Seperti seorang penjaga barang antik yang rapuh, Satriya menggenggam jemari Afra dengan segenap rasa untuk melindungi. Melangkah dengan lebar memburu lorong rumah sakit.
Sepanjang lorong terang karena cahaya lampu. Angin malam mulai menerpa wajah mereka. Satriya menuntun Afra mengarah pada ruang isolasi non infeksius. Tidak ada orang yang hilir mudik. Sunyi.
Jantung yang berdebar semakin kencang membuat nafas semakin berat, bersahutan antara langkah yang tergesa dan kecemasan dihatinya. Bertanya pada Satriya pun tak akan ada jawaban. Afra hanya mendengar bisikan menenangkan ditelinganya, dan bahunya yang dipeluk Satriya.
Dari ujung koridor rumah sakit beberapa petugas berseragam cokelat lengkap dengan atribut, membuat Afra semakin lemas. Seorang petugas yang mengenakan jaket kulit hitam menghampiri Satriya.
Dari dalam kamar terdengar jeritan yang meraung, membuat siapapun pilu mendengarnya. Disela raungannya ada isak tangis, suara isakan yang sangat Afra kenal. Keringat mulai membasahi keningnya.
"Istri saya Shafira Afra, orang terdekatnya Komandan." Ucap Satriya dengan suara berat.
"Baik dokter." Kata Komandan dengan nama Firmansyah tercetak di id cart-nya. Beliau menatap sekilas pada Afra, "Silahkan masuk pelan saja Bu. Ada dokter dan suster yang mengawasinya didalam."
Afra berjalan mendekati pintu, langkahnya terhenti saat pintu kaca itu memberikan pemandangan yang memilukan. Sahabat sejatinya tak berdaya dengan kedua tangan dan kaki yang terikat dengan bandage.
Gadis manis yang biasanya ceria dan pemberani itu berubah menjadi seorang Ervika yang tak bernyali dan kesakitan. Ya.. dia Ervika. Luka lebam dan sobek hampir disekujur tubuhnya.
Matanya sembab, wajahnya basah oleh air mata. Raungan keras yang tadi Afra dengar berubah dengan gumaman. Berulang kali ia memanggil mama dan papanya, lalu berubah menjadi nama Afra dan Arga.
Kaki Afra melemas untuk mendekat, ia menggenggam tangan Satriya lebih kuat. "Kenapa Vika bang?" Suaranya bergetar hampir seperti tercekat.
"Seseorang menyerangnya di apotek, penjual asongan yang menolongnya." Bisik Satriya tepat ditelinga Afra.
"Apakah kekerasan dan pelecehan?" Afra semakin tak sanggup mengeluarkan suara.
"Dilihat dari sikapnya yang ketakutan kepada semua pria, sepertinya dia mengalami keduanya. Dia trauma berat. Tim sedang melakukan pemeriksaan dan kami menunggu hasilnya." Jelas Komandan Firmansyah dari belakang mereka. "Usahakan untuk membuatnya nyaman terlebih dahulu."
"Kamu bisa sayang? Ervika membutuhkanmu. Sejak diberikan pertolongan dia selalu memanggilmu dan Arga."
"Arga dan orang tua Vika, gimana bang?"
"Arga sedang dalam perjalanan dari kerjaan di Bogor, orang tuanya masih kami hubungi."
Afra mengambil nafas mengumpulkan tekad untuk menghadapi sahabatnya. Selain Yang Maha Memiliki Kehidupan, tidak ada yang tau apa yang telah dan akan terjadi. Afra membuka pintu kaca itu, membuat Ervika yang mulai tenang segera berusaha bangkit menghampiri Afra.
Dokter dan perawat yang menjaga sudah bersiap untuk menahan Ervika, tetapi Afra mengangguk memberikan isyarat kepada mereka bahwa sahabatnya akan baik saja.
Melihat luka dimata Ervika, Afra segera menghambur dan memeluknya. Bagai induk yang melindungi anaknya. Dengan bisikan lembut Afra berusaha menenangkan Ervika.
"Tenang Vika, gue disini... Ada gue Ka. Lo nggak perlu takut." Bujuk Afra.
"Dia baj***** Ra, dia breng***." Racaunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
dr. Satriya (Completed)
General FictionShafira Afra, M.Farklin, Apt "Dia pikir dia siapa bikin aturan ga jelas, suka pecat karyawan sesuka hati. Dasar pemimpin arogan." dr. Satriya Adna Syakeil, SpPD "Apa bedanya coba, nggak tau banyak tentang aku tapi dia berani menyimpulkan dengan peni...