Forest Academy #WYSCWPD

Let's Dance for the First_pt. 1

"Selamat pagi, semuanya," sapa Ms. Vera.

"Pagi, Miss," balas kami dengan nada monoton seperti biasa.

"Sebelum memulai pelajaran, ada pengumuman penting yang ingin saya sampaikan," kami pun langsung memasang telinga baik-baik, penasaran denga nisi pengumuman itu, "mungkin, kalian sudah mengetahui hal ini dari kakak kelas kalian, tapi saya tetap akan menyampaikannya. Di sekolah ini, ada tiga acara tahunan yang wajib kalian ikuti. Yang pertama adalah Pertandingan Utama yang wajib kalian ikuti sejak kelas satu SMP, yang kedua adalah Panen Bersama yang diadakan pada setiap akhir musim gugur, dan yang ketiga adalah Pesta Dansa yang hanya boleh dihadiri oleh siswa SMA."

Sepertinya, kegiatan ketiga itulah yang paling ingin didengar oleh para gadis karena mereka langsung menunjukkan reaksi berupa seruan senang yang terdengar genit dan mulai rebut sendiri membicarakan hal itu—kecuali aku. Aku sendiri hanya bisa terdiam dan berusaha tidak terlihat menjadi satu-satunya yang kebingungan dengan euphoria ini.

Apa karena aku seorang yang paling anti-sosial, makanya aku tidak tau apa-apa soal pesta dans aitu? Kalau dari cerita orang-orang dan apa yang biasa kulihat di televisi, aku tau apa itu pesta dansa. Selebihnya? Sama sekali tidak.

Di sisi lain, reaksi anak cowok juga tak kalah kompaknya. Mereka mulai mengerang dan berdesas-desus mengenai betapa merepotkannya hal itu dan sederet permasalahan yang bakal mereka jumpai begitu acara itu digelar. Zon yang berada di dekatku tak kalah asyiknya nimbrung Bersama teman cowoknya membicarakan hal itu.

"Dengarkan dulu!" seru Ms. Vera untuk memecah keributan, sukses membuat seluruh murid kembali diam, "ini akan menjadi pesta dansa pertama kalian di sini, jadi ada beberapa hal penting terkait acara tersebut yang perlu kalian ketahui."

Kami pun memasang telinga lagi, mendengarkan detail lebih jauh dari Ms. Vera.

"Pertama, pesta ini akan dilaksanakan pada tanggal 30 Mei pukul 17.00-tengah malam di aula indoor SMA. Pesta terbagi menjadi dua, ballroom dance pada paruh pertama dan casual party pada paruh kedua sekaligus acara perpisahan untuk kelas 2 SMA."

Lagi-lagi, keributan langsung menyusul. Aku juga ikutan panik. Sekolah mana, sih, yang masih mengadakan ballroom dance ala era Victoria di tahun segini? Kenapa harus ada dua dance party berbeda dalam satu hari dan kita sama-sama wajib mendatanginya? Aku bisa pura-pura ikut menari di casual party, tapi aku benar-benar mati langkah di ballroom dance! Aku harus cari jalan keluar dari masalah ini sebelum jadi bahan tertawaan.

"Saya belum selesai bicara," Ms. Vera harus meninggikan suara untuk kedua kalinya agar semua Kembali tenang, "untuk dresscode acara, siswi dipersilakan mengenakan gaun sepantasnya dan siswa dibebaskan mengenakan setelan rapi asal keduanya bukan berwarna putih. Pasangan dansanya diputuskan oleh siswa. Jadi, bagi yang merasa laki-laki, kalian harus segera mencari pasangan dansa kalian dan bagi anak perempuan, dilarang memaksakan kehendak."

Keributan gelombang ketiga terjadi. Para gadis menjerit dengan genit, berdebar-debar siapa gerangan pangeran yang akan mengulurkan tangan pada mereka. Sementara, para pemuda tertunduk dengan kening berkerut, memikirkan siapa gadis yang sesuai sebagai pasangan mereka di pesta dans aitu, tak lupa seribu cara bagaimana mengajak mereka dengan keren. Aku sendiri terdiam di tempat dudukku, memikirkan jalan keluar dari masalahku sendiri.

"Hei, Hma," aku memanggil Hima yang duduk di hadapanku sambil menusuk-nusukkan jariku ke punggungnya. Aku menyadari dia tidak ikut rebut seperti cewek lain, pemandangan yang cukup jarang. "Kamu tau tentang pesta dans aitu atau cara berdansanya, enggak?"

Hima tersenyum lebar dan membalas, "Ya manalah aku tahu. Di negaraku tidak ada tradisi seperti itu, sih."

Aku langsung menepuk jidatku cukup keras dan berpikir, "Kok aku bisa-bisanya lupa, ya? Hima kan orang Jepang. Wajar aja dia tidak lebih tau soal pesta dans aitu daripada aku."