42. I proud of you

14.6K 772 21
                                    

Tiar melihat pesan masuk di ponsel pintarnya. Dari Alex.

Hemmm? Nggak bisa jemput? Ok. Gue bisa naik taksi.

Tiar mengunci pintu rumahnya setelah pesanan taksi onlinenya datang.

Tumben pacar gantengnya nggak jemput? Keperluan mendadak? Memangnya ada apa sih?

Tiar merasa tidak nyaman. Tapi dia juga tidak bisa bertanya secara langsung kepada Alex. Dia tahu sebentar lagi Mrs. Prayoga tiba di kantor. Mungkin Alex ingin menyiapkan sesuatu.

Di balik rasa penasarannya terbit rasa bersalah di hati Tiar. Coba kalau dia tidak kecelakaan, coba kalau dia tidak amnesia. Setidaknya dia bisa memberi dukungan kepada Alex. Setidaknya dia bisa memberi sedikit rasa nyaman untuknya. Tapi apa sekarang? Bahkan untuk bicara saja dia kesulitan.

Seperti dugaannya. Begitu Tiar menginjakkan kaki di kantornya, seluruh karyawan sudah memasang raut wajah tegang. Mereka menempatkan diri pada posisinya masing - masing. Tiar masuk ke dalam ruangannya kemudian menyiapkan berkas yang akan mereka gunakan untuk meeting besar sebentar lagi.

Dia tidak tahu sama sekali apa yang akan di lakukan Alex dengan tuntutan dari bos besarnya. Secara merumahkan karyawan sama sekali bukan Alex. Dia sangat tidak setuju dengan ide itu. Selama dia memegang pimpinan, dia yang paling gencar menentang phk. Kecuali kalau mereka mengundurkan diri atas kemauannya sendiri.

Tiar melirik ke pintu ruangan Alex yang terbuat dari kaca. Alex masih duduk sambil menekuri laptopnya.

Setengah jam lagi. Setengah jam lagi adalah hal yang paling di benci oleh Alex. Tiar sangat tahu itu. Tiar memegang mug dan mengisinya dengan kopi dan menyeduhnya dengan air panas. Tiar memanggil OB setelah menambahkan sedikit gula. "Mas, anterin ke ruang Pak Alex ya."

***

"Permisi, Pak." Alex mengangguk melihat seorang office boy masuk ke dalam ruangannya.
"Ini kopi Bapak." Alex mengernyit bingung.
"Apa saya minta kopi?" Alex bertanya tanpa ekspresi dan dengan tatapan dingin yang mampu membuat orang di depannya itu sedikit gemetar.
"T-tapi, Bu Tiar menyuruh saya memberikan itu kepada Bapak."

Alex seperti orang bingung mendengar perkataan yang keluar dari mulut offive boy-nya

Tiar?

"Oh, Ok. Terima kasih." Alex meraih gelas yang diletakkan di atas meja kerjanya setelah mas OB yang gemetar itu keluar ruangan.

Alex menyesap kopi buatan Tiar. Dia mengerjap beberapa kali, lalu meminumnya lagi.

Tidak ada yang berubah. Dia membuatnya dengan takaran yang pas.

Seulas senyum tipis terbit dari sudut - sudut bibirnya. Hanya dengan segelas kopi. Asal itu dibuat oleh Tiar, rasanya sangat luar biasa bagi Alex. Seperti candu yang mampu mengubah cahaya hatinya.

Dia tidak peduli lagi apa yang akan terjadi beberapa jam kedepan. Alex mengambil map yang sudah dia siapkan dari kemarin malam. Meneliti semuanya, kemudian bergegas masuk ke ruang meeting.

Semua karyawan sudah mengumpul disana. Ada yang menunduk sambil berdoa, ada yang sibuk meremas ujung rok di bawah meja. Tetapi ada juga yang bersikap acuh bahkan tidak peduli kalau namanya akan keluar sebagai orang yang bakal di rumahkan.

Alex duduk di ujung meja sebelah kanan. Dan sebentar lagi bos besar mereka akan masuk ke dalam ruangan itu. Alex mengedarkan pandangan, tetapi matanya tidak bisa lepas dari gadis yang duduk di beberapa deret paling ujung di seberangnya. Mata gadis itu sama resahnya dengan dirinya sebelum mendapat secangkir kopi.

Resolusi Love  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang