Rush menarik pinggang Rose setelah keluar dari kabin pesawat. Banyak mata laki-laki yang menatap Rose liar. Rush sedikit mengeram karena perempuan di sampingnya mengenakan dress selutut berwarna putih polos yang terlihat menempel pas di tubuhnya. Pemuda itu bahkan tidak mengacuhkan mata elang Kenzo yang menatapnya tajam. Rush dengan wajah datar memeluk erat pinggang Rose yang mengeluh tidak nyaman di pelukannya.
"Rush," ucap Rose mendongakkan kepala menatap Rush dari samping.
"Lepas." gumam Rose tidak nyaman sembari memegang lengan Rush yang ada di pinggangnya.
"Hm." Rush bergumam tidak peduli, bahkan semakin menarik Rose agar merapat padanya. Tidak menyadari jika tindakannya membuat mata Kenzo semakin menggelap. Jika saja Angel tidak ada di sampingnya dan mengusap lengannya, Kenzo sudah pasti kembali membuat Rush babak belur. Masuk rumah sakit jika perlu.
"Rush." rengek Rose sembari meremas lengan Rush yang melingkar di pinggangnya.
Mereka memasuki Limousine hitam milik keluarga Alterio. Limousine itu melaju di jalanan Manchester menuju mansion milik Kenzo yang berada di pinggiran kota. Rose berlari kecil memasuki mansion setelah Limousine itu berhenti di depan pintu utama.
"Bibi Berry!" seru Rose gembira kemudian memeluk erat wanita paruh baya yang menjadi kepala pelayan.
"Rose kangen bibi,"
Wanita paruh baya itu hanya tersenyum kecil dan membalas pelukan erat anak majikannya. Rush mengepalkan tangan saat melihat dress yang Rose kenakan tertarik ke atas menampakkan kulit putih gadis itu.
Rush mengumpat ketika Rose mengikat asal rambutnya hingga leher putihnya terpampang jelas.
***
Rose menggigit bibirnya saat merasakan tangan besar menyentuh pahanya di balik meja makan. Matanya melirik seseorang yang ada di sampingnya kemudian dia berusaha menyingkirkan tangan besar itu. Bukannya memindahkan tangannya, Rush malah mencengkeram paha gadis di sampingnya supaya berhenti mencoba memindahkan tangannya.
"Rush," gumam Rose pelan sembari menarik tangan Rush.
Gadis itu bergerak tidak nyaman di tempat duduknya saat tangan Rush mengusap pahanya. Rose bahkan mencengkeram ujung kaos Rush saat tangan pemuda itu menyelinap dibalik rok yang dia kenakan.
"Rose kamu sakit?" pertanyaan dari Angel membuat Rose membuka mulutnya dengan pipi memerah.
"Kamu tidak memakan makananmu, dan wajahmu memerah. Apakah udara di sini terlalu dingin untuk mu?" tanya Angel saat Rose tidak juga menjawab pertanyaannya.
"Ti...Tidak ma, Rose hanya tidak sabar ingin bertemu kak Erick." ucap Rose sedikit tergagap. Gadis itu harus memutar otak mencari alasan agar Angel tidak curiga.
Angel mengangguk sebelum mengembalikan fokus pada suaminya. Mereka terlibat pembicaraan yang serius hingga tidak menyadari jika putrinya tidak dalam keadaan yang baik-baik saja.
"Rush," gumam Rose pelan sembari mencubit lengan Rush sehingga pemuda itu meringis.
"Damn!" umpat Rush saat merasakan perih di lengannya.
"Rush kamu mengumpat?" tanya Rose pelan. Umpatan Rush terdengar kasar di telinganya yang sebenarnya tidak pernah mendengar umpatan kecuali saat ayahnya benar-benar dalam batasnya. Pria itu bisa mengumpat dalam berbagai bahasa.
Rush baru akan membuka mulut saat Kenzo dengan nada otoriter memanggil namanya.
"Rush!" Rush mendongakkan kepala dan melihat Kenzo dengan mata yang menyorot datar. Tidak! Dia tidak akan menunjukkan kelemahannya lagi kepada Kenzo.
"Besok kami akan mengunjungi Erick, jaga Rose selama kami di luar. Jangan biarkan gadis kecil yang nakal ini keluar dari rumah."
Mendengar ucapan Kenzo, sontak Rose memberikan tatapan tidak terima. Gadis itu mengembungkan pipinya yang masih penuh dengan potongan steak dari piringnya.
"Papa, Rose juga mau bertemu dengan kak Erick. Kenapa papa malah menitipkan Rose pada Rush. Rose kan sudah besar." kata Rose setelah berhasil menelan makanannya.
"Papa akan membawa Erick kesini jika kamu menginginkannya." ucap Kenzo kemudian berdiri dan mengecup puncak kepala Rose sebelum berjalan menuju kamar bersama Angel.
"Papa tapi kenapa harus bersama Rush?" suara Rose semakin menghilang karena nafas seseorang yang berembus di lehernya. Terasa panas.
"Tenang saja Rose." Rush memalingkan wajah Rose agar menatapnya. Ibu jarinya mengusap seringan bulu bibir bawah Rose.
"Aku akan menjagamu." Rush menampakkan seringai hingga Rose menggigil takut.
***
Rose merapatkan mantel yang membungkus tubuhnya. Udara sejuk Manchester di bulan April membuat Rose sedikit menggigil. Gadis itu melirik Rush yang dengan datar berjalan di sampingnya. Pemuda itu mengenakan kaos hitam yang di lapisi jaket kulit hitam pula. Celananya pun hitam, semua serba hitam kecuali matanya yang berwarna biru cerah. Rose mengeryit saat mengingat jika Rush adalah bodyguard-nya seperti yang ayahnya katakan. Dibanding menjadi bodyguard yang gajinya tidak seberapa, Rush lebih cocok menjadi seorang model dengan tatapan tajam, hidung mancung, bibir merah tipisnya dan jangan lupakan rahangnya yang kokoh. Pikir Rose.
"Kenapa?" tanya Rush segera menarik pinggul Rose saat gadis itu berjalan tak tentu arah sambil mengamatinya.
"Eh?" Rose menghentikan langkahnya, kemudian menarik lengan Rush saat pemuda itu tetap melanjutkan langkahnya.
"Kenapa kamu mau jadi bodyguard Rose?" tanya Rose sembari memiringkan kepalanya. Gadis itu menatap Rush penuh minat saat melihat Rush akan membuka mulut menjawabnya. Tetapi Rush tetaplah Rush, dia tidak akan semudah itu menjawab pertanyaan Rose. Pemuda itu menundukkan kepalanya dan mengecup sudut bibir Rose kemudian menarik pinggang gadis itu agar berjalan mengikutinya di Albert Hill St.
Albert Hill St. berada di jantung kota Manchester adalah jalan favorit yang telah dikenal oleh seluruh pengunjung wisatawan lokal, Eropa, dan juga wisatawan internasional lainnya. Suasana santai di lingkungan Albert Road inilah yang terbilang unik dan penuh kharisma. Albert Road dikelilingi dengan bangunan gedung-gedung bersejarah nan megah, bergaya arsitektur Neo Gothic dan juga berbaur dengan deretan kafe, restoran, luxury beauty salon, dan deretan butik.
"Duduk." ucap Rush ketika dia telah menarik kursi untuk Rose di salah satu kafe yang ada di Albert Hill St.
"Kenapa kita ke sini?"
"Hm." Rush tidak mengacuhkan Rose, pemuda itu lantas memesan satu gelas espresso dan satu gelas cokelat panas.
"Rush!" panggil Rose sebal. Gadis itu menggoyangkan lengan Rush yang ada di atas meja.
"Rose kan ingin pergi belanja, kenapa kita ke sini?" tanya Rose nyaris berteriak. Gadis itu bahkan mengabaikan saat Rush menatapnya tajam. Rose berdiri dan berjalan keluar kafe dengan kaki menghentak kesal.
"Akh..." Rose berteriak saat seseorang menarik lengannya kasar dan menyudutkannya ke dinding salah satu bangunan. Matanya terpejam erat saat nafas hangat berhembus di depan wajahnya.
"Buka mata."
Rose membuka kelopak matanya hingga menampakkan iris biru safirnya yang langsung menatap mata biru cerah yang menyorot tajam ke arahnya.
"A...apa?"
"Apa aku harus menghukum mu, Sugar?" suara Rush terdengar dingin saat pemuda itu mendekatkan wajahnya.
TBC
SORRY FOR TYPO
175++ VOTE FOR NEXT UPDATE
KAMU SEDANG MEMBACA
Rush
Teen Fiction[Break] Back in June Pernahkah kalian mendengar istilah "girl-sitter" sebelumnya? Jika biasanya kalian mendengar istilah babysitter, dengan seorang anak kecil atau bayi yang menjadi anak asuhnya, maka kali ini muncul istilah "girl-sitter". Yup, kali...