Chapter 18

74 2 5
                                    

"Allah, Tegarkan aku dalam setiap ujian. Sabarkan aku dalam setiap kenyataan. Dan Ikhlaskan hatiku dalam setiap kehilangan. Sebab aku hanya manusia lemah yang membutuhkan bimbingan"

_saliha

***

Kaki kaki Teresha terasa lemas. Tenaganya seolah hilang begitu saja. Namun ia harus tetap tegar. Walau fikirannya sudah kacau, Amarah, kecewa dan takut memenuhi semua ruang dalam hatinya. Sampai saat ini ia masih percaya pada apapun yang akan menjadi ketentuan hidup yang harus Teresha jalani.

"Ca. Ke Rumah sakit sekarang" suara itu masih terekam jelas dalam memori Teresha "Mamah lo koma"

Bagai disambar petir, Teresha masih belum dapat menerima kenyataan. Ia berlari sekuat tenaga menyusuri lorong lorong panjang dengan berharap semua akan baik baik saja.

Ia menghentikan langkahnya. Tatapannya tertuju pada kumpulan orang yang tengah terududuk menunggu diluar sebuah ruangan yang ditutup. Lalu tubuhnya langsung menubruk pria paruh baya yang masih mengenakan pakaian formal, dan menangis sejadinya.

Alif, laki laki itu hanya bisa terdiam, memandang orang orang didepannya. Ia tak bisa berkata apa apa. Yang bisa  dilakukan hanya ber do'a agar apapun yang terjadi, semoga Allah tetap menyabarkan hati Teresha.

"Yah, bilang kalo mamah baik baik aja" Teresha melepas pelukan pada ayahnya, langkahnya mundur perlahan.

Ayahnya tak menjawab. Matanya yang memerah itu hanya dapat memancarkan raut wajah bersalah. Ia hanya bisa mencoba menenangkan putri semata wayangnya itu.

Teresha melihat sekeliling, Mbok Atun menangis, dan disana ada Lisa yang menundukan kepalanya dalam sambil terduduk, dan Teh Mayang yang menyenderkan punggungnya pada dinding ruangan. Ada apa? Memangnya kenapa?.

"Ayah.. bilang kalo mama baik baik aja. Yah, AYAH JAWAB ACHA YAH! AYAH JAWAAB.. Ayah Jawab" Kaki Teresha tak mampu menahan bobot tubuhnya lagi, ia terkulai lemas dilantai menyender pada dinding. Tagannya melingkar pada kakinya yang ditekuk.

Tak mungkin.. semuanya begitu cepat terjadi. Ya Allah mengapa Kau setega ini. Mengapa Kau selalu mengambil orang orang yang Teresha sayangi.

"Ca.. ikhlaskan" Teresha menepis kasar lengan ayahnya yang mencoba menenangkannya.

"AYAH BOHONG!! MAMA MASIH ADA. MAMA KE SINI BUAT KETEMU ACHA YAH"  Teresha berontak, ia tak percaya pada semuanya, ia tak percaya pada semua orang lagi.

"Cha..." Ayahnya menangis berusaha menghapus air mata yang membasahi kerudung putih yang dipakai Teresha.

Namun Teresha segera bangkit, ia masuk kedalam ruangan dengan pintu kayu berwarna cokelat itu dengan cepat sambil mengusap air matanya.

Seketika tubuhnya bergetar hebat, air matanya tak mampu ia tahan lagi. Sempurna sudah hancur hatinya. Langkahnya yang gemetar berjalan pada seorang yang tengah terbaring lemah dengan mata terpejam didepannya.

Tangannya meraba wajah putih pucat yang kini senyumnya sudah tak bisa Teresha lihat lagi, Matanya yang selalu Teresha rindukan tak dapat terbuka lagi. Tangannya yang selalu menggendongnya saat kecil sudah tak dapat bergerak lagi.

"Mama.. Acha datang. Mama buka mata ya"
Teresha memegang tangan Mamahnya dan menempelkannya dipipi. Seolah rindu dengan sentuhannya.

Mata SyurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang