10

6.4K 242 31
                                    

yanz_BCG ✭✭ Silver
August 2013

SEPULUH

(KILAS BALIK) di part sebelumnya, Nathan nyaris saja 'berhubungan' dan sudah melakukan 'suatu kemajuan' dalam hubungannya pada Dendy. Itu membuat Nathan sangat shock dan perang batin. Nathan belum siap menjadi gay, tapi tubuhnya berkata lain.

-NATHAN POV-

"Nak? Sarapan dulu.." bujuk mama yang duduk di meja makan bersama papa.

"Gak laper ma.." desisku malas sambil berlalu tapi mama malah mengejarku dan memaksaku duduk di sana dengan cara maraih bahuku kemudian mendorongnya.

"Makanlah walau sedikit.. Jangan biarkan perut kamu kosong. Kenapa sih akhir-akhir ini uring-uringan?"

Aku hanya diam, kuambil roti bakar selai kacang yang ada di atas meja dan menggigitnya malas-malasan. Entah kenapa nafsu makanku hilang akhir-akhir ini, aku juga susah tidur sampai kantung mataku yang hitam tampak jelas. Aku jadi seperti L di anime death note. Mama dan papa menatapku prihatin, saat mereka mengintrogasiku aku selalu marah. sifat kasarku dulu kembali sehingga mereka terpaksa hanya diam. Mereka mengirimkan Munif untukku beberapa kali, tapi aku tak pernah mau membuka kamar, kupasang headphone dengan volume maksimal sehingga tak mendengar ketukannya.

Sudah dua minggu aku tak menghiraukan Munif dan Dendy, mereka terus menelepon dan mengirimi pesan padaku tapi aku langsung ganti no telepon. Aku tak pernah lagi mampir ke cafe or rumah munif, aku gak tau gimana keadaannya sekarang. Sedangkan Dendy setiap hari ada walau aku tak pernah aku hiraukan or menatapnya, aku pindah tempat duduk dan mendekatkan diri dengan Bagas dan Anto sehingga Dendy yang berusaha mendekatiku tak mampu berkutik. Dua temanku itu pasti membullynya jika mendekat. Dendy yang duduk di meja no dua di depan sering menengokku di bangku paling belakang walaupun aku selalu sok sibuk, sok serius dan sok nulis. Padahal satu pun pelajaran gak bisa aku tampung.

Istirahat aku habiskan dengan dua sahabatku itu, aku tak mau membiarkan waktuku kosong, di depan banyak orang aku selalu sok sibuk. Kalau gak nongkrong di kantin ya main basket di lapangan, tetap tertawa-tawa riang seperti tak terjadi apa-apa. Di pinggir lapangan Dendy hanya mampu menonton dengan wajah murung. Tapi cuma seminggu Dendy bertahan, seminggu berikutnya dia mengacuhkanku. Dia tak lagi terlihat membuntutiku ataupun menoleh ke arahku. Dia sering menyendiri dan terlihat serius dengan buku-bukunya. Kalau di luar mungkin aku bisa akting ceria karena rame dan banyak yang bisa mengalihkan perhatianku. Tapi jika aku di rumah, sendirian hatiku rasanya meradang, rasanya jiwaku menjerit, jiwa lain ingin menerobos belenggu yang membuatnya terkekang. Aku pun tau itu jika aku.. Merindukan mereka. Tapi aku tidak boleh memanjakan hasratku, membiarkan keinginanku itu sama saja aku hidup mengalir tanpa tujuan. Aku harus mengontrol keras keinginanku, apa yang aku harapkan dari mereka?

Oh Tuhan.. Kenapa aku harus jatuh cinta sedalam ini kepada dua orang... Cowok pula.. Ini sungguh memberatkanku.. Ini tidak boleh terjadi. Aku cowok sejati kan sejauh ini? Aku normal, I know it.. Aku harus tetap menjadi normal... Buuuk!! Aku yang tadi niatnya mengoper bola basket tanpa sengaja mengenai seseorang, orang-orang bergerombol melihat seseorang yang terjatuh di lorong itu.

"Than.. Ambil bolanya gih.." perintah Anto

"Gak ah.. Kan lu yang gak nangkep bolanya waktu gue lempar.." elakku.

"Yaelah bro.. Tetep aja yang lempar lu.."

"Bawel.." desisku yang sudah lelah berdebat, aku mengambil bola di dekat kaki orang yang terjatuh itu dan saat aku mendongak.. Deg..

"Dendy.." desisku.

Kami saling tatap beberapa detik, Dendy memegangi hidungnya yang berdarah. Rupanya aku melukainya. Tanganku bergetar, haruskah aku memeluknya dan segera membawanya ke UKS tapi.. Dendy langsung bangkit dan berlari menjauhiku.

Aku hanya diam terpaku.. Sakit.. Entah mengapa dadaku sangat sakit dijauhi seperti ini? Dendy apa kau tau aku sangat merindukanmu? Aku mengelak perasaanku ini hanya berusaha membuat keadaan agar tak menjadi rumit. Bayangkan, bagaimana masa depanku jika aku menjalani kehidupan sebagai gay? Aku akan menyakiti banyak hati, terutama orang tuaku.

Kembali aku menjalani hidupku semakin uring-uringan, rambut acak-acakan, muka pucat dan pelajaran tak bisa masuk. Aku sangat terpukul melihat nilai-nilaiku yang anjlok. Benar kan ramalanku, kalau cinta itu adalah cara cepat untuk merusak diri. Tapi benar pula kata Munif, suatu saat cinta itu datang sendiri tanpa aku undang. Tuhan, aku sangat kacau, gelisah dan kebingungan. Saat aku berada di kamar, menenggelamkan kepalaku dalam bantal tiba-tiba ada yang mengusap bahuku.

Aku tersentak.. "Ma.." desisku saat melihat mama berada di sampingku dengan senyuman lebar.

"Ayo.. Coba jelasin ke mama apa sih yang terjadi pada anak manis mama ini?" tanya mama seraya menariki ke dua pipiku.

Aku memperbaiki dudukku, kuletakkan bantal di asuhanku, aku menghela nafas sebelum menjawabnya, "Ma.. Umm aku bingung. Aku punya dua gebetan, tapi aku gak mau cinta mereka walau kenyataannya aku cinta mereka. Dan aku... Gak bisa memilih.." desisku lesu.

Mama terlihat takjub dan menangkup kedua pipiku, "Anak mama sudah besar rupanya.. Mulai tumbuh benih-benih cinta.. Chiee.."

Aku cuma memanyunkan bibirku saat mama mengejekku, "Maa.." lirihku kesal.

Mama mengusap kepalaku dan tersenyum, "Tell me about us.."

Aku langsung gemeteran, gak mungkin kan aku menceritakan siapa mereka umm aku pun mulai bersuara, "Yang pertama itu menyebalkan, dia suka sekali mencari gara-gara dan berulah tapi disisi lain dia menyenangkan, dia juga flexible... Bisa jadi kaya apa aja, orang yang kadang sinis, kadang ceria, kadang nakal.. Unpredictable gitu lah.."

"Waw.. Pantas saja dia membuatmu seperti orang gila.." mama mencolek hidungku, aku membuang muka, "Kalau yang satunya?"

"Baik, menyenangkan walaupun awalnya sangat dingin tapi lama kelamaan melunak dan memperlihatkan sisi hangatnya.. Nyaman sih, terlalu baik malah.."

"Umm.. Terdengar membosankan, tapi sepertinya tepat untuk seseorang yang bisa mempertanggung jawabkan hatimu."

"Lalu bagaimana ma?"

"Umm pilihan yang berat... Menurut mama jangan mencari yang terbaik, tapi carilah yang membuatmu merasa jadi yang terbaik, berharga dan berarti."

"Wah kata-kata yang sangat dalam.. Sayangnya aku belum punya keputusan.." ucapku lesu.

"Jalani saja bersama keduanya, syaratnya sih jangan sampai ketahuan."

"Bagaimana bisa menjalani hubungan yang tak tau mau dibawa kemana?"

"Kau muda nak.. Have fun.. Jangan terlalu menahan jiwa mudamu.. Lepaskan cinta itu dan jalani, yang penting hadapi yang ada di depanmu jangan melarikan diri. Ok?"

"Tapi ma, mereka itu..." Kata-kataku terpotong saat mama menepuk punggung tanganku dengan lembut,

"Kau punya hak untuk bahagia nak..."

"Thanks ma.." Terdengar seperti nasehat untuk orang yang putus asa, tapi aku memang putus asa.

Aku menghela nafas lega, terasa lebih ringan.. Aku tersenyum lebar dan memeluk erat mamaku. Apakah dia akan tetap menyemangatiku begitu kalau tau apa yang terjadi sesungguhnya? Entahlah.. Yang pasti, hati mantab sudah. Aku akan jalani bersama mereka dan seleksi siapa yang harus kupilih.

BERSAMBUNG

Bakso NANO NANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang