~Author's POV~
Liam tampak tak tenang. Sudah 2 jam, dia menunggu Louis, Harry, dan Zayn yang tak kunjung datang. Tak lama, bel pintu berbunyi. "Let me open it!" ujar Naomi yang beranjak. Liam hanya mengangguk. "Tenanglah! Aunty Karen dan Uncle Geoff akan mengerti." ujar Sophia menenangkan. "Apa yang dikatakan Sophia benar. Tenangkan dirimu, kawan!" ujar Niall yang sibuk mengemil kue kering yang Naomi suguhi. Liam hanya memutar bola matanya.
"Easy for you to say! Kau tak tahu bagaimana kusutnya perasaan ku." keluh Liam.
Niall hanya menggelengkan kepalanya. Tak lama, Naomi datang dengan Harry dan Lala. "Kemana saja kau?" tanya Liam kesal. Harry hanya menaikkan alisnya heran. "Aku baru pulang dari Cheshire dan langsung menjemput Rianna, bung!" bela Harry. "That's really help." ucap Liam. Harry hanya memandang Niall meminta penjelasan.
"Dia gelisah, Haz." jawab Niall.
"Kenapa?" tanya Harry.
"Dia belum memberitahu keluarganya soal jasadnya yang sekarang sedang duduj diruang tengah rumah Naomi." jawab Niall.
"You what, Liam? Seriously?"tanya Harry terkejut.
"Bisakah kau pelankan suara mu? Ada pasienku diatas." keluh Naomi.
"Sejak kapan kau membawa pasien ke rumah?" sambung Harry.
"Harry Styles!!!" tegur Niall.
Harry menutup mulutnya dengan tangan. "Sudah lama aku tidak leluasa menegurmu dengan 'Harry Styles'." ucap Niall. "Kau benar, Niall Horan." jawab Harry terkekeh. Mereka langsung ber-tos ria. "Bisakah kalian menghentikan itu?" keluh Liam dengan kesal. Niall dan Harry hanya saling memandang.
"Tenanglah, aku akan membuat mu tenang, 'Liam Payne'." ujar Niall.
"Ya, sudah. Tapi sudah lama aku tidak memanggilmu 'Liam Payne'. Paling hanya Liam." ujar Harry.
"Yeah, great! That's really helping." cibir Liam.
---------------------------------------------------------------
~Naomi Jones's POV~
Aku hanya menatap Liam dengan jengah. Liam benar-benar mengalami tekanan. Padahal, Harry, Louis, Niall, dan Zayn tidak terlalu tertekan. Dan malah mereka mengambil resiko. Maksudnya mereka ber-4 seakan tidak peduli apa yang nantinya terjadi pada keluarga mereka saat tahu mereka kembali. Bisa saja keluarganya ada yang pingsan.
Tapi hal yang sebaliknya hanya dilakukan Liam. Dia sangat memikirkan akibatnya nanti jika orang tuanya tahu bahwa Liam masih hidup. Liam itu benar-benar orang yang berpikir jangka panjang sebelum bertindak. Jadi tak heran jika dia mengalami gelisah dan rasa bersalah yang mendalam. Dan sudah pasti membutuhkan orang-orang disekitarnya untuk membantu. Padahal, dia juga meragukan kemampun orang sekitar.
"Oke, Liam, aku benar tidak tahan melihatmu begini. Sekarang, tarik nafasmu dan hembuskan!" ujar ku tak tahan melihat Liam yang menurutku serba salah.
"Untuk apa?" tanya Liam heran.
"Untuk apa? Aku ini psikolog profesional. Aku tahu gerak-gerik apa yang sedang dialami kau. Dan aku paling tidak suka gerak-gerik ini. Menyebalkan. Sekarang tarik nafas, lalu hembuskan perlahan! Setidaknya itu bisa membuat rileks." jawab ku panjang lebar.
Liam pun mengikuti apa yang aku perintahkan. "Better?" tanyaku memastikan. "Tidak." jawabnya. "Bisakah kau menelepon Louis dan Zayn?" tanyaku akhirnya pada Niall. "Baiklah." jawab Niall. Niall mengeluarkan iPhonenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Case [Sequel of Between Me And The Boys]
FanfictionPeristiwa kecelakaan yang terjadi kepada Niall Horan, Zayn Malik, Harry Styles, Liam Payne, dan Louis Tomlinson, membuat semua orang yang mengenal mereka merasa kehilangan. Terutama Naomi Jones. 11 tahun berlalu semenjak kejadian itu, Naomi terus m...