Butir kedua puluh : Tinta Hitam Kehidupan

6.4K 1K 274
                                    

Pukul 01:00 lebih 9 menit dini hari saat aku menulis surat ini.

Aku, Kang Yeoli. Gadis yang terlahir dari rahim seseorang yang sangat luar biasa. Aku terlahir dari seorang pria.

Pada saat itu umurnya masih sangat belia untuk menanggung tanggung jawab ini. Aku dengan lancangnya tumbuh dan berkembang di rahimnya.

Aku memanggilnya mommy, meskipun ia bukan wanita.

Frasa 'ibu' lebih rumit dari kata manapun. Tidak semua perempuan mampu menjadi seorang ibu, padahal ia bisa. Mommyku, meski ia seorang pria tapi ia mampu dan bisa menjadi seorang ibu yang sangat layak.

Ia mengandungku selama sembilan bulan, merawatku yang masih kemerahan, menuntun kaki-kaki kecilku sampai bisa berlari, mengajarkanku bertutur baik dan membuatku hadir sampai sekarang.

Surat ini akan menjadi bacaan yang sangat tidak efektif. Penggunaan kata 'aku' akan terus terulang, sampai akhir surat. Karena ini semua tentangku dan duniaku.

Aku tumbuh dengan kuat. Karena aku melihatnya berdiri dengan kuat pula.

Hidup kami jauh dari kata tenang. Setiap hari mendapat ejekan, cemohan, pandangan menjijikan yang terarah kepadanya. Mommyku.

Ia tidak pernah marah, bahkan mengerutkan dahinya pun tidak. Ia selalu menggenggam tangan kecilku dengan erat, seakan semua akan baik-baik saja. Ia begitu tenang, seperti bulan yang menyinari malamku.

Namun hidupku seakan lengkap ketika matahari itu datang.

Masih aku ingat dulu, aku melihat benang merah yang terikat di kelingking bulanku.

Kutelusuri.

Benang itu membawaku kepada seseorang, yang kusebut dengan matahariku. Penolongku. Pelengkap hidupku.

Benang merah yang mengikat mereka terlilit dengan simpul yang rumit. Di mana dari hari ke hari, aku membantu mereka untuk melerainya.

Tidak mudah. Sangat sulit. Apalagi waktu benang itu seakan ingin putus dari jemari bulanku. Tapi matahariku tidak tinggal diam. Dia melakukan segala cara untuk menahan bulanku pergi. Untuk menjaga duniaku agar tetap utuh.

Aku bahagia, melihat mereka bahagia. Aku dibanjiri cinta, melihat mereka yang saling mencintai.

Mereka memberikanku segalanya. Moral yang baik, materi yang berkecukupan, dan dua kurcaci kecil yang menemani hariku.

Mereka tidak pernah mengekangku. Aku dibebaskan untuk memilih jalanku sendiri.

Waktu pertama kali aku mendengar Cello Suit No. 1 in G Major, BWV 1007: I. Prelude mengalun indah mengisi kepulanganku di hari pertama sekolah, aku langsung jatuh cinta. Benar-benar jatuh, tanpa luka sedikitpun.

Aku melihat matahariku bersinar dengan cerah, lalu esok harinya ia mebawakanku Cello untuk anak-anak.

Sudah kuduga, matahariku akan selalu mendukungku. Lalu aku menoleh kepada bulanku, ia tersenyum dengan lembut, bagai angin yang mengantarku terlelap setiap malam tiba.

Begitulah aku menjalin hari-hari. Tidak ada masalah yang kompleks namun banyak butir-butir kebahagiaan.

Aku menjadi gadis dewasa. Rambutku panjang hingga punggung, tubuhku tinggi hampir seperti bulanku. Selain bermain Cello, aku masih menekuni balet.

Aku berhasil mendapat beasiwa ke sekolah musik Julliard di New York dan tentunya lulus dari sana.

Aku kembali ke rumah dan kurcaci kecilku sekarang sudah menjadi pangeran serta putri yang gagah dan cantik. Matahari dan bulanku juga masih berada di tempatnya.

[END] Angel's Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang