BAB 19 - Pelangiku

1.7K 159 14
                                    

Music : Westlife - My Love

🎼To hold you in my arms
To promise you, my love
To tell you from my heart
You're all I'm thinking of 🎼

°°°

Seminggu kemudian.

Ponsel yang semula aku biarka tergeletak di atas kasur, kini berdering menandakan sebuah panggilan masuk. Aku menaruh handuk yang aku gunakan untuk mengeringkan rambut, tanganku meraih benda pipih itu. Senyumku terpancar melihat nama yang tertera di sana.

"Morning." sapaku seraya duduk di ujung kasur.

"Udah siang kali."

"Masa sih?"

"Lama-lama aku beliin Big Ben buat kamu."

Aku terkekeh membayangkan menara jam terkenal itu. "Iss, kegedean. Btw, kenapa telepon?"

"Kangen."

Aku tersenyum mendengar jawabannya. "Kamu itu gak pantes gombal."

"Gak gombal aja Gisya bisa sayang."

"Iya nih, dasar Gisya."

Gian terkekeh. "Kamu udah siapin semuanya?"

"Apa?"

"Pakaian kamu, barang-barang kamu?"

"Udah kok." ucapku seraya menatap satu koper dan satu tas ransel mini berdiri di samping pintu.

"Ya udah, sarapannya di apartemen aku aja ya? Aku jemput sekarang."

"Siap Pak Dokter."

Gian terkekeh kemudian menutup panggilan setelah satu dua kata. Aku menuju meja rias untuk merias wajahku dan menata rapi rambutku.

Meja rias itu bersih, tidak ada barang selain satu kotak yang berisi peralatan make upku. Tidak ada frame fotoku bersama Vita, tidak ada buku kecil tentang Billo, tidak ada aku yang akan terluka lagi.

°°°

Kami memasuki apartemen. Baru beberapa langkah, ponsel Gian berdering.

"Papa." ucap Gian seolah membaca tatapanku. Aku mengangguk dan tersenyum.

Aku berjalan lebih dulu seraya menatap beberapa foto yang di pajang di dinding apartemen itu. Bibirku tersenyum melihat fotoku dan Gian yang di ambil seminggu yang lalu, tepatnya saat aku wisuda.

Ketika melihat ke bawah tepatnya ke atas laci, mataku menatap sebuah foto Gian di sebuah gedung. Di foto itu, Gian menerima sebuah sertifikat. Aku mengambil foto yang dilindungi frame itu, samar aku melihat nama rumah sakit tempat Gian bekerja.

"Liat apa?"

"Ini, acara apa?"

Gian ikut memperhatikan frame yang berada di tanganku. Dia tersenyum kecil kemudian mengelus puncak kepalaku. "Bukan hal besar."

"Gian." aku yakin dia mengerti maksud wajah dan ucapanku ini.

"Iya, kamu mau bilang 'Aku gak suka dibikin kepo' itu kan?"

Aku mengangguk. Gian tersenyum kemudian membantuku melepas jaket tebal hadiah ulang tahun darinya. Desember sudah memasuki musim dingin. Gian menggantungkan jaketku kemudian dia mendekat mengambil frame foto yang semula aku pegang. Sebelah tangannya merangkul pundakku dan mengelusnya pelan.

"Acara peresmian pergantian kepemilikan."

Aku diam sejenak, mencerna perkataannya. Mataku menatap frame foto kemudian menoleh ke samping mendapati lelaki itu yang sedang menatap frame foto.

After INTUISI [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang