BAB 20 - Papah

1.7K 164 22
                                    

MOHON MAAF ATAS KETERLAMBATAN. Semoga pembaca cerita ini gak kabur²an tanpa kabar kaya doi. OKE SELAMAT MEMBACA READERS ❤

Music : Coldplay - Fix you

°°°

Gian menekan tombol bel untuk ketiga kalinya. Aku menghela napas lelah menunggu sejak tadi. Gian begitu tenang dan sesekali tersenyum padaku yang masih mengerucutkan bibirku kesal namun dia malah tertawa kecil dan mencupit pipiku. Dia bilang, aku menggemaskan. Sungguh, dia membuatku semakin kesal.

"Gak ada kali. Yuk, pulang." ajakku seraya menggandeng lengannya namun kakinya tak bergerak sama sekali.

"Nanti, mungkin dia lagi--"

Cklek.
Aku dan Gian menoleh ke arah pintu. Mendapati Vita dengan rambut yang belum dikeringkan. Sepertinya perempuan itu baru selesai mandi. Gian tersenyum ramah padanya sedangkan dia tersenyum canggung. Aku? Tidak ada. Tidak ada senyum apapun. Hanya tatapan biasa. Sakit sebenarnya namun untuk apa aku rasakan? Toh sudah ada pelangi di sampingku. Siapa lagi jika bukan Gian.

"Sorry, tadi gue abis mandi. Kalian cari--"

"Oh ini Gisya mau ketemu sama lo." ucap Gian seraya mendorong pelan punggungku untuk mendekat pada Vita. Aku mendengus pelan kemudian menatap Vita dan perlahan senyum tulus itu terukir diwajahku.

"Nih" ucapku seraya menyerahkan sekotak kue coklat. Vita menatap kotak itu dan menerimanya dengan ragu.

"Buat--"

"Lo. Katanya, kalo perempuan yang lagi hamil suka pengen makan terus. Jadi, gue bawain ini buat lo." ucapku seraya memperhatikan Vita. Ada sedikit rasa resah di wajahnya.

"Gisya... Maafin gue." ucapnya seraya menjatuhkan air mata. Aku memeluknya erat. Entah mengapa aku ikut kembali merasa bersalah. Membuat Vita menyesal seperti sekarang dan dihantui rasa bersalah.

"Ta, gue udah maafin lo kok. Serius deh."

"Seandainya gue cerita sama lo--"

"Vita. Lo gak boleh menyesali semuanya yang udah lo lewati. Jangan banyak fikiran, kasihan ponakan gue." Ucapku seraya melepaskan pelukan dan tersenyum lebar pada Vita.

"Thanks ya. Lo baik banget, Sya."

Aku tersenyum kecil seraya menggeleng. "Gue cuma lagi belajar berdamai sama takdir."

Vita mengangguk paham. "Oh gue sampe lupa. Ayo masuk."

Aku mengangguk kemudian berjalan masuk dengan Gian yang mengekor di belakangku. Sesekali aku menoleh membuat dia tersenyum padaku. Ah, manis sekali senyumnya itu.

Ketika sampai di sebuah ruangan degan sofa mewah, aku duduk bersebelahan dengan Gian. Tak sengaja mataku menangkap sebuah foto terpajang di sana. Fotoku bersama Billo.

"Ta--"

"Billo belum niat buat turunin foto itu. Dan gue juga gak keberatan kok." potong Vita seraya tersenyum. Ternyata dia mengerti arah tatapanku.

"Ta, lo berhak turunin foto itu. Lo juga berhak nyuruh Billo."

"Gue gak apa-apa Sya. Biarin aja." ucap Vita.

Aku menghela napas berat. Suara langkah kaki membuat kami menoleh dan ternyata Billo baru saja tiba membawa beberapa kantung berisi makanan.

"Gian. Lo udah lama?" tanyanya seraya berjalan dan duduk di samping Vita berhadapan denganku.

"Belum."

"Bill." panggilku.

"Hm?"

"Bisa copot foto itu kan?" Ucapku seraya mengarahkan dagu ada foto yang sangat mengganggu dan menyakitkan.

After INTUISI [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang