Nineteen

16K 1.4K 107
                                    

699+ vote (pengennya 1001 vote ya gak?)
69+ komen (aslinya 111 komen kan)
Mantips naik lagi.

Rose bergelung nyaman di dada bidang Rush, tertidur lelap dalam gendongan lengan kokoh pemuda itu. Rush menundukkan kepalanya guna melihat wajah lelap Rose. Gadis itu terlihat bergumam tidak jelas dalam tidurnya.

Rush menghela nafas, setelah beberapa jam Rose menangis di pelukannya akhirnya gadis itu berhenti menangis dan tertidur. Entah karena Rose yang kelelahan setelah menangis atau memang pelukan seorang Rush yang terlalu nyaman.

"Rose kenapa?" tanya suara berat yang dingin terdengar menusuk telinga Rush.

Pemuda itu menoleh kemudian memutar bola matanya malas.

"Tidur." jawab Rush pendek sembari menaiki anak tangga menuju lantai dua. Entahlah Rush begitu malas berurusan dengan pria dingin seperti Erick.

Pria itu entah bagaimana caranya selalu membawa aura mengancam di pundaknya. Dan Rush secara sadar malas berhadapan dengan Erick. Pria es. Ice man seperti judul film lama. Erick mengikuti pergerakan Rush dengan mata tajamnya, kemudian berjalan kembali ke dapur. Membuatkan segelas susu untuk Shaila.

"Enghh..." gumam Rose saat tubuhnya dibaringkan di atas ranjang.

Gadis itu mengeliat lemah berusaha menyamankan diri di atas kasurnya. Rose memiringkan tubuhnya sebelum kembali terlelap ke dalam mimpi. Melanjutkan mimpi indahnya yang sempat tertunda.

Rose menatap hamparan taman bunga mawar kesukaannya. Taman itu indah. Dengan bunga mawar berbagai jenis dengan warna yang berbeda. Gadis itu berlari kecil mengejar seekor kupu-kupu yang terbang di depannya.

Kupu-kupu itu cantik dengan sayap berwarna merah muda pudar bergradasi dengan warna putih.

Rose berhenti berlari setelah kupu-kupu itu hinggap di punggung tangan seseorang. Gadis itu mendongak, menatap pria di depannya dengan mata membelalak. Pria itu lagi.

"Bertemu denganmu lagi gadis kecil," ucap pria itu dengan seringai di sudut bibirnya.

Rose menggelengkan kepala, tiba-tiba kepalanya seperti dihantam beban berton-ton. Pandangannya mengabur karena air mata. Tangan Rose juga mengepal erat, menahan rasa takutnya.

"Ka...kamu," ucap Rose dengan terbata.
Gadis itu memundurkan langkahnya, mengabaikan kakinya yang menginjak rumput liar di bawahnya. Tidak sadar jika dia tidak mengenakan alas kaki. Telapak kakinya berdarah.

"Mama," ucap Rose pelan.

Pria besar itu terkekeh kejam. Matanya memincing tajam melihat Rose dengan seringai iblis di bibirnya. Langkahnya maju perlahan mengintimidasi Rose. Bekas luka di lengannya yang besar semakin terlihat mengerikan saat langit yang tiba-tiba berubah gelap.

"Rose," suara berat itu membuat Rose mendongakkan kepalanya. Matanya menangkap bayangan seseorang di belakang tubuh besar pria itu.

Rush.

"Rush," gumam Rose lirih. Seolah mendapat kekuatan, gadis itu bangkut berdiri dan berlari mendekati Rush. Mengabaikan tatapan tajam pria besar yang menghunus punggungnya.

"Rush, Rose takut."

Rose memeluk erat Rush yang berdiri kaku di depannya. Kemudian pemuda itu membalas pelukan Rose sama eratnya sebelum menarik gadis itu untuk berlindung di belakangnya.

"Rush, jangan." ucap Rose sesaat sebelum Rush berjalan menuju pria mengerikan itu.

"Rush," panggil Rose berusaha menghentikan langkah Rush.

RushTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang