"Tiar, gue kesini sama Tomas." Rena mengusap - usap tangan Tiar. Berharap gadis itu mendengarnya lalu membuka matanya.
"Beb," Tomas mendekat dan mengusap dahi Tiar. Merapikan rambutnya yang lama tidak di sisir.
"Bangun dong, kita semua disini nungguin elo." Mata Tomas memandang Tiar dengar perasaan haru. Hatinya tak kalah kebas dengan perasaan Alex. Ya, mereka merasakan hal yang sama.
"Elo beruntung banget sih, ada dua cowok yang perhatian banget sama elo. Yang satu si bos, yang satu lagi orang gila di sebelah elo. Elo lihat tuh." Rena memaksakan seulas senyum.
"Apaan sih Ren? Jangan gitulah. Malu gue kalo Tiar denger." Tomas melihat Tiar yang masih terpejam. "Jangan di dengerin beb. Ngaco tuh Rena."
Mereka tidak pernah putus harapan. Dan mereka tidak pernah takut untuk berharap. Dan mereka tetap berharap Tiar dapat membuka mata kembali.
Waktu memang tidak bisa di beli, bersama waktu kita telah melewati kebahagiaan, bersama waktu kita juga telah mengubur kepedihan. Dari waktu kita juga belajar menjadi dewasa. Tapi bersama waktu juga kita dapat kehilangan segalanya.
"Elo nggak kangen makan bareng sama kita? Elo biasanya bikin rame suasana. Kita belum jadi makan ramen bareng. Katanya elo juga pengen pergi ke taman bunga?" Rena meneteskan airmata mendengar perkataannya sendiri.
"Tiar, Tiar...." Rena menoleh kepada Tomas dengan tatapan yang tidak bisa di tebak.
"Tiar, Tom..." Tomas semakin bingung. Perasaan tidak ada keanehan pada EKG yang masih terhubung di badan Tiar. Infus juga kelihatannya baik - baik saja. Kenapa dengan Tiar.
"Tangan Tiar gerak." Tomas berjalan keluar dengan sedikit tergesa, membuka pintu dan "Lex, Tiar"
"Kenapa?" Alex berdiri menghampiri Tomas dengan wajah paniknya. "Kenapa Tom?" Alex menerobos masuk dan Tomas memanggil suster jaga disana.
"Tiar kenapa Ren?" Segalanya terasa campur aduk menjadi satu. Berputar di kepala Alex. Dia tidak sanggup menerima sedikitpun kenyataan buruk yang kapanpun siap menghampirinya. Melihat Rena masih bergeming dan matanya sembab, Alex semakin tenggelam dengan pikirannya sendiri. Dia melangkah pelan mendekati tubuh Tiar.
Rena berdiri dan membiarkan Alex duduk. "Tiar..." Alex mengambil posisi yang sama dengan Rena. Hatinya mencelos, mulutnya tidak bisa berkata - kata. Bukan, bukan karena sedih, justru karena bahagia. Alex merasakan Tiar membalas genggaman tangan Alex. "Tiar, buka mata kamu."
Gadis itu menggerakkan jarinya sekali lagi. "Lex, orang tuanya Tiar kemana?"
"Ada tadi di luar." Para perawat masuk mengecek kondisi Tiar. Lalu disusul seorang dokter juga ikut menangani Tiar.
Tiar benar - benar membuka mata beberapa saat setelah team dokter meninggalkannya. Ada orang tuanya dan teman - temannya yang menemani dirinya disini. Itu yang dapat Tiar pahami saat ini.
"Tiar, saya senang kamu sadar." Alex menggenggam tangan Tiar dengan penuh syukur.
"Pak Alex. Bapak kok ada disini?" Tiar menarik tangannya dari Alex.
"Pak Alex?" Rena dan Tomas saling menoleh melihat reaksi Tiar.
"Tiar, lo inget gue nggak? Trus ini, orang gila di sebelah gue, elo inget nggak?" Rena ingin mencecar Tiar dengan lebih banyak lagi pertanyaan. Tetapi melihat kondisi Tiar yang baru sadar, sepertinya tidak mungkin.
"Gue ingetlah, apaan sih Mbak Rena." Tiar tersenyum kalem. Aduh... kok nggak kayak Tiar biasanya sih. Jangan - jangan jiwanya Sinta nyusup ke Tiar ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resolusi Love (Tamat)
RomanceRank#2 komedi 27/02/2019 Rank #3 komedi 01/03/2019 until 26/03/2019 Rank #4 bos (23/07/2018) Bos gue galak, kaku, nyeremin, seenak jidat. Tetapi selama temen - temen somplak itu masih bertahan satu kantor sama gue, mudah - mudahan gue masih betah. ...