BAB 16 - Fine Day

1.7K 164 12
                                    

TERIMA KASIH UNTUK YANG SETIA MENANTI :)

Music : Yang Terbaik - Hanin Dhiya.

°°°
Tuhan, skenarionya, dan semesta. Adalah paket komplit untuk perjalanan hidup yang luar biasa.
°°°

S

etelah mengisi perut, aku dan Gian memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar Big Ben. Sesekali, kami mengambil gambar seperti orang pada umumnya. Memang sengaja, karena selama ini kami tidak pernah mengambil gambar berdua terlebih dalam mode selfi. Terkadang, kami tertawa karena setiap pengambilan gambar, dia selalu menunduk untuk mensejajarkan wajahnya dengan wajahku. Aku jadi sangat sadar, betapa berbeda tinggi tubuhnya dengan tinggi tubuhku.

"Gian."

"Apa?"

"Makasih ya."

"Untuk apa?"

"Udah bikin aku lupa kesedihan aku."

"Sedih bukan untuk di ingat."

"Mungkin kalo kamu gak ngajak aku jalan, hari ini aku bakal diem di kamar nyediain tumpukan tisu terus mata aku bengkak."

Gian hanya tersenyum menatapku.

"Gian."

"Hm?"

"Kok diam?"

"Gapapa. Duduk yuk, di deket London Eye. Pinggiran sungai Thames."

"Yuk." ucapku semangat seraya berjalan meninggalkan Gian. Karena terlalu bersemangat, aku tak sengaja menyenggol sebuah tangan yang memegang kopi hingga kopi itu terjatuh dan mengotori sedikit ujung sepatu pemilik kopi itu.

"Sorry, Sir."

"Look at my shoes, you make them dirty."

Gian yang melihat kejadian ini segera berlari kecil menghampiri aku. "Sir, I will replace the spilled coffee and the cost of cleaning your shoes. So, stop scolding her." ucap Gian seraya menyerahkan beberapa lembar uang yang bahkan cukup untuk membeli sepatu baru.

"She's your girlfriend?"

"You can leave now."

"Ah, I just want to say that you are right."ucap lelaki paruh baya itu seraya pergi, membuat kecanggungan antara Gian dan aku.

"Mm,,, Ian."

"Hm?"

"Maaf. Oh iya, ini aku ganti uang kam--" ucapan dan gerakan tanganku yang siap merogoh tas kecilnya untuk menemukan dompet terhenti.

"Gisya." Cegah Gian seraya menahan pergelangan tanganku.

"Bukan itu. Kamu bisa gak hati-hati?"

"Iya, maaf."

"Kopi itu panas. Kalo tadi kena tangan kamu gimana? Badan kamu? Atau wajah kamu?"

"Iya, Gian."

"Sekarang, kamu jalan di belakang aku. Ikutin aku."

"Iya iya."

Gian berjalan di depanku. Aku mengikutinya dengan langkah yang santai sesekali menengok kanan dan kiri menatap gedung-gedung sekitar Big Ben.

"Gisya." terdengar namaku di panggil namun diiringi decakan. Aku menoleh ke depan melihat Gian berjalan menghampiriku.

"Kenapa?"

"Aku udah sampe sana." ucapnya seraya menunjuk sebuah kerumunan orang-orang yang juga berniat menyebrang jalanan ini untuk mrnuju London Eye.

"Jauh."

After INTUISI [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang