"Allah adalah sutradara terbaik yang telah
mengatur skenario terindah untuk hamba-Nya"****
"Saya tak pernah mengajari dia untuk menjadi seorang gadis nakal seperti saat ini. Kenapa kamu hanya menyalahkan saya??!!!" Pria dihadapannya memandang penuh amarah dengan tatapan nyalang.
"Ini karna kamu tak becus mengurusi anakmu sendiri!! Ibu macam apa kamu ini??"
Pria itu menunjuk tepat didepan wajah wanita yang membuatnya emosi. Rahangnya mengeras, menahan amarah yang begitu besar. Membuat Wanita dihadapannya sedikit memundurkan diri sebab takut.
"Dan apa kau juga mengurusi Dia??!! Tidak!! Inilah sebabnya, Dia menjadi gadis nakal yang tak tau aturan!!!!! Jadi kenapa kau hanya menyalahkan saya!! Uruslah sendiri putrimu itu!!!" Elaknya membela diri.
"Kau keterlaluan!!"
"Kau yang keterlaluan. Apa kamu bisa nggak menyalahkan aku dalam urusan ini. Dia juga putrimu. Harusnya kamu juga memperhatikannya!!" Nada suaranya kini nyaring terdengar di semua penjuru ruangan.
"Jaga nada bicaramu!!"
"Aku sud-,"
"Diamlah.. KAMU.. Kamu sangat keterlaluan!!!"
Preng...
Pecahan vas dari atas meja kini bertebaran dilantai. Bersamaan dengan seorang wanita yang meringis karna bagian dari pecahan itu terkena lengannya. Pria berdasi yang mengenakan jas dan setelan berwarna hitam itu terlihat kalut dengan amarahnya, wajahnya memerah karna emosi. Hening. Diantara mereka tak ada satupun yang membuka suaranya lagi.
Wanita yang masih setia memegangi lengannya yang penuh dengan noda merah itu bungkam. Tak ada lagi yang bisa ia katakan setelah kemarahan yang membuat nyalinya sedikit menciut.
Takut emosinya semakin memuncak, pria itu segera pergi dengan menghembuskan nafas gusarnya menaiki anak tangga untuk sampai dilantai atas. Meninggalkan wanita itu dibawah yang memandangnya nanar serta penuh kebencian didalamnya. Wanita itu beranjak dari sana meninggalkan jejak tetesan noda merah yang nampak jelas diatas lantai yang putih.
"Ca! Ayo balik!"
Yang dipanggil malah tak mengalihkan pandangan sama sekali. Ia tetap menatap lurus kedepan, menyandarkan tubuhnya pada meja bar, seraya meminum minuman yang berada didalam cangkir kecil yang ia pegang.
Teresa, sebut saja begitu namanya. Walau orang orang sering menyebutknya dengan sapaan Acha. Ia mengacuhkan pertanyaan yang terlontar dari sahabatnya, Lisa. Atau mungkin, suasana hingar bingar disini membuat ia tak dapat mendengar suara dengan volume yang kecil.
Lisa mendesis pelan lalu menepuk pundak Teresa.
"Ca!! Ayo balik! Malah benngong" Lisa sedikit mengeraskan suaranya agar sedikit terdengar jelas.Barulah Teresa tersadar. Ia mengalihkan pandangan pada Lisa yang melihatnya dengan satu alis terangkat.
"Apaan?"
"Ayo Balik! Ini udah jam 2"
Teresa melirik sekilas arloji putih yang melingkar di pergelangan tangannya. Benar saja, waktu sudah menunjukan pukul dua dini hari. Teresa mendesah pasrah dan menaruh cangkirnya tepat dimeja yang berada dibelakangnya.
"Ayo"
"FIN!! GUE SAMA ICA BALIK DULUAN!!" Lisa melambaikan tangan pada beberapa pria diujung sana.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Syurga
Spiritual~Masa lalu tak pernah menuntut akan bagaimana sikapmu hari ini dan Masa depan tak akan menjamin kau yang sama di masa lalu~ Bagaimana mungkin Teresha yang jauh dari aturan agama mencoba taat kembali? (Slow update)