Dua pekan telah berlalu, hari ini pak Mikhail Putra selaku kepala instalasi farmasi sudah mulai beraktifitas setelah cuti umroh. Beliau membagikan berbagai macam oleh-oleh yang dibawa langsung dari tanah suci kepada semua karyawan.Tidak ketinggalan Afra mendapatkan sajadah biru dan tasbih dari batu berwarna hijau kristal. Afra sangat senang dengan pemberian pak Mikha.
"Terima kasih pak Mikha, tasbihnya indah pak." Ucap Afra disertai senyum santun.
"Sama-sama, saya juga ucapkan terima kasih kamu sudah bantu Tim pengadaan selama saya tidak ada." Jawab pak Mikha riang.
"Afra, infus yang dulu diminta Dokter Satriya akhirnya kamu order kan?" Sambung pak Mikha.
"Iya pak, dan langsung diberikan ke pasien. Penggunaanya sampai empat hari pak. Semua faktur ada sudah saya arsipkan."
"Syukurlah, saya nggak enak kalo sampai mengecewakan Satriya. Biasanya untuk kasus seperti ini.. pasien tidak mampu atau obat-obat yang tidak masuk dalam Formularium dia sering membeli dengan uangnya sendiri. Yang penting pasien selamat dan sembuh." Jelas pak Mikha dengan panjang lebar.
Deg..
Afra seperti termangu dalam pikirannya sendiri. Seorang Satriya rela membelikan obat untuk pasien dengan uang pribadinya? Luar biasa, telinga Afra tidak salah mendengar kah?
Predikat pemimpin arogan kembali berputar-putar di kepala Afra, apakah penilaian Afra selama ini tentang dokter Satriya benar? Atau ia yang terlalu cepat mengambil kesimpulan. Ah.. entahlah.
Ada kelegaan yang dirasakan Afra karena tugasnya membantu di Tim pengadaan telah berakhir. Itu artinya ia bisa kembali fokus untuk melakukan pelayanan farmasi klinik di bangsal rawat inap.
Mbak Ranti sebagai senior sangat banyak membantu, ia sangat telaten dalam membimbing Afra. Ia juga tidak segan berbagi tugas dengan Afra. Tidak ada istilah monopoli pekerjaan, semua dilakukan dengan seimbang dan sesuai porsinya.
Hari ini pekerjaannya sangat padat, semua bad atau tempat tidur pasien terisi sehingga memenuhi kapasitas rumah sakit. Makan siang sampai terlewat tanpa Afra sadari. Ia hanya sempat melakukan sholat Dzuhur, selanjutnya lebih berkutat pada pasien dan medical record.
Telepon pintar Afra berbunyi tanda pesan grup chat.
Ervika
"Ra Ga, acara hari ini jadi ya. Please jangan dibatalin lagi. Gue kangen.. sumpah. ✌"
12.35Afra
"InsyaAllah Ka, gue dateng langsung dari rumah sakit."
12.37Arga
"Kalian mau gue jemput?"
12.40Afra
"Nggak usah deh Ga, kerjaan Lo kan jauh."
12.42Ervika
"Oke langsung TKP.. jam 5."
12.43***
Cafe Pelangi selalu menjadi salah satu tempat pilihan mereka bertiga untuk bertemu. Cafe sederhana ini memiliki ruangan yang nyaman untuk berlama-lama, sofa yang besar dengan sandaran punggung yang tinggi memberikan privasi setiap pengunjung.
Ervika datang bersamaan dengan Afra, mereka memilih duduk di sudut cafe yang menampakkan hiruk pikuk jalanan di sore hari. Sembari menunggu Arga mereka sudah memilih menu untuk bertiga.
Mereka langsung sibuk membicarakan apa saja. Terutama tempat kerja Afra. Afra sangat memaklumi sikap antusias Ervika yang bertanya detail tentang rumah sakit tempatnya bekerja. Bagaimana tidak memaklumi, Afra tau betul bahwa bekerja di rumah sakit adalah impian sebagian besar apoteker.
"Gue lihat bos Lo di tv, cakep banget Ra." Kata Ervika.
"Ternyata bukan pria buncit kepala botak hihiii.. tau gitu gue juga mau jadi pegawainya Ra."
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Satriya (Completed)
General FictionShafira Afra, M.Farklin, Apt "Dia pikir dia siapa bikin aturan ga jelas, suka pecat karyawan sesuka hati. Dasar pemimpin arogan." dr. Satriya Adna Syakeil, SpPD "Apa bedanya coba, nggak tau banyak tentang aku tapi dia berani menyimpulkan dengan peni...