"Dan hebohnya lagi dia merengek-rengek sama dokter Satriya minta dibeliin tiket jalan-jalan ke Singapura." Kata Eva salah satu karyawan rumah sakit Satriya.
"Iyuh.. receh banget ya saking nggak mampunya sampai ngemis gitu."
"Masak sih, kayaknya dia anak baik.. pendiam dan anaknya rajin." Kata yang lain.
"Pendiam itu strategi biar dia dicap orang baik. Nyatanya tuh aku baca artikelnya biasa aja tapi kenapa bisa menang coba?"
"Mungkin dia minta ke dokter Satriya untuk menangin lomba kali." Kata seseorang yang diikuti tawa yang membahana.
"Secara Afra tuh kan anak baru tapi ga tau diri banget ternyata?"
Sepasang mata berkilat amarah mendekati sekerumunan pegawai itu, lagi-lagi Eva ada disana, batinnya.
"Ehm." Satriya berdehem membuat mereka terbelalak.
"Cukup kalian membicarakan Shafira, bahkan kalian tidak mengenalnya. Asal kalian tau, bukan Shafira yang mengemis pada saya tapi saya yang memintanya untuk menikah tapi Shafira menolaknya." Tegas Satriya dengan penekanan.
"Maafkan saya dok..."
"Ucapkan maaf itu pada Shafira, dia yang kalian gunjingkan." Bentak Satriya memotong ucapan Eva.
Diujung sana seorang gadis dengan lutut gemetar menyaksikan perdebatan itu yang sedang membicarakan dirinya, air mata menggenang memenuhi setiap ruang dikelopaknya.
Ya sejak awal gunjingan mereka ia sudah mendengarnya hingga berakhir dengan kemarahan Satriya, tetapi saking terkejutnya ia tak mampu berkata.
Sampai saat tas bekal makan siangnya terjatuh membuat sekerumunan orang yang sedang berdebat melihatnya. Melihat Afra yang gemetar menahan tangis dengan tangan membungkam mulutnya.
Waktu seperti berhenti berputar, nafas Afra semakin tersengal penuh sesak dengan nyeri yang tidak berdarah. Ia sakit.
Sadar menjadi perhatian Afra segera membungkuk mengambil bekalnya dan berlari menuju ruang farmasi rawat inap.
"Kalian lihat, kalian semakin menyulitkan saya untuk meyakinkan Shafira menerima permintaan saya." Dengus Satriya setelah kepergian Afra.
"Kamu Eva, setelah makan siang keruangan saya dan siapkan surat pengunduran diri." Lanjut Satriya.
Para penggunjing itu kikuk dengan rasa bersalah dan saling berpandangan merasa ngeri dengan nasib mereka selanjutnya.
Pengunduran diri ataupun pemecatan dengan tidak hormat adalah hal yang paling dihindari mereka. Karena berbagai fasilitas, tunjangan kesejahteraan, ataupun pendapatan yang didapat dirumah sakit ini belum tentu bisa mereka dapatkan dirumah sakit lain.
***
Afra duduk lemas di kursi kerjanya, sejenak mengerjapkan mata menahan tangis. Setidaknya tidak sekarang saat ditempat kerja, bagaimanapun juga ini jam kerja ia harus profesional.
Afra segera menyiapkan form pemantauan terapi obat untuk pasien rawat inap. Ia segera memberikan label identitas pasien dan mengisi formulir tersebut sesuai dengan advice dokter.
Selesai melakukan analisa, Afra mengambil nafas dalam-dalam. Mengumpulkan semangat untuk melakukan visite pasien.
Lagi-lagi Afra harus mendengar namanya menjadi bahan gosip diantara pegawai lain, ia berusaha tegar menahan malu. Tapi saat ia mendengar dirinya dikaitkan dengan pengunduran diri Eva, rasa malu itu berubah menjadi kecemasan.
Afra cemas, insiden pemecatan seorang pegawai dihari pertama Afra bekerja kembali masuk dalam ingatannya. Ia mencoba berfikir keras menyatukan satu kejadian dengan kejadian yang lain sejak ia bekerja di rumah sakit ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Satriya (Completed)
Ficción GeneralShafira Afra, M.Farklin, Apt "Dia pikir dia siapa bikin aturan ga jelas, suka pecat karyawan sesuka hati. Dasar pemimpin arogan." dr. Satriya Adna Syakeil, SpPD "Apa bedanya coba, nggak tau banyak tentang aku tapi dia berani menyimpulkan dengan peni...