Chapter 36

39.7K 2.3K 43
                                    

Kita memang bukanlah saudara
Karena darahmu tidak sama yang mengalir di tubuhku
Tapi kita adalah keluarga
Karena kamu akan selalu ada dalam setiap doaku

***

Tiga gunung semi aktif itu berderet memanjang setengah melingkari salah satu ceruk pantai. Sangat indah tetapi penuh misteri, aura mistis sangat kental terlebih diselimuti kabut tebal yang memperpendek jarak pandang.

Tubuh Ervika mendingin hingga menusuk tulang, sepanjang punggung dan keningnya berkeringat. Tapi kepalang basah sudah hampir sampai ujung gunung pantang baginya menyerah. Ia terus mengayuh MTB-nya sekeras ia mampu.

Sudah mengayuh jarak sejauh ini diketinggian 1100 mdpl, keringatnya tidak juga memanas tubuhnya masih saja merasakan dingin membuat nafasnya semakin memendek. Berkali ia berhati-hati meniti track extrim yang benar-benar berlumut dan licin.

Sudut matanya mencari keberadaan kedua sahabatnya tetapi tidak juga ia melihatnya. Peluhnya semakin bercucuran diikuti detak jantung tak ber-irama. Satu bayangan didepannya ia yakini Arga disana, tapi dimana sepeda yang biasa ia gunakan?.

Laju sepedanya semakin mendekati​ bayangan, terlihat jelas seringai itu ternyata milik manusia kejam seorang Vino. Ervika goyah, sudut licin itu menggelincirkan ban sepedanya, tubuhnya terlempar jauh ke ceruk dibawahnya.

"Ahhh... Mama." Jerit Ervika tetapi tekanan udara pegunungan seperti membuat lubang telinganya mampat tak mendengar suaranya sendiri.

Byuuuur. Tubuhnya basah dan dingin didalam ceruk pantai, semakin berusaha ia ke permukaan semakin kuat pula tekanan dibawah menarik kakinya. Gelap. Air matanya mulai menetes lagi berbaur dengan air pantai dadanya sesak sampai memanggil kedua sahabatnya tak mampu ia lakukan.

"Allah apakah ini akhir cerita seorang Ervika?" Tanyanya berbisik didalam hati.

Cahaya​ putih itu muncul menerangi permukaan memberikan sedikit harapan Ervika untuk kembali berenang. Setiap kepalanya berhasil mencapai permukaan ia berusaha memanggil kedua sahabatnya.

Telinganya menangkap suara sahabatnya, memanggil dan menggapai tangannya. Saat tangan itu menyalurkan rasa hangat ditelapaknya kesadaran membawanya ke alam nyata.

Menghirup nafas dalam-dalam dan mengeluarkan melalui mulut secara hampir bersamaan membuat dia benar-benar terlihat seperti seseorang yang habis tenggelam.

Ervika kembali meraung mendekap tubuh Afra, ketakutan dan putus asa itu ia luapkan melalui tangisan. Afra ngilu melihat sahabatnya seperti itu.

"Ra please jangan tinggalin gue. Gue takut Ra."

"Ya Ka, gue disini nggak ninggalin lo." Kata Afra.

"Masih malem, lo tidur lagi ya." Bujuk Afra dengan membaringkan kembali Ervika. Ia menyeka dahi Vika yang penuh keringat. Sambil mengucap istighfar Afra menahan tangisnya. Sekacau ini sahabatnya.

***

Dua pagi yang masih digelayuti muram dan kesedihan. Ervika​ belum bangkit dari trauma, luka sobek dikeningnya belum juga mengering. Dia sangat memilih siapa saja yang boleh menemuinya.

Ervika rapuh sekarang, yang menjadi kecemasan bagi Afra adalah emosi Vika yang masih naik turun karena pedih diperlakukan secara tidak hormat oleh Vino yang telah ia tolak sejak awal.

Hanya ada Afra dan Arga yang bergantian menemani Ervika. Keluarga Arga dan Afra juga sudah mengunjunginya, tetapi Ervika belum bisa banyak berkomunikasi.

dr. Satriya (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang