"Hari berlalu, satu kisah manusia berubah menapaki masa yang kian berdebu. Titiannya merapuh menopang hati beribu nelangsa."
______________________________________Tak pernah terpikir oleh Afra akan memutuskan hal yang demikian besar dalam waktu singkat hingga mengguncang jiwa yang selama ini telah mencoba berdamai dengan keadaan.
Menjaga agar tidak merasakan kembali yang namanya sakit dan kecewa, menjaga agar tidak lagi menanggung malu dan amarah. Menjaga satu bentuk dalam dirinya yaitu hati.
Hati Afra kian muram, ia bahkan tak pernah menyangka jika menjauhi Satriya rasanya akan sekosong ini. Berkali mencoba dengan berbagai kesibukan, tetapi berakhir dengan hampa.
Satriya memang selama ini tidak pernah berkomunikasi secara intens dengan Afra baik melalui chat pribadi ataupun sosial media. Satriya pun tidak pernah mengajaknya jalan-jalan seperti kebanyakan seorang pria yang telah menyatakan perasaannya. Semua terjadi seperti alami.
Tidak seharusnya Afra merasa kehilangan. Bahkan ini yang ia inginkan. Kesepian membuat jiwanya dingin hingga menyebabkan tubuhnya menggigil. Didalam kamarnya yang gelap ia memeluk tubuhnya sendiri.
Berbagai macam ingatan kembali terekam dalam memorinya, kepingan-kepingan masa lalu kembali menyatu. Afra mulai terisak menangisi dirinya sendiri.
Masa lalu takkan selamanya mudah terlupakan begitu saja, mereka yang menyayangi Afra akan terus memberikan dukungan agar Afra bangkit. Maka kembali seperti malam ini juga ia menyembunyikan air matanya lagi.
***
Afra pov.
Tok tok.
Lamunanku membuyar saat terdengar pintu kamar diketuk kak Alma.
"Dek ayo makan malam dulu udah ditungguin bapak."
"Iya kak sebentar aku kebawah."
Aku menuju kamar mandi dan mencuci muka untuk menghapus jejak air mata. Sejenak mengambil nafas dalam-dalam untuk menenangkan pikiranku.
Aku mengikuti kak Alma yang berada didepan terlebih dahulu menuruni tangga. Aku menghiasi wajah dengan senyum termanis untuk menghilangkan aura negatif yang sejak beberapa hari mulai mempengaruhi hatiku.
"Ayo kita berdoa dulu." Kata bapak setelah kami bertiga duduk mengelilingi meja makan.
Kak Alma mengisi piring kami dengan nasi dan pelengkapnya. Menunggu kak Alma selesai aku mengerjapkan mata berkali-kali dan melebarkan senyuman untuk membangun mood.
"Beberapa Minggu belakangan kakak lihat kamu jarang ngumpul sama Arga dan Vika."
"Iya kak capek kerjaan banyak."
"Oh.. kalian nggak berantem kan?"
"Enggak lah kak emang kami anak kecil?" Tawaku menyadari obrolan yang nggak penting, tapi aku senang karena itu artinya kakakku masih dan selalu perhatian padaku.
"Kalau ada waktu jalan-jalan lah sama teman kamu dek, jangan dirumah terus." Kata bapak.
"Iih.. bapak Afra dirumah mah seneng, bisa masak, bantuin bapak ngurus tanaman, bersih-bersih." Jawab Afra.
"Bapak nggak harus selalu kamu temani dirumah. Bapak juga masih ikut kegiatan sosial di komplek dan paguyuban. Jadi nggak usah menahan diri untuk bergaul. Adek kan masih muda juga butuh sosialisasi." Bapak mulai menasehati disela kegiatan makan.
"Yaah.. emang peraturan pak, butuh sosialisasi." Sela ku sambil tertawa.
Seperti biasa setelah makan malam kami mengobrol diruang tengah, bercengkrama menghabiskan waktu sambil menonton televisi. Tiba-tiba handphone kakak berbunyi.
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Satriya (Completed)
General FictionShafira Afra, M.Farklin, Apt "Dia pikir dia siapa bikin aturan ga jelas, suka pecat karyawan sesuka hati. Dasar pemimpin arogan." dr. Satriya Adna Syakeil, SpPD "Apa bedanya coba, nggak tau banyak tentang aku tapi dia berani menyimpulkan dengan peni...