Music Club

283 20 0
                                    

"Adel, sudah menentukan mau ikut klub apa?" tanya Kasai kepadaku saat istirahat sudah tiba.

Aku hanya memberi balasan singkat, "Belum."

"Kalau begitu," kata Kasai sambil menyodorkan banyak selebaran kepadaku,  "sebagai ketua kelas, sudah menjadi tugasku untuk mengurus murid baru sepertimu. Ini, aku berikan kepadamu kertas yang berisikan daftar ekstrakulikuler juga klub di sekolah ini beserta ruangan yang mereka pakai dan pihak yang bisa dihubungi untuk informasi lebih lanjut. Kalau kau sudah mendaftar di klub itu, beritahu secepatnya pada Mr. Van. Kau bisa minta bantuan Hima atau Zon kalau kau tak berani melakukannya sendiri."

Aku menerima brosur-brosur yang diberikan oleh Kasai, lalu dia langsung meninggalkanku begitu aku sudah menerimanya. Sepeninggal si Ketua, aku mulai membaca-baca isi brosur itu. Wuah, benar-benar hebat sekolah ini. Mereka bahkan memiliki ekstrakulikuler juga klub yang belum pernah aku jumpai di sekolahku dulu. Kurasa, ini adalah sekolah dengan kegiatan terlengkap di dunia. Tapi, sebanyak apapun klub juga ekstrakulikuler yang mereka sajikan, sudah pasti prioritas utamaku adalah klub musik. Lebih tepatnya, au tertarik dengan orkestra mereka. Sudah pasti ada. Hm, penanggung jawabnya dua-duanya adalah kakak tingkatku. Sudah pasti aku sama sekali tidak mengenal mereka.

Kutatap Zon yang berada di sampingku. Dia sedang asyik membaca buku dan dari tampangnya jelas pasti dia sedang tidak bisa diganggu. Sementara itu, Hima sedang bermain-main dengan cerianya bersama teman-temannya yang lain seperti anak kecil. Aku menghela napas dengan berat dan mengambil kesimpulan bahwa aku tak bisa meminta bantuan dari mereka berdua. Tidak masalah, sih, aku bisa melakukannya sendiri. Aku pun memutuskan untuk pergi ke ruangan yang mereka pakai untuk latihan saja dan sudah jelas itu di ruang musik gedung SMP.

Ketika waktu pulang sekolah tiba, aku pun pergi ke sana sendirian. Rasa kagum langsung muncul di hatiku ketika aku melihat ruang musik itu. Sejak pertama kali masuk sekolah, sebenarnya kelasku sudah dua kali menemui mata pelajaran seni, tapi kami sama sekali belum menggunakan ruang musik. Jadi, bisa dibilang,  ini adalah pertamakalinya aku berkunjung ke ruang musik itu. Pendapatku tentang tempat itu: it's so awesome!

Dibandingkan sekolahku, sudah pasti tempat itu jauh lebih luas. Daripada dibilang ruang musik, tempat itu lebih pantas disebut sebagai studio music ukuran besar dengan jendela yang memperlihatkan pemandangan lapangan basket di belakang sekolah dari lantai dua. Sekolah ini memiliki piano sendiri, satu set drum lengkap, dan di bagian belakang ruangan dipenuhi dengan rak-rak yang berisi peralatan music. Di dalamnya, terdapat 22 buah recorder, 22 buah pianika, 4 biola, dan 5 gitar.

Aku merasa sangat senang. Sepertinya, aku bakalan betah berada di sini selama apapun. Aku pun duduk di kursi piano, menyesuaikan tinggi kursinya, dan mulai memainkan piano dengan sebuah lagu yang terdengar ceria.

"Wah, aku kira siapa. Ternyata kau yang memainkan piano."

Aku langsung menghentikan gerakan tanganku dan menoleh ke arah pintu. Entah sejak kapan, ada seorang pemuda dengan rambut ikal berwarna cokelat sedikit kepirangan berdiri di sana. Dia menutup pintu kembali dan menghampiriku. Aku beranjak dari kursiku dan memasang akting seperti gadis sopan.

"Maafkan aku karena masuk tanpa izin," kataku hanya untuk formalitas.

"Tidak apa-apa, kok," balas pemuda itu sambil tersenyum lembut, "permainan musikmu bagus sekali. Kenapa tidak ikut klub kami saja?"

"Aku memang berniat untuk mendaftar ke klub ini."

"Apa jangan-jangan kau ini murid baru yang dibicarakan orang-orang itu?" tebak pemuda itu sambil menudingku setelah mengamatiku sejenak.

Aku menampar pelan telunjuknya sambil berkata, "Jangan menuding orang yang belum dekat denganmu semudah itu. Tidak sopan. Ya, aku memang murid baru itu. Namaku Adel Avsandare, kelas 2-2, kekuatan es, aku berasal dari Swedia."

Forest Academy #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang