25. Marah

11.9K 829 14
                                    

Alex kembali ke kantor bersama Hendra. Dia sudah memenangkan tender besar, senyum puas tergambar jelas pada raut mukanya. "Gue langsung cabut." Kata Alex kepada Hendra.
"Ok. Gue juga mau langsung pulang."

Alex sudah berjalan menuju ruangannya ketika seseorang menabraknya. "Ma.."
"Maaf." Kata gadis itu cepat dan buru - buru masuk ke dalam lift. Tiar. Alex mengejarnya tetapi percuma, pintu lift sudah tertutup. Alex lebih memilih masuk ke ruangannya. Dia melihat sorot terang di atas meja. Dia mengambilnya dan menempelkan pada telinga.

Suara Nadia masih merecokinya dengan pertunangan yang diinginkan sepihak. Tentu saja Nadia yang menginginkannya. Alex mematikan sambungannya tanpa menjawab sepatah katapun. Dia melihat mejanya yang tadi berantakan saat dia tinggalkan sudah rapi. Ada laporan dari Tiar dan ponselnya tergeletak dalam keadaan on call. Alex mulai mencerna situasinya. Dan Alex mulai paham. Dia bergegas menyusul gadisnya. Gadis yang benar - benar di cintainya.

Hati dan emosi Alex memuncak memikirkan kemungkinan - kemungkinan yang terjadi. Alex frustasi membayangkan reaksi dari Tiar. Bahkan Tiar tidak mau melihatnya sama sekali.

Alex sudah mencoba menelephone Tiar berulang kali, tetapi hasilnya nihil. Alex tidak tahu kemana kakinya akan melangkah. Yang dia ingat hanya rumah Tiar. Itu artinya harus kesana, memperbaiki keadaan, dan  menjelaskan semuanya. Alex tahu, dia harus memperjuangkan cintanya.

***

Tiar merebahkan dirinya disofa ruang tamunya. Setelan kerjanya sudah berganti dengan piyama. Dia meregangkan kakinya sambil memegang segelas coklat panas di tangannya. Tenaganya sudah habis, bahkan untuk menyiapkan makan malamnya sendiri. Jadi perutnya berlabuh pada segelas coklat panas di tangannya.

Apa sih yang gue harapkan?

Alex tidak merasa kehilangan sementara gue hampir gila seharian penuh memikirkan dia yang tiba - tiba menghilang tanpa kabar.
Alex masih bisa tersenyum di saat gue setengah mati menahan hati gue untuk memakluminya.

Alex tidak peduli sama gue. Jelas.
Apa yang di harapkan dari orang yang sebentar lagi tunangan.

Tiar kembali merasa nyeri di hatinya. Dia memejamkan mata sambil memegang erat mug yang masih di tangannya hingga ujung - ujung jarinya memutih.

Sekelebat bayangan Alex muncul di kepalanya. Alex yang merawatnya di rumah sakit, Alex yang selalu mencari - cari kesempatan untuk mengantarnya pulang, Alex yang over care sama dia. Tapi semuanya musnah seketika.

Pranggg!!!! Dia melempar mugnya ke lantai. ALEX BRENGSEK!!!!

Airmata tidak bisa di bendung lagi. Kepalanya mulai berat. Rasa capek, lapar dan kantuk menyerang menjadi satu. Tiar belum mengisi perutnya sejak kemarin malam. Dan kini dia tergolek lemah di sofanya seorang diri. Harapannya terlalu tinggi. Dan kini dia terpuruk seorang diri. Tiar memejamkan matanya.

***

Alex mulai frustasi melihat ponselnya senyap. Tiar angkat dong.
Alex hanya memandang pintu rumah Tiar dari luar. Dia melihat jam tangannya. Sudah hampir tengah malam ketika dia sampai di sana. Coba kalau tidak ada kecelakaan yang mengakibatkan kemacetan panjang, dia pasti sudah melihat cintanya. Menjelaskan segalanya, dan berharap semua akan baik - baik saja.

Iya, bahkan untuk berharap semua baik - baik saja Alex ragu.

Alex melihat rumah Tiar yang sudah gelap. Dia mengurungkan niatnya mengetuk pintu meskipun dia sudah di depan pintu. Alex memilih masuk kembali ke mobilnya dan pulang.

Resolusi Love  (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang