan untuk ngegaet Alex. Body juga pas - passan, dada juga kecil, apalagi bempernya. Ga ada bahenolnya sama sekali."

"Gila aja lo. Sempat - sempatnya merhatiin yang kayak gituan. Dasar ya, semua cowok emang cabul otaknya."

"Itu alami woy. Tandanya gue masih normal. Cabul? What? Jangan salah ya, itu namanya orientasi seksual gue masih sehat."

"Ya ya ya. Sehat."

"Asemmmm, elo kok nggak percaya sih? Mentang - mentang udah bersuami."

"Ngomong - ngomong, resolusi kalian tercapai nggak?" Wah nggak bener nih. Lagi - lagi Rena membuat Tomas manyun. Hari ini Tomas sangat berbeda. Dia bisa menjadi orang yang super kalem.

"Gue males bahas itu, lagi ga nafsu." Terlihat dari wajah Tomas yang datar - datar aja kayak papan tulis.

"Sepi banget lu nggak ada dia."

"Gue semalem juga ke rumah sakit." Kali ini Rena melihat wajah si empunya suara. Tatapan sendu yang terpancar dari Tomas benar - benar nyata. Meskipun tertawa, tidak mungkin bisa dia sembunyikan. Tomas begitu tertekan. Dan dari sana Rena dapat melihat sesuatu. Sesuatu yang terpancar sangat nyata dan dalam. Lewat pendar kesedihan, putus asa, dan rasa tidak berdaya yang tercampur menjadi satu.

"Tom, elo... jangan - jangan?" Rena beepikir sendiri tanpa melanjutkan kata - katanya. Tapi tidak bisa. Rasa penasaran yang menggelitik pikirannya tidak bisa dia redam.

"Jangan bilang kalo elo, suka sama Tiar?" Akhirnya Rena mengucapkannya. Tomas menunduk, lalu pura - pura mengambil bopoint yang sengaja dia jatuhkan.

"Ya ampun Tom. Kenapa gue nggak nyadar selama ini?" Mulut Rena semakin lebar membuka. Dan Tomas semakin menyibukkan dirinya sendiri.

"Tom, kenapa elo nggak maju dari dulu sih?"

"Gue akui, nyali gue kecil kalau masalah cewek." Tomas masih menunduk.

Resolusi Love  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang