Rasa pedih akibat tamparan dan makian pak Adi membuat Afra merasa sesak. Saat tiba dirumah ia segera mandi, berwudhu dan menenangkan diri dengan membaca Al Qur'an. Ia menangis tersedu hingga tak terasa memasuki adzan Maghrib.
Sausai menunaikan sholat, suara mobil Ervika terdengar dari dalam kamar Afra. Segera saja ia keluar menyambut sahabatnya dengan masih mengenakan mukena.
Ervika meminta izin kepada bapak untuk mengajak Afra menginap dirumahnya karena besok subuh-subuh Arga akan menjemput mereka dari rumah Ervika menuju tempat mereka melakukan downhill.
Bapak mengijinkan Afra pergi karena mengetahui keluarga Arga juga akan ikut beserta mereka. Afra berkemas mempersiapkan keperluannya untuk menginap dan melakukan kegiatan esok hari.
Afra hanya mempersiapkan pelindung lutut dan siku, helmet full face dan perlengkapan lain. Karena sepeda cross country nya tidak cocok digunakan untuk melakukan downhill, Arga akan meminjaminya sepeda jenis free ride mountain bike.
Kegiatan ini akan sedikit mengalihkan masalah yang baru saja ia hadapi. Tidak butuh waktu lama, sesampainya dirumah Ervika, mereka berdua menikmati makan malam.
Sambil menyantap masakan yang dihidangkan bik Iyem, mereka berdua mengobrol. Afra menceritakan insiden sore tadi yang menimpa dirinya. Vika mendengarkan dengan seksama, dia mengutarakan kecurigaannya jangan-jangan ada kaitan dengan insiden penyiraman oli bekas.
Afra juga tak habis pikir dengan ucapan yang dituduhkan pak Adi. Tetapi inilah yang menguatkan asumsi Vika pasti ada kaitannya dibelakang dua insiden yang terjadi. Dia seperti merasa memiliki firasat.
Afra beristighfar ia tidak ingin bersu'udzon pada siapapun, dia juga tidak ingin membuat pengandaian karena itu tidak diperbolehkan dalam islam. Ia berusaha membuang jauh kata-kata seperti andaisaja, bilamana, jika, ataupun andaikata karena kata-kata itu akan menjauhkan diri dari ketentuan Allah yang Maha memiliki kehidupan. Termasuk saat ia kehilangan ibu dan cita-citanya.
Mungkin ini pelajaran untuknya agar selanjutnya ia harus berhati-hati dalam bertindak, karena kadang apa yang dilakukan manusia tanpa sengaja ucapan maupun perbuatan dapat menyakiti orang lain, dan Afra tidak ingin itu terjadi.
Afra mengalihkan topik pembicaraan lain, ia bertanya bagaimana aktivitas Ervika beberapa hari terakhir. Sungguh tidak disangka ternyata Vino, pria yang akan dijodohkan dengan Ervika berani mendatangi apoteknya dan dengan terang-terangan akan membuat Vika menerima perjodohan itu. Hal ini yang membuat Vika semakin muak terhadap Vino. Karena belum menikah saja sudah berani membentak dan memaksa.
Afra ikut kesal mendengar cerita Ervika, ia meminta Ervika untuk lebih berhati-hati menghadapi lelaki seperti Vino. Bukan karena Afra berpikir buruk, tetapi ia hanya khawatir akan kondisi sahabatnya ini yang tinggal sendiri. Hanya ditemani Bu Iyem yang sudah renta.
***
Saat ia mengkhawatirkan kondisi Vika, tanpa Afra sadari seseorang jauh disana tengah mengkhawatirkan kondisi dirinya. Seseorang itu kalang kabut menyetir mobil hitamnya menuju rumah Afra. Ia mengatur nafas dan menyebut asma Allah beberapa kali sebelum mengetuk pintu.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam. Nak dokter." Sambut bapak yang terperangah dengan kedatangan Satriya tiba-tiba.
"Bapak bolehkah saya bertemu dengan Shafira?" Kata Satriya dengan mencium punggung tangan bapak.
"Afra menginap dirumah Vika, besok subuh rencana mereka akan naik sepeda gunung."
"Dimana itu pak?"
"Sepertinya didaerah Bogor."
Deg. Jantung Satriya berdesir, ia tidak ingin sesuatu terjadi pada Shafira. Belum lagi kemelut dihatinya terjawab karena mendapat laporan pak Gito, sekarang ia dibuat semakin khawatir saat mendengar Shafira akan bersepeda di track pegunungan. Yang benar saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Satriya (Completed)
General FictionShafira Afra, M.Farklin, Apt "Dia pikir dia siapa bikin aturan ga jelas, suka pecat karyawan sesuka hati. Dasar pemimpin arogan." dr. Satriya Adna Syakeil, SpPD "Apa bedanya coba, nggak tau banyak tentang aku tapi dia berani menyimpulkan dengan peni...