Part 10: Giselle is Still Missing

1.7K 107 1
                                    

~Justin Butterfield's POV~

          Aku sedang mengemudi menyusuri kota London saat ini. Setiap hari aku menyusurinya. Demi menemukan Giselle. Aku khawatir? Iya. Sangat khawatir. Ini semua salahku. Gara-gara aku, Giselle diculik. Giselle dalam bahaya. Aku benar-benar memikirkannya. Bagaimana kalau dia diperlakukan tidak baik? Apa dia baik-baik saja? Apa dia makan teratur. Sumpah demi Tuhan, pertanyaan-pertanyaan itu mengiang dikepalaku.

         Mungkin aku aneh. Sudah kesekian kali aku menyusuri London, dan memeriksa tempat mencurigakan setiap harinya. Tapi nihil. Tak sedikit pun aku melewati London. Demi menemukan Giselle. Ini salahku. Semua salahku. Tuhan, bantu aku menemukannya.

-----------------------------------------------------

~Naomi Jones's POV~

             Aku hanya termenung dan kadang menangis. Memikirkan Giselle yang tidak tahu bagaimana. Orang tuanya sudah mengerahkan semua polisi untuk mencarinya. Begitupun kami. Dan terutama, Justin Butterfield. Kemurungan lebih melanda dirinya daripada aku. Dia yang lebih getol mencari Giselle. Penyesalan terlihat dari wajahnya.

          Kini kami berada di apartemen Zayn. Semua panik dan memikirkan cara menemukan Giselle. Namun, Justin merenung dibalkon. Aku memutuskan menghampiri Justin. Aku duduk disebelah Justin.

"Apa yang kau fikirkan?" tanyaku.

"Giselle. Dan perasaan bersalah ku."

"Boleh aku menagih sesuatu?"

"Sepertinya aku tahu maksudmu."

"If you say so, let's you explain it!"

"Waktu itu aku dan Giselle bertengkar. Itu semua salahku. Aku meledeknya saat kerumah ku untuk kerja kelompok, berbicara dengan foto ayah dan ibuku dikamar ku. Dan dia marah. Lalu, aku mengikutinya. Dan dia ke makan Charlie, Raphael, Walter, Joe, dan Alex. Dan aku mendengar semuanya."

"Oh, jadi itu alasan mu. Lalu, menerima tawaran Niall dan Harry itu kenapa?"

"Menurut ku, salah ku itu besar. Jadi aku merasa jika aku menyetujui itu, salah ku akan tertebus."

"Kenapa kau berhenti setelah itu?"

"Mungkin, Giselle benar. Aku memang menyebalkan. Dan aku menyadari, aku tak bisa melindunginya. Tapi, bodohnya aku sampai berhenti melundunginya. Dan semua ini terjadi. Salah ku makin besar padanya."

"Kau mengkhawatirkannya?"

"Iya. Aku sangat mengkhawatirkan dia. Aku tahu ini gila, tapi pikiran ku tak bisa tidak memikirkannya. Apalagi sejak kejadian penculikan itu."

               Bisa kulihat, wajah Justin sangat sedih dan terpukul. Sebuah benda bening turun dipipinya. Apa dia menangis? "Kau peduli pada Giselle?" tanyaku. Justin mengangguk lemah. Well, aku berpendapat bahwa dia memang mulai menyukai Giselle. "Kau menyukai Giselle ya?" tanyaku. Justin mendongak menatapku kaget. "Menurutmu begitu?" tanya Justin. Aku hanya mengangguk.

"Iya. Aku juga sebenarnya sudah menyadari dihari saat aku berhenti untuk melindunginya. Tapi mau bagaimana lagi, dia tidak menyukai dan berdekatan dengan ku yang disebabkan aku meledeknya itu."

               Aku hanya diam. "Aku sungguh menyesal. Dan aku merasa frustasi sekarang, entah kenapa, aku sangat terus ingin mencari Gisellr kemanapun. Sampai dimana pun." lanjut Justin lagi. Aku tersenyum tipis, kemudian mengelus punggungnya lembut. "Lakukanlah apa yang kau mau, dan perjuangkan Giselle jika kau menyukainya!" ujarku. Dia hanya diam. Masih menangis dalam diam. Kemudian dia mengangguk.

In Case [Sequel of Between Me And The Boys]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang