Autumn Festival

217 14 1
                                    

"Festival Musim Gugur?" ulangku sambil mengernyitkan dahi.

"Kamu tidak tahu?" tanya Hima yang mendengar keherananku itu.

"Bukan begitu-"

"Itu festival yang mirip dengan festival kebudayaan di negaraku," katanya dan aku segera tahu bahwa tidak ada gunanya membenarkannya, "akan ada banyak sekali kegiatan yang diselenggarakan dan stand yang dibuka. Setiap kelas disarankan membuka stand sendiri-sendiri dan akan ada perlombaan juga. Selain itu, kebun di samping asrama akan dibuka dan kita boleh memetik apapun asalkan membayar biaya masuknya terlebih dahulu."

"Aku tahu, Hima," kataku setelah akhirnya gadis itu selesai bicara, "aku hanya tidak suka saja dengan acara seperti ini."

Zon tertawa dengan nada menghina ketika mendengarnya dan membalas, "Di dunia ini, acara apa, sih, yang kau sukai?"

"Pemakaman," balasku singkat.

"Eh? Kenapa?" tanya mereka berdua bersamaan dengan terkejut.

"Soalnya tenang, tidak ramai, tidak banyak acara, dan persiapannya sederhana."

"Tapi, bukankah sedih karena itu artinya kau juga akan kehilangan seseorang?"

"Tidak juga kalau misalnya orang itu adalah orang yang semenyebalkan kamu."

"Kata-katamu terlalu kejam, deh, Adel," komentar Hima ketika Zon hanya bereaksi dengan memalingkan mukanya seolah ucapanku barusan hanya angin lalu untuknya.

"Yang di belakang, harap hadap ke depan dan berkonsentrasi pada ucapanku," kata Kasai yang sedang memimpin rapat untuk menentukan siswa yang akan dikirim pada setiap lomba yang diadakan oleh para Dewan Pengurus. Aku dan Hima pun langsung kembali memperhatikannya. "Nah, sekarang, kita tentukan siapa yang akan mewakili kelas kita dalam lomba Knight Academy."

"Lomba apa itu?" tanyaku pada Hima dengan berbisik.

"Yah, semacam Miss World begitu, deh. Bedanya, di sini kita akan mengajukan sepasang wakil, laki-laki dan perempuan. Karena namanya Knight, tentunya yang dinilai bukan hanya wawasan dan kepandaian bicara saja, tapi juga kemampuan dalam memanah, bermain pedang, dan bertarung. Tahun lalu kelas kita mengajukan Kasai dengan Rihanna, tapi mereka gagal di babak final."

"Bagaimana kalau Zon dan Adel saja?" seseorang tiba-tiba saja mengusulkan nama itu.

"Hah? Enggak mungkin!" bantahku dan Zon bersamaan.

"Kenapa kalian menolaknya, sih?" tanya Kasai, dia terdengar kecewa.

"Aku setuju saja jika kalian mengajukan Zon untuk calon laki-lakinya, tapi kalian akan menyesal jika mengajukan diriku sebagai calon perempuannya," kataku.

"Kenapa memangnya?" tanya Kasai heran, "nilai akademikmu nggak buruk-buruk amat, kau pandai bicara, dan kemampuanmu dalam ketiga penilaian fisik itu termasuk yang terbaik di kelas, lho."

Aku berdecak kesal sebelum kembali berkata, "Terimakasih sudah memujiku. Aku tahu kalau aku pandai bicara, tapi rasanya kau salah mengartikan dalam bagian itu. Aku hanya pandai memprovokasi orang, bukan bermulut manis seperti yang kau harapkan. Kalau kau mau kelas kita gagal di seleksi awal, oke lanjutkan saja. Tapi, aku yakin ketua kelas sebijak dirimu pasti akan memutuskan untuk mengajukan gadis lain saja."

Kasai menghela napas mendengarnya, "Sekarang, aku tahu kalau ucapanmu benar. Kalau begitu, apa ada orang yang punya saran?"

"Mira saja, bagaimana?"

Aku menatap Mira yang namanya disebutkan barusan. Dia duduk di barisan yang sama dengan Zon, tapi menempagi jajaran di paling depan. Dia gadis yang cukup cantik dan terhitung pintar di kelasku. Matanya berwarna cokelat gelap dan kelihatan memukau, tubuhnya lumayan kurus tapi itu justru membuatnya tampak cocok dalam balutan baju jenis apapun, dan rambutnya yang hitam panjang tampak pantas untuk dimodel menjadi seperti apapun. Sebagai sesama gadis, aku cukup iri dengan kecantikannya itu. Hanya saja, aku tidak tertarik dengan hal begituan. Aku lebih suka mengasah kemampuan bermusik dan bertarungku.

Forest Academy #WYSCWPDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang