Happy Birthday

183 14 1
                                    

Aku menatap kalender di kamarku sambil tersenyum-senyum dengan penuh kebahagiaan. Ini adalah bulan Desember, itu artinya ini akan menjadi musim dingin pertamaku di SMP ini dan seminggu lagi adalah tanggal 12. Itu artinya, sebentar lagi aku akan berulang tahun!

Membayangkannya saja sudah membuatku bersemangat. Satu-satunya hal yang membuatku sedih hanyalah fakta bahwa di ulang tahunku kali ini, aku tak bisa merayakannya bersama keluargaku seperti yang biasa kulakukan semenjak kecil dulu. Kali ini, aku memang akan merayakannya sendirian, tapi untuk alasan tertentu, aku jadi menantikannya. Kira-kira, sebeda apa rasanya merayakan ulang tahun sendirian dengan merayakan ulang tahun bersama keluarga.

"Anak-anak, untuk pelajaran seni pada Selasa minggu depan, kita akan menggunakan dapur untuk memasak biskuit. Tidak ada ketentuan khusus untuk biskuit yang akan kalian buat, boleh pakai chocochips atau kalian bentuk sedemikian rupa. Saya sudah menuliskan resepnya di papan tulis, jadi silakan kalian cari dan beli sendiri bahannya. Untuk pembagian kelompoknya, saya serahkan pada ketua kelas. Jika masih ada pertanyaan, kalian boleh bertanya di luar kelas kepada saya," kata Miss Clair, guru seni kami, di penghujung kelas, "kalau begitu, pelajaran hari ini saya cukupkan. Sampai bertemu di kelas minggu depan."

Aku merasa suram mendengarnya. Duh, memasak adalah keahlian terakhirku--alias, aku sama sekali tidak tau urusan perdapuran. Selama ini, aku hanya bisa membuatkan minuman tanpa tau bahkan cara merebus sayur yang benar. Semoga aku dapat kelompok yang bagus. Aku tidak mau nilaiku kacau gara-gara ketidakterampilanku.

"Wah, kita benar-benar beruntung, ya!" Aku mendengar Adin yang duduk di serongku mengatakan itu pada Clara yang duduk di sebelah kirinya, "Karena kelas seni minggu depan bakal diisi dengan kelas memasak, kita jadi tidak perlu repot-repot mencarikan kado untuk ulang tahunnya Zon nanti."

"Apa minggu depan Zon juga ulang tahun?" Aku yang mendapat firasat buruk menanyakan itu.

"Lho, Adel nggak tau?" Adin kaget dengan pertanyaanku, "Zon, kan, ulang tahun pas tanggal 12 Desember mendatang. Bagus, 'kan? Kita bisa mengadonya biskuit yang enak, apalagi hasil bikinan kita sendiri. Dia pasti senang, bakal banyak yang memberinya, soalnya."

Hah, serius?

Mimpi indah soal merayakan pesta ulang tahunku sendirian hancur sudah. Bagaimana bisa aku menikmatinya kalau ternyata aku harus merayakannya bersamaan dengan cowok itu? Ck, kenapa sih kita harus berbagi tanggal lahir yang sama? Aku ogah banget punya kesamaan sama anak sok keren itu.

"Tadi kau bilang 'juga,'" Hima yang duduk di depanku ikut mendengarkan, "memangnya, siapa lagi yang ulang tahun?"

Sambil menelan ludah yang terasa pahit dan menghindari tatapan mata secara langsung, aku menjawab dengan berat hati, "Bukan siapa-siapa. Cuma temanku di Swedia sana."

"Ngomong-ngomong, Adel, apa kau juga akan memberi Zon biskuit buatanmu?" Hima bertanya lagi.

"Hah? Buat apa?" Protesku, "masa dari kalian kurang? Aku juga nggak mau repot-repot masak buat dia, buat aku aja cukup."

"Halah," Zon yang ternyata sedari tadi mencuri dengar obrolan kami tiba-tiba saja ikutan nimbrung, "bilang aja kalau kamu sebenernya enggak jago masak, makanya menolak buat memberiku buatanmu. Iya, 'kan?"

Aku cuma bisa menatapnya tajam karena ucapannya benar adanya. Ih, kesal sekali aku tidak bisa membalas ucapannya!

"Lhoh, bener nih?" Zon peka dengan sikap diamku, "serius, Adel yang sombongnya minta ampun ternyata nggak bisa masak? Payah, ah!"

"Aku nggak mau dengar itu dari orang yang larinya paling lamban di kelas," aku balas meledeknya.

"Setidaknya, aku lebih jago urusan matematika daripada kau," Zon juga tak mau kalah.

Forest Academy #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang