Sudah tiga hari Tiar tidak sadarkan diri. Benturan di kepalanya cukup keras. Ditambah perdarahan yang di alaminya lumayan parah. Alex masih bergeming di ruang kerjanya. Berulang kali melihat ponselnya. Berharap ada panggilan atau pesan dari rumah sakit, atau dari orang tua Tiar.
Maya memberitahukan kabar Tiar kepada tante Ester. Hanya Maya yang mengetahui keberadaan keluarga Tiar.
Alex terpaksa masuk ke kantor karena desakan dari Tante Ester, mamanya Tiar. Meskipun masuk kerja dia merasa percuma. Pikirannya tidak bisa fokus pada pekerjaannya. Sebagian jobnya sudah dia delegasikan kepada Hendra. Sebenarnya dia cutipun tidak masalah.
Sorenya ketika jam kantor selesai, Alex langsung memacu mobilnya menuju rumah sakit.
"Sore Tante." Alex menghampiri Tante Ester yang duduk termenung di salah satu kursi ruang tunggu.
"Belum ada perkembangan nak Alex." Tante Ester memaksakan seulas senyum meskipun tatapannya sendu. Hatinya begitu sedih melihat putrinya terbaring tak berdaya.
"Maafkan saya, Tante. Seharusnya saya menjaga Tiar." Alex memejamkan matanya. Tante Ester menggeleng dan mengusap bahu Alex.
"Kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Semua itu sudah diatur sama yang di atas. Kita tinggal menjalani saja. Dan belajar untuk selalu iklhas."Hati Alex terenyuh mendengar kata - kata dari mamanya Tiar. Bagaimana bisa hati seorang ibu setegar ini? Ketika melihat anaknya terbaring lemah.
Mungkin takdir sudah diatur sedemikian rupa. Tetapi siapa yang tahu takdir kita seperti apa? Siapa yang dapat menebak jalan hidup seseorang. Tidak ada yang tahu.
Dan disini, siapa yang tahu seberapa hancurnya Alex? Seberapa kelu lidahnya untuk berkata - kata? Ketika harapannya terbit, sepertinya bumi tidak memperbolehkan dirinya bahagia.
"Boleh saya masuk Tante?"
"Masuklah nak." Tante Ester membiarkan Alex melihat Tiar.Kakinya membeku di samping tempat tidur Tiar. Bagaimana bisa dia melihat wanita yang dicintainya mengandalkan tabung oksigen untuk bernafas?
Alex menurunkan salah satu besi pelindung bed Tiar, kemudian dia mengambil tempat duduk.
"Sayang," Suara parau Alex mengisi ruangan sunyi itu "apakah kamu tahu, kenapa selama ini kerjaan kamu menumpuk?" Alex memaksakan seulas senyum. Dia menempelkan tangan Tiar ke pipinya.
"Aku memang egois Tiar. Aku selalu mencari - cari pekerjaan nggak penting buat kamu. Kenapa? Agar aku bisa melihat kamu."
"..."
"Aku pantas untuk kamu maki - maki. Hampir setiap hari membuat airmatamu keluar. Tapi asal kamu tahu, meskipun di kantor, aku ingin dekat dengan kamu."
"..."
"Seharusnya aku tidak membebanimu, seharusnya kamu bisa menikmati lebih banyak waktumu, tapi aku justru menahanmu di kantor demi diriku sendiri." Alex mengecup tangan Tiar. Air matanya tidak mampu lagi terbendung.
"Sayang, dengarkan Aku, ketika kamu membuka mata nanti, aku jamin tidak akan ada lagi air mata. Setelah kamu membuka mata nanti, hanya akan ada senyum indah dari wajahmu."
"Makanya kamu harus bangun sayang. Harapan yang selalu kupanjatkan dalam doa adalah selalu bahagia bersamamu." Suara Alex sangat lirih.
"Kita akan bahagia, mungkin kalau matamu terbuka, kamu akan malu untuk mendengarnya. Ah, kamu selalu seperti itu. Selalu malu dengan perasaanmu sendiri."
"Tapi, please sekali ini jangan malu sayang. Jangan malu untuk membuka mata kamu dan lihatlah aku. Aku tetap berdiri untukmu."
Tiar masih tidak bergerak. Hanya bunyi tat tut tat tut dari peralatan rumah sakit itu yang merespon setiap ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resolusi Love (Tamat)
RomansRank#2 komedi 27/02/2019 Rank #3 komedi 01/03/2019 until 26/03/2019 Rank #4 bos (23/07/2018) Bos gue galak, kaku, nyeremin, seenak jidat. Tetapi selama temen - temen somplak itu masih bertahan satu kantor sama gue, mudah - mudahan gue masih betah. ...