41. Kenangan dan kamu

10.4K 706 8
                                    

Kenangan itu bukan sesuatu yang mudah di cetak sehari jadi seperti selembar foto. Kenangan itu membutuhkan waktu dan proses. Entah sehari, seminggu, setahun, dua tahun, bahkan seumur hidup. Itulah alasan mengapa sebuah kenangan terasa sangat berharga.

Dia tidak terbeli, meskipun dengan harga mahal. Dia tidak tercipta meskipun oleh sutradara handal sekalipun. Dan dia tidak ternilai dengan uang sebanyak apapun. Itulah kehebatan sebuah kenangan.

Dia tercipta bukan karena keinginan kita, dia tercipta... yah, bisa di bilang karena seleksi alam. Sehingga bisa tercipta dengan sangat indah, tetapi bisa juga sangat menyedihkan.

Dan yang menyedihkan adalah Tiar melupakan sebuah kenangan manis yang telah ia jalin bersama Alex. Bukan karena keinginannya. Apakah ini yang dinamakan seleksi alam? Jangan bercanda. Alex tidak pernah menginginkan hal seperti ini terjadi.

"Tiar, kita makan bareng yuk? Udah siang nih." Maya mengusap perutnya yang rata berkali - kali.
"Makan kemana?"
"Rumah makan depan situ aja. Maukan?"
"Ok. Gue beresin ini dulu ya."

Tiar dan Maya berjalan menuju rumah makan yang terletak di depan kantor mereka. Tiar duduk di dekat jendela, sehingga dia bisa melihat lalu lalang kendaraan di depan kantor mereka.

"Pesen apa?" Maya membolak - balik menu di tangannya. "Tiar... woi" Maya menepuk lengan gadis yang duduk di sebelahnya dengan penasaran. "Lihat apa sih?"

"Ah, nggak. Gue pesen, ayam penyet aja. Pedes."
"Ok." Maya memanggil pelayan dan memesan makanan mereka. Tiar masih memandang keluar jendela. Tatapannya tertuju kepada lelaki yang sedang memainkan ponsel di depan pintu mobilnya. Sesekali dahinya berkerut seakan masalah yang berkutat di kepalanya serumit raut wajahnya. Lelaki itu membuka pintu mobil lalu duduk di balik kemudi dan membanting pintunya. Suara pintu mobil tertutup itu sampai terdengar di telinga Tiar. Tiba - tiba lelaki itu menoleh padanya.

Tiar belum sempat mengalihkan tatapannya saat lelaki itu tersenyum dan melambaikan tangan padanya. Alex membawa mobilnya menjauh dari gedung kantornya. Jantungnya berdetak tidak karuan. Hanya dengan senyum singkat dan sambil lewat. Dan dia hanya mampu bergeming tanpa reaksi apapun.

"Kok nggak ngajak gue?" Lagi - lagi tanpa permisi Tomas menarik kursi di depan Tiar dan duduk di sana.
"Ck, kemana aja lo? Biasanya mondar - mandir nggak jelas. Sampai bosen gue lihatnya " Tiar membiarkan Tomas menyerobot minuman yang belum dia sentuh sama sekali.
"Yakin lo bosen? Ntar kangen nggak ketemu gue?"
"Najis. Pesenin minuman buat gue. Untung nggak lagi haus. Jadi gue baik sama elo."

Tomas memesan lagi es teh manis untuk Tiar. "Lagian, ngeliatin do'i sampai segitunya. Kalau kangen samperin. Ntar di rebut orang tahu rasa lo."

"Ngomong apa sih?"

"Nggak. Lupain." Dia meminum lagi es teh manis milik Tiar yang dia serobot sampai habis tandas.

"Lo habis maraton darimana?" Maya tidak habis pikir. Bisa - bisanya air minum satu gelas habis dalam sekali sedot.

"Gue haus, habis dengerin ceramah ibu suri."
"What? Ibu suri?" Maya dan Tiar melotot panik.
"Kapan dia kesini?"
"Barusan. Tapi nggak naik. Dia keliling di gudang. Ngecek disana, jadi satpam."
"Kalo ngomong hati - hati. Biar bagaimanapun dia itu bos kita." Hati kecil Tiar berkata seperti itu.

"Tumben lo baik. Biasanya udah senewen denger namanya disebut."

Tomas berhenti cerita ketika pesanan mereka datang. "Tapi gue juga deg - degan." Lagi, dia menyeruput es teh manis punyanya sendiri. Ternyata dia memesan dua minuman. Untuknya sendiri dan untuk Tiar.

"Kenapa?" Maya mengangkat alisnya mendengar raja gosip senewen kayak Tomas bisa panik.

"Ternyata, ultimatum ibu suri sembilan bulan yang lalu nggak main - main."

Resolusi Love  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang