A Quest

195 20 1
                                    

"Miss Avsandare, ada orang yang ingin bertemu deganmu," kata seorang pelayan saat mengetuk pintu kamarku.

Aku pun segera melangkahkan kaki ke luar dan melongok ke bawah untuk melihat siapa yang sedang menungguku. Di bawah, aku melihat Kak Sin ada disana--berdiri menungguku dengan sebuah paper bag di tangannya sebagai hadiah untukku. Ketika mata kami bertemu pandang, beliau melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Aku pun segera turun ke bawah untuk menemuinya.

"Halo, Adel. Apa kabar?" tanya Kak Sin padaku begitu aku sudah berada di hadapannya.

"Baik seperti biasa," balasku sekenanya.

"Ini, aku bawakan cat air dan kuas yang baru seperti yang kau minta dulu," kata Kak Sin sambil menyodorkan paper bag itu kepadaku.

"Wah, makasih banyak, Kak!" kataku dengan senang.

"Aku kemari untuk membicarakan sesuatu yang penting kepadamu," kata Kak Sin, tiba-tiba saja berubah menjadi serius, "kemarin, rumah kita kedatangan tamu. Dia pemilik perusahaan Avstånd."

"Itu perusahaan yang melayani jasa penerbangan domestik, 'kan?" tebakku, aku heran dengan berita itu, "untuk apa orang sepenting itu datang ke rumah kita?"

"Di Swedia ini, hanya ada dua orang yang bersekolah di Forest Academy selama lima tahun terakhir. Dua orang itu adalah kau dan putranya. Dia datang ke rumah kita untuk memintamu supaya mau menemani putranya itu. Kata Mrs. Eravano, putranya itu orang yang sangat pendiam dan penurut. Tahun ini, dia mulai bersekolah di sini, tapi katanya partner-nya tidak bisa datang karena negaranya sedang ada konflik. Jadi, dia tidak punya teman sampai saat ini."

"Lalu?"

"Yah, kau harus berteman dengannya dan mengajarinya, dong."

"Enak saja memintanya padaku. Memangnya kemampuan kita sama, apa?"

"Sama, kok. Es, sepertimu. Maka dari itu, keluarga Eravano memintamu untuk menemaninya. Kau bisa, 'kan, mengurusnya?"

"Entahlah, sepertinya merepotkan."

"Jangan bilang begitu, Adel. Coba kau bayangkan kalau ada di posisi anak itu. Pasti kau merasa kesepian dan kesusahan, 'kan? Karena itu, setidaknya, kunjungilah sesekali untuk membicarakan beberapa hal dengannya. Siapa tau, setelah bicara dengannya, kau akan berubah pikiran."

Aku mempertimbangannya cukup lama dan akhirnya membuat keputusan, "Kalau Kak Sin bilang begitu, mau apa lagi, deh. Baiklah, akan kucoba. Kalau boleh tau, siapa nama anak itu?"

"Zicky Eravano, anak kelas 1-2," Kak Sin menghela napas lega dengan jawabanku, "terimakasih karena sudah mau menerima permintaan ini, ya, Adel."

***

Sesuai janjiku pada Kak Sin, aku pun pergi menemui Zicky di kelasnya, kelas 1-2.

"Permisi, apa Zicky ada di sini?" tanyaku dari depan kelas.

Bukannya membalas ucapanku, dengan kompaknya, mereka semua (anak sekelas) langsung menatap ke satu arah yang sama, yaitu kepada cowok yang sedang duduk di bangku paling ujung. Mendengar namanya dipanggil, dia pun beranjak dari kursinya dan mendekatiku dengan muka kuyu. Ketika aku sudah dekat dengannya, aku langsung bisa melihat betapa menyedihkan dirinya. Meski kesan anak orang kaya terpancar kuat dari dirinya, aku aura kesedihan karena rasa kesepian yang terpantul di matanya jauh lebih kuat.

"Ada apa?" tanyanya dengan suara yang lirih, tanpa menatap mataku.

"Ayo bicara di kantin saja."

Kami pun pergi ke kantin bersama. Setelah mendapat tempat duduk, kami pun mulai mengobrol dengan berhadap-hadapan.

Aku mulai bicara padanya untuk memperkenalkan diri, "Mungkin, kau sudah mendengar soal ini dari orang tuamu, tapi aku tetap akan mengenalkan diri. Aku Adel Avsandare, orang yang akan menemanimu sampai partner-mu nanti datang. Sampai saat itu tiba, kau boleh menganggapku sebagai partner sementaramu. Kalau ada yang mau kau tanyakan, soal apapun, akan kucoba sebisa mungkin untuk mengajarimu."

Forest Academy #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang