Chapter 19

26 2 0
                                    


"Memaafkan bukan mengharuskanmu melupakan, namun mencoba mengikhlaskan rasa sakit yang dirasakan"

_saliha

***

"Ca, kita perlu ngomong."

Teresha berontak, melepaskan lengan yang mencekalnya. Matanya masih sembab dan terlihat menghitam, kulitnya pucat mengisyaratkan kalau dia terlalu lelah.

"Gak ada yang harus diomongin. Semua udah selesai," tukasnya tegas.

"Masalah gak akan selesai kalo kita diem dieman kaya gini ca."

Teresha menghela nafas jengah. Matanya memejam sesaat untuk meredakan emosi yang mungkin takan bisa ia tahan.

Lisa masih menatap datar orang yang berdiri didepannya. Dua hari berlalu, Teresha mencoba untuk tidak menemui Lisa, bagaimanapun caranya. Karna ia tahu, ia tak akan bisa bersikap baik jika bertemu teman lamanya ini. Mungkin karena belum memaafkan, atau karna terlalu kecewa.

Lisa menarik nafas sebelum memulai bicara. Ia mencoba meraih lengan Teresha, namun segera ditepis gadis itu kasar.

"Oke Ca. Gue minta maaf kalo gue punya salah. Gue paham apa yang lo rasain-,"

"Yang pertama, Lo gak tau apa yang gue rasain. Yang kedua, Lo gak usah sok peduli karna lo sendiri yang bilang kalo lo bukan teman gue lagi. Yang ketiga, gaada alasan buat lo jelasin semua karna semua udah selesai." Sela Teresha cepat.

"Gue paham lo masih gak terima keadaan, lo boleh marah sama gue semau lo. Tapi please izinin gue buat jelasin semuanya ca." Lisa menangkupkan tangannya memohon.

Acha terdiam sejenak. Masalah di otaknya terlalu rumit untuk ia bisa berfikir semua akan baik baik saja.
Semua orang bahkan Acha rasa tak peduli padanya, semua hanya bisa menyalahkannya saja.

"Gue perlu waktu." Acha membalikan tubuhnya namun segera lengannya ditarik kembali.

"Gue mohon Lis. Kasih gue waktu buat mikir. Gue masih capek. Gue butuh istirahat dan jangan paksa gue buat ngerti." Teresha menahan air yang sudah menumpuk di kelopak matanya.

Perlahan, Lisa melunak. Ia melepaskan cekalannya membiarkan Teresha pergi begitu saja dengan pipi yang sudah basah. Lalu ia mengusap wajahnya gusar. Mengapa semuanya menjadi salah seperti ini.

Lisa mengacak rambutnya, tak tahu harus bersikap seperti apa lagi. lalu kakinya membalik berjalan lunglai dengan tatapan kosong, sebelum langkahnya terhenti saat menangkap seseorang yang berdiri tak jauh dari tempatnya saat ini.

Ia menelaah, menatap datar sebelum melayangkan tatapan sinis pada laki-laki dihadapannya.

"Mau apa lo?"

Alif mengarahkan pandangan ke arah lain. Namun masih dalam pantauan Lisa. Ia tersenyum kecil membuat Lisa hanya diam memandang dengan tatapan heran.

"Kasih Acha sedikit waktu."

Lisa menyerit "Maksud lo?"

"Saya Alif. Alif Dzikri Farhana. Temannya Acha." Alif tersenyum kecil

"Gak ada urusan gue sama lo," sinisnya "Gue mau cabut."

Mata SyurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang