"Kita putus." ucap Rama dingin.
Butuh waktu sekitar 10 detik bagiku untuk mencerna kata-kata Rama. K-I-T-A-P-U-T-U-S. Aku sedikit kesulitan mengartikan kesembilan huruf tersebut. Dahiku mengerut keras. Mungkin Rama melihat wajahku yang dipenuhi kerutan kebingungan.
"Hhhh...." terdengar olehku Rama menghela nafas panjang. "Lebih baik kita break dulu."
Rama menjelaskan padaku lebih jelas kali ini. Aku pun akhirnya menangkap apa yang dimaksud Rama. Kita putus. Hubungan kita berakhir. Itu yang ia mau.
"Tapi... Kenapa?" tanyaku.
Rama membuang wajahnya. Ia menengok ke arah kerumunan orang-orang yang memadati kafe tempat kita mengobrol saat ini. Sejurus kemudian barulah ia kembali menatapku.
"Aku ingin kita introspeksi diri kita masing-masing."
"Tapi kita bisa bicarakan ini sama-sama. Apa yang kamu tidak suka dari aku, kamu bisa katakan itu. Kita sudah komit dari awal untuk saling jujur satu sama lain kan?" tanyaku sambil meraih tangan Rama di atas meja lalu menggengamnya.
Merasa tangannya aku pegang, Rama buru-buru menariknya kembali.
"Aku pikir kita perlu waktu untuk memikirkan apa sudah kita perbuat satu sama lain."
"Aku nggak mengerti apa maksudmu. Apa yang sudah aku lakukan? Kamu nggak bisa memutuskan hubungan kita tanpa kejelasan seperti ini, Rama.." kataku dengan nada yang agak sedikit tinggi.
Mata Rama kembali melirik ke sekitar kami. Orang-orang masih asyik dengan urusan mereka sendiri tanpa mempedulikan kami.
"Jangan keras-keras, Bunga. Mereka nanti dengar." ucap Rama setengah berbisik kepadaku.
"Mereka tidak dengar. Katakan padaku. Apa salahku?" aku semakin meninggikan nada bicaraku. Beberapa orang mulai menoleh ke arah kami yang duduk di pojok ruangan kafe. Semakin banyak orang yang melihat, Rama semakin panik. Raut mukanya terlihat bingung.
"Tolong Bunga.. Kecilkan suaramu."
"Makanya kamu harus beri tahu aku!"
Kali ini giliran pramusaji yang berdiri di meja samping yang menoleh ke arah kami.
"Baik.. Baik... Kalau itu yang kamu mau." Rama menghela nafas kembali. "Aku perlu sedikit kebebasan."
Kedua alisku terangkat tanda masih belum paham.
"Aku butuh waktu untuk diriku sendiri, untuk keluargaku, dan teman-temanku. Aku rasa semenjak aku bersamamu, aku selalu menghabiskan banyak waktu bersamamu. Kamu terlalu... Maaf, manja."
Pipiku langsung cemberut mendengar kata-kata Rama itu.
"Maaf.. Tapi tolong mengerti aku. Aku juga butuh kebebasan. Aku tidak mau waktuku habis hanya untukmu. Kau tahu sendiri sebentar lagi kita akan melalui Ujian Nasional. Aku juga mau belajar tanpa ada gangguan. Orang tuaku menyuruhku untuk masuk universitas ternama. Jadi.. maafkan aku. Aku mau hubungan kita ini berakhir dulu."
Aku mulai mendengus kesal. Alasan Rama tidak masuk akal bagiku. Aku tak dapat menerima alasan seperti itu. Terlalu cheesy dan mudah ditebak. Putus karena ingin fokus sekolah, belajar? Huh, mainstream! Aku rasa ia hanya mencari-cari alasan saja.
"Jadi menurutmu aku ini penghalang belajarmu?"
"Maksudku, aku ingin lebih fokus."
"Kamu bukan mau belajar kan? Tapi mau main-main sama Gio dan Andre?" tuduhku.
Satu per satu pengunjung kafe mulai menoleh ke arah kami. Mereka nampak antusias dengan pertengakaran kami. Mungkin ada dari mereka yang diam-diam merekam pembicaraan kami dan mengunggahnya ke media sosial ditambah caption alay: pasangan muda sedang bertengkar bla bla.
Persetanlah, aku tak peduli dengan mereka semua. Biar mereka terganggu oleh pembicaraanku dengan Rama atau mencari ketenaran dari kami berdua, aku tak ambil pusing.
Masalahku sekarang adalah bersama Rama. Ia telah berbohong dan aku bisa mencium bau kebohongannya itu. Yang aku tak terima ia menyalahkanku dan mengatakan bahwa aku ini manja. Mana mungkin aku manja?!
"Pelan-pelan sedikit, Bunga. Mereka mulai melihat kita." bisik Rama.
"Biar saja. Aku nggak peduli. Kamu jahat. Kamu sama saja seperti laki-laki lainnya! Egois! Nggak dewasa!" aku menarik kursi lalu bangkit berdiri dari tempat dudukku.
"Duduk dulu, Bunga. Jangan buat malu."
"Kamu yang seharusnya malu! Kamu lebih prioritaskan teman-temanmu untuk keluyuran nggak jelas seperti itu daripada aku. Oke, kalau kamu mau putus. Aku turuti maumu. Asal kamu jangan memohon-mohon untuk balikan denganku!"
Aku segera pergi meninggalkan Rama tanpa menoleh sedikit pun ke arahnya. Lelaki pengecut sepertinya memang harus diberi pelajaran sedikit. Pantas saja ia meminta bertemu di kafe ramai seperti ini. Ia pikir, dengan banyak orang aku takkan marah. Oh, dia salah besar. Aku malah semakin menjadi-jadi ketika memgetahui motifnya.
Biar saja dia mau putus denganku. Kita lihat saja nanti berapa lama ia tahan tanpa aku. Ia pasti akan menangis-nangis minta balikan lagi. Aku bisa pastikan itu.
❤ ❤ ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI KE AWAL [COMPLETED]
RomanceBunga mencoba move on setelah putus dengan Rama. Namun kemana pun ia melangkah, ada bayangan sang mantan di situ. - 14 Juni 2018 -