Dua minggu begitu cepat berlalu. Dateline masih siap mencekik setiap manusia yang menggantungkan nasib di kantor ini. Otak kami seperti marathon seminggu terakhir ini. Awalnya kami sudah pesimis di penghujung bulan, tapi siapa yang tahu, ada durian jatuh di tanggal - tanggal terakhir. Kami selamat dan tidak menjadi santapan si bos. Begitu juga selamat dari teror ibu suri.
Tiar merebahkan badannya di sandaran kursi kerjanya setelah menyelesaikan laporan mingguan. Biasanya laporannya dia susun di hari jumat. Berhubung besok acara gathering di laksanakan, mau tidak mau, suka tidak suka dia harus kebut semalam.
Dia melihat jam dinding. Masih jam tujuh malam. Masih ada waktu buat belanja kebutuhan besok.
"Belum pulang?" Alex muncul tanpa Tiar duga. Tiar menoleh sambil menggelengkan kepala.
"Apa yang pending?" Tanyanya lagi. "Maksud saya, masih ada yang belum selesai?" Dia mengulangi pertanyaannya karena tidak ada jawaban darinya.
"Sudah kok." Kata Tiar sambil mengangguk mantap kemudian dia meng-shutdown komputernya.
"Pulang yuk." Tiar melongo setengah detik pertama mendengar ucapannya. Tetapi dia segera mengendalikan dirinya agar tetap waras. Tidak, dia tidak boleh menoleransi hatinya lagi.
"Duluan aja." Sekali lagi, dia tidak boleh jatuh dalam keresahan tak berujung.
"Bareng aja, emang ada yang jemput?" Alex tidak menyerah. Tetapi entah kenapa Tiar menggeleng.
"Terus?"
"Nabrak." Jawab Tiar enteng sambil memencet - mencet hp yang tidak ada notifikasi apapun. Dia melihat Alex tersenyum."Saya mau ke supermarket dulu. Kamu duluan aja deh." Usirnya halus. Melihat tidak ada tanda - tanda Alex akan pergi, Tiar berdiri dan berjalan mendahuluinya.
"Aku juga mau beli beberapa perlengkapan buat besok. Yuk." Katanya sambil mengejar Tiar. Bos satu ini emang bener - bener ya? Padahal seharian udah di pepet sama sekretarisnya yang kurang kerjaan itu.Tiar tidak bisa mengelak lagi ketika mereka sampai di tempat parkir. Karena tinggal mereka berdua dan satpam yang ada di sana. Dan dia tidak akan berhenti ceramah kalau Tiar bilang mau di antar satpam. Mustahil.
"Mau belanja kemana?" Tanyanya lagi saat kami sudah di dalam mobil.
"Terserah deh. Yang penting komplit. Males kalau harus keluar masuk toko."
"Hypermart aja kalau gitu."
"He em." Tiar mengiyakan sambil mengangguk.
"Lex, nggak punya air minum ya?" Tenggorokan Tiar kering, dia sampai mengipas - ngipas leher yang terasa panas.
"Ada kok. Nih." Alex menyodorkan air mineral yang belum di buka segelnya untuk Tiar.Setelah keluar dari rumah sakit itu hubungan mereka bisa di bilang lebih seperti teman daripada sebelumnya. Tetapi masih ada pemisah yang membuat Tiar menjaga jarak dari Alex. Karena dia bos kami. Kenyataannya, seakrab apapun, Tiar tidak bisa rilex.
Tiar membuka minuman yang di berikan Alex dan meminumnya. Hampir setengah botol air mineral 600ml habis ditenggak.
"Kamu habis marathon darimana?" Tanyanya takjub melihat nafsu minum gadis di sebelahnya."Marathon buat laporan."
Benerkan? Gue belain lembur terus lho.
"Sampai dehidrasi gitu." Heeee Tiar hanya meringis mendengar nyinyiran dia.
***
"Mau beli apa?" Tiar bertanya kepada Alex karena dia hanya berputar mengikutinya. Dia tersenyum dan menggelengkan kepala. "Kok geleng - geleng? Buat besok udah di siapin belum?" Alex malah mengernyitkan alisnya sambil menatap bingung.
"Emang yang harus di bawa apa?" Alex balik bertanya."Sabun, cemilan, sikat gigi, handuk, baju ganti...." Tiar terdiam saat Alex menarik pinggangnya sampai tubuhnya menempel di dada bidang Alex saat ada mas - mas yang mendorong stroller besar berisi roti kalengan penuh. Tiar tidak bisa bernafas dalam beberapa detik. Jarak mereka sangat dekat, sampai aku bisa mencium aroma parfumnya. Fix. Ini bukan lagi menempel, tetapi dia dipeluk oleh bosnya yang ganteng.
Tiar menunduk saat Alex melepaskan tangannya dari tubuhnya. Pipinya memanas. Dan dia takut kalau berubah merah. Tiar berjalan mendahuluinya sambil mengalihkan pandangan ke deretan rak di sana.
"Sudah?" Tanya Alex yang membuat gelagapan. Tiar masih sibuk dengan pikirannya sendiri "Sudah. Kamu?"
"Sudah."
"Mana belanjaan kamu?" Perasaan dari tadi Alex cuma mengikutinya tanpa mengambil apapun. "Tuh." Sambil menunjuk troly yang ia dorong.
"Enak aja. Punyaku kali. "
Alex malah tertawa mendengar protes Tiar. Selalu, mengapa sebuah senyuman bisa membuat hatinya melonjak girang? Duh, kayak ABG banget.
"Emang aku bilang apa?"Ininih, mulai sok bego Alex. Jelas - jelas dia bilang 'sudah' waktu kutanya. Lalu seenaknya saja menunjuk belanjaanku.
"Sudah lapar."katanya lagi. Tiar memutar bola mataku mendengar perkataan absurdnya.
Mereka keluar dari kasir setelah perdebatan panjang diantara keduanya. Tiar ngotot untuk membayar sendiri barang belanjaannya. "Pakai ini kak." Alex menghentikan Tiar sambil menyerahkan kartu kreditnya pada mbak - mbak kasir. Dan si mbak - mbak kasir bukannya menerima debit card Tiar yang sudah disodorkan lebih dulu, malah bengong terpesona melihat Alex.
"Mbak???" Panggil Tiar menghempaskannya dari pandangan penuh minatnya kepada Alex. "Ini." Tiar menyodorkan lagi debit cardnya.Damn! Dia di tolak si mbak - mbak kasir. Mbak kasir itu lebih bahagia menerima kartu kredit dari Alex. Tiar mengernyit dan melemparkan tatapan tajam untuk si bos. Alex mengambil kantong belanja kami dengan tangan kanannya dan tangan kirinya mengacak - acak rambut Tiar sambil berjalan meninggalkan kasir. "Apaan sih Lex, berantakan nih." Tiar menepis tangan Alex dan merapikan rambutnya lagi. "Sebel sama kamu." Tiar melotot kearah Alex dan masih membetulkan belahan rambutnya.
"Siapa?"
"Aku." Tiar mendengar tawa Alex lebih keras dari biasanya. Spontan Tiar menoleh sekali lagi pada lelaki yang berjalan di sampingnya itu sambil melotot. "Jangan keras - keras. Nggak malu apa?" Tiar sedikit membentaknya. Tidak masalah, bukan jam kerja dan tidak di kantor."Sini." Alex menarik Tiar agar gadis itu berdiri di depannya. Alex membetulkan rambut Tiar yang masih lari kemana - mana. "Sudahkan? Sudah rapi. Beres." Alex berbicara sendiri karena yang diajak berbicara malah bengong.
"Mau kemana lagi?" Lagi - lagi Alex membuyarkan lamunan Tiar.
"Pulang." Tiar menunduk. Dia tidak bisa mengendalikan detak jantungnya. Mungkin mendadak kelainan.
"Kamu masih hutang sama saya." Tuh kan. Telinga Tiar tidak salah dengar kali ini. Dia tahu barang - barang itu Alex yang membayar. Tapi nggak gini juga kali. "Sebagai gantinya, kamu makan malam sama saya."
"Nggak ke foodcourt rumah sakit lagi kan?" Tiar mendelik. Tetapi dia memberanikan diri mendongak menatap Alex yang lebih tinggi."Tiar, Tiar. Kalau kamu mau makan di foodcourt yang di atas, kita nggak perlu ke rumah sakit." Kata Alex sambil tertawa renyah.
"Nggak ada tempat lain?"
"Apa sih yang kamu takutkan? Kepergok gebetan kamu? Siapa? Radit? Atau Tomas?" Aku berbalik seketika, tidak menyangka dia terpancing dengan dramanya dan Tomas.
"Takut ketahuan Citra. Cinta mati tuh sama kamu." Mengapa Tiar senang melihat raut muka Alex yang berubah datar saat dia menyebut nama Citra? Dia menarik tangan Tiar menuju eskalator.Gila, benar - benar gila. Alex mempererat genggamannya saat Tiar berusaha melepaskan tangannya. "Lex, apaan sih. Lepasin." Tiar berbisik setengah meronta padanya.
Dia tidak yakin wajahnya baik - baik saja. Banyak orang yang melirik Alex yang mempunyai wajah sejuk di pandang walau jelas - jelas dia menggandeng tangan Tiar. "Lex!" Sekali lagi Tiar menyentak keras, tetapi tidak berhasil juga. Lalu Alex menatap Tiar setelah mereka lepas dari eskalator. "Biar Citra tahu sekalian."
"Tahu apa?"
"Tahu kalau kita pacaran."
"Hah? Sejak kapan?" Tiar tidak percaya dengan telinganya sendiri.
"Hari ini." Katanya sambil menyeret Tiar ke eskalator berikutnya.
"Sinting!" Alex terlihat tidak peduli dengan kata - kata Tiar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resolusi Love (Tamat)
RomanceRank#2 komedi 27/02/2019 Rank #3 komedi 01/03/2019 until 26/03/2019 Rank #4 bos (23/07/2018) Bos gue galak, kaku, nyeremin, seenak jidat. Tetapi selama temen - temen somplak itu masih bertahan satu kantor sama gue, mudah - mudahan gue masih betah. ...