17. Idiot, You're in Love with Her

1.6K 361 82
                                    

Gila.

Ya, Myungsoo merasa dirinya sudah gila, benar-benar gila dalam artian sebenarnya. Pada awalnya dia tidak berharap semuanya akan seperti ini dan pikirnya apa yang terjadi tidak akan sedalam ini, tapi semakin lama semuanya terjadi semakin gila dan otaknya benar-benar tidak bisa dikendalikan.

Selama kurang lebih tiga bulan dalam masa pendekatannya, Myungsoo tidak pernah sekalipun tidak memikirkan wanita itu. Sesuatu yang mustahil karena selama ini dia tidak pernah memiliki waktu untuk memikirkan wanita, tapi kehadiran Sooji mengubah siklus kehidupannya menjadi sebuah kegilaan.

Myungsoo tidak bisa menerima, dan bertanya-tanya mengapa wanita itu tidak pernah mau pergi dari pikirannya? Untuk satu bulan pertama, semuanya berjalan seperti harapannya, mereka lumayan saling bertukar kabar dan dia sesekali mengantar jemput Sooji dari kantor atau rumah, tapi seiring berjalannya waktu intensitas komunikasi mereka semakin bertambah dan jadwal antar-jemputnya berubah menjadi setiap hari, bahkan saat dia memiliki kelas dia tetap melakukan tugas itu. Dan sekarang, satu kegiatan lagi yang menjadi rutinitasnya adalah menyempatkan diri untuk makan siang bersama.

Anehnya semua itu bukan atas dasar keinginan Sooji, melainkan keinginannya dan yang membuatnya makin merasa gila adalah, apa alasan semua itu? Myungsoo merasa sudah terlalu berlebihan memikirkan Sooji, terlalu sering muncul di depannya, sekarang malah terlalu mengganggu setiap jam makan siang, tapi dia malah tidak bisa menahan diri. Semakin ingin berhenti melakukan semua, maka otaknya akan mengendalikan tubuhnya secara berlawanan dengan apa yang dia inginkan.

Bukankah itu ciri-ciri bahwa dia sudah tidak waras?

Setidaknya begitulah pemikirannya, sampai ketika dia mengutarakan kegusarannya ini kepada Shannon, bukannya prihatin, gadis itu malah menertawainya dengan kejam.

"Dasar bodoh," celetuk Shannon dari sisa-sisa tawanya, baru saja mendengar cerita Myungsoo mengenai kecemasan tak berdasarnya atas efek yang ditimbulkan oleh Sooji, dia hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi Myungsoo.

"Itu namanya kau sedang jatuh cinta, bodoh."

Myungsoo mengerjapkan mata, "jatuh cinta? Mustahil...tidak, aku ini sudah gila Shannon," jawabnya dengan sangkalan yang tidak masuk akal.

"Aduh, beginilah susahnya menyadarkan orang yang tidak peka perasaan," Shannon menepuk keningnya, "kau selalu memikirkan Sooji eonni dan ingin terus bersama dengannya itu karena kau sudah mulai menyukainya."

"Itu karena aku sudah gila."

"Ckck, coba pikirkan, bagaimana seandainya Sooji eonni tidak membalas pesan atau mengangkat teleponmu?"

Wajah Myungsoo merengut tidak senang dengan pertanyaan tersebut, "dia selalu membalas pesan dan mengangkat teleponku."

"Bodoh, kan aku bilang 'seandainya'. Jadi andaikan dia tidak melakukan itu semua, bagaimana perasanmu?"

Pandangan Myungsoo menerawang, mencari-cari jawaban atas pertanyaan tersebut, "aku kesal tentu saja, apa yang membuatnya tidak membalas pesanku? Kalau sibuk ya harus tetap dibalas dan katakan saja sedang sibuk jadi aku tidak akan mengganggu."

"Itu berarti kau tidak ingin dia menghilang tanpa alasan, karena kau sudah terbiasa dengan kehadirannya," jelas Shannon lagi, "sekarang bayangkan lagi, seandainya kau melihat Sooji eonni jalan bersama pria lain, bagaimana perasaanmu?"

Kening Myungsoo berkerut, memikirkan pengandaian Shannon membuat kedua tangannya mengepal tanpa sadar. Sooji jalan dengan pria lain? Hah, itu ide yang sangat buruk, membayangkannya saja sudah memuakkan.

"Tidak boleh, dia kan bersamaku," jawab Myungsoo bersungut-sungut, seolah sudah pernah melihat Sooji bersama pria lain.

"Nah, itu yang dinamakan cemburu. Dan kalau seorang pria memiliki perasaan cemburu atas kedekatan wanita yang didekatinya dengan pria lain, maka itu tandanya cinta." Shannon berseru semangat, dia menepuk pundak Myungsoo dengan wajah berseri.

Pretty Boy [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang