BAB 02 - Orang Baru

2.1K 197 1
                                    

Beberapa jam kemudian, kami semua selesai makan. Vita beranjak ke apartemennya begitupun dengan Tanteku. Tinggalah aku, Mami, dan Papi.

"Sebenarnya ada apa?" tanyaku to the point.

"Besok, Dokter Anton bakal datang ke sini."

"Untuk apa? Gisya kan sudah sembuh." tanyaku bingung.

"Bukan itu Gisya. Dia bakal datang sama anaknya."

"Untuk?"

"Untuk kenalan sama kamu, lebih dekat sama kamu."

Aku menggerenyit mencoba memahami maksud dari ucapan Papi. Apakah maknanya aku di jodohkan?

"Kamu sama dia itu punya kesamaan Gisya. Kalian sama-sama orang yang masih terjebak di masalalu. Siapa tau kalian cocok. Mau ya ketemu dia besok?"

"Mami, Gisya itu udah gede. Gisya bisa cari pasangan sendiri. Soal masalalu, nanti juga Gisya bakal lupa kok."

"Mau sampe kapan Sya ini udah empat tahun loh. Kamu udah mau sarjana,tapi hati kamu masih di SMA."

"Mam--"

"Sya, jangan pura-pura buta dan tuli. Apa selama ini kamu lihat dia datang ke hadapan kamu buat jadiin semuanya lebih serius? Apa kamu pernah dengar kabar kalo dia nyari kamu dan coba buat perjuangin kamu?"

Tidak, selama ini dia benar-benar menghilang. Mungkin sudah melupakanku. Tapi bukankah aku yang menyuruhnya untuk tidak menghubungiku?.

"Mam, aku yang larang dia buat gak hubungin aku."

"Kalo dia emang serius, dia akan berjuang buat kamu dan nunjukin keseriusannya."

Benar. Aku tidak bisa berpura-pura buta dan tuli. Jika seseorang mencintai, maka seharusnya akan terlihat sebuah perjuangan namun apa yang terjadi sekarang? Apakah pantas aku sebut perjuangan?.

"Sudah-sudah. Sekarang gimana? Gisya mau atau nggak?" tanya Papi.

"Gimana kalian aja. Gisya nunut." ucapku pasrah. Setelah itu aku masuk kamar. Mencari buku kecil yang menjadi tempatku menumpahkan segala keluh resah hatiku.

Ketika membuka kaitan pada buku itu, mataku menatap sebuah kertas berwarna biru langit terselip diantara lembar buku. Aku menariknya dengan sedikit memaksa. Aku membuka halaman paling belakang, ternyata kertas itu di tempel, pantas selama ini aku tidak tahu dan baru terlihat saat selotipnya sudah tidak lagi mampu membuat si kertas tetap menempel pada tempatnya. Karena penasaran, aku membukanya.

Hello my girl

Itu kalimat pertama yang aku baca. Dan aku tahu siapa yang menulis surat ini. Kembali menjadi sebuah putaran video dalam kepalaku ketika membaca paragraf demi paragrafnya. Dan ternyata, surat itu sudah lama. Tintanya pun sudah meresap dan menyebar menjadikan seperti bayang-bayang di setiap hurufnya.

Hello my girl

Cantik banget kalo tidur. Maafin aku ya, karena mungkin aku terlalu fokus sama Ayla. Aku terlalu kasihan sama Ayla sampe kamu merasa di abaikan. Tapi kamu harus percaya, aku gak pernah sekalipun berniat buat nyakitin kamu. Aku tulus. Kalo aku gak bener-bener sayang sama kamu, aku gak mungkin ngajak pacaran.

Kata-kata di buku ini bagus. Aku suka. Tapi aku juga ngerasa bersalah karena kamu terlihat sangat terluka karena aku. Maafin aku ya, aku juga udah lancang baca buku ini.

Lekas sembuh sayang, I Love You.

Aku melipat kembali kertas itu dan menyelipkannya di tempat yang sama. Membacanya seperti merekam ulang kejadian yang pernah terjadi dan aku benci bahwa aku terluka dengan apa yang terjadi saat ini.

After INTUISI [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang