Chapter 34

39.8K 2.1K 31
                                    

Merasa aneh setiap kamu menyadari telah menikah dengan atasanmu, dia yang telah menggajimu setiap bulan dan memberikan tugas ini itu untuk segera dikerjakan​.

Melakukan​ apapun yang diminta tanpa banyak bertanya dan menjawab pertanyaan setiap dimintai penjelasan.

Jangan pernah berfikir saat menjadi pemilik buku merah dan hijau dari kantor urusan agama, lantas urusan atasan dan bawahan menjadi lebih mudah. Mungkin itu hanya dalam otak seorang dreamer.

Menikah dengan CEO? Oh my.. yang benar saja. Tidak semudah memasukkan benang dalam lubang jarum. Bisa dibayangkan?

Setidaknya Afra harus bersyukur menikah dengan seseorang yang mau menerima dirinya apa adanya, tapi.. koreksi mungkin lebih tepatnya 'dirinya seadanya'. Setidaknya kepercayaan diri Afra kembali bangkit bahwa ia telah dipilih menjadi seseorang yang penting dalam hidup seorang Satriya.

Bergelung dalam nikmat yang Allah berikan. Menunggu apalagi selain bersyukur dan membuat orang sekitarnya juga berbahagia atas mereka. Menjalin persaudaraan dua keluarga melalui ikatan pernikahan.

Bukanlah Satriya jika sehari saja ia lewati tanpa menggoda istri manisnya. Ajaib bagi Satriya, setelah menikah ia seperti mendapat moodbooster luar biasa lebih dari sekedar minum vitamin dosis tinggi.

Satriya merasa lebih bersemangat setiap pagi, meski sang istri lebih sering memutar bola mata akibat jengah menanggapi tingkah konyol suaminya. Tingkah usil Satriya selalu saja diakhiri dengan tawa. Ya.. tawa yang garing.

Kebahagiaan mereka menular pada keluarga, yang notabene sejak sepekan mereka menikah masih tinggal dirumah bunda Satriya. Jika mau Satriya bisa memboyong istrinya kedalam istananya sendiri, tetapi Afra masih enggan karena ingin lebih dekat dengan keluarga Satriya.

Sikap Afra ini yang semakin membuat Satriya menyayanginya, jika kebanyakan menantu tidak mau tinggal serumah dengan mertua tetapi Afra kebalikannya ia sangat senang menghabiskan waktu membantu bunda memasak, membuatkan teh untuk daddy, atau menemani Nadine berlatih yoga.

Kesibukan baru Afra dalam tanda kutip ini kadang membuat Satriya menggerutu karena waktu berdua dengan istrinya otomatis berkurang, ia akan merajuk, dan Afra-lah yang selalu mengalah. Ending-nya​ bisa ditebak. Satriya akan menang lagi, rambut basah sebelum subuh menjadi rutinitasnya hampir setiap hari.

"Sayang, temenin aku diruang kerja ya." Kata Satriya.

"Abang nggak capek? Istirahat dulu saja." Jawab Afra.

"Nggak capek kalo ada kamu." Ia mengucapkannya dengan cengiran.

Afra memanyunkan bibirnya, tetapi tetap mengikuti kemana Satriya menuntunnya. Ruang kerja di rumah itu hampir seperti perpustakaan. Buku-buku tersusun rapi dalam rak yang tinggi. Berjajar Al-Quran terjemahan dan kumpulan hadist sangat menarik perhatian Afra. Sejak pertama hari dimana ia tau ada ruangan ini, sejak hari itu juga Afra mulai membacanya​ satu persatu.

Merasa tidak menjadi perhatian utama Afra, Satriya menghentikan kegiatan mengetiknya. Ia mengetukkan ujung jemari ke meja kayu secara seirama dan berulang, tetapi rupanya suara yang ditimbulkan tidak membuat Afra menghentikan bacaannya.

Satriya beranjak dari kursi dan melepas kacamatanya, mendekat pada istrinya dengan mengendap. Kacamatanya​ ia pasangkan dengan tiba-tiba pada Afra, spontan saja Afra mendelik tidak terima.

"Uhh.. aku tidak setua Abang sampai harus menggunakan kacamata untuk membaca." Kata Afra melepas kacamata itu.

"Kalau nggak mau, sini dong kembaliin." Satriya tertawa sambil menunjuk pelipisnya sendiri, memberi tanda agar Afra memasangkan lensa kecil berbingkai itu. Afra memajukan badannya mendekati Satriya.

dr. Satriya (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang