"Kawah Putih?" tanya Andre setengah terkejut.
Aku mengangguk mengiyakan. "Iya. Pasti keren kan?" tanyaku.
Gio melirik ke arahku. "Kau memilih tempat itu karena tempatnya yang bagus atau karena kau ingin mengenang tempat pertamamu bertemu dengan Bunga?" tanyanya dengan nada skeptis.
Alisku mengernyit. "Tentu karena tempat itu indah dan eksotis. Makanya aku mau mengambil gambar di sana untuk lomba ini."
"Rama, apa kau yakin sudah melupakan Bunga?" tanya Andre yang masih ragu-ragu.
"Iya." jawabku mantap. "Aku memiliki komitmen untuk itu."
"Seingatku terakhir kali kau berkomitmen untuk tidak membeli lensa kamera puluhan juta menggunakan uang orang tuamu. Namun kini kau mengingkari komitmenmu sendiri." kata Gio sambil menunjuk di atas bangkuku ada sebuah lensa kamera merk Nikon yang baru kubeli online dengan harga Rp 10.249.999,-.
"Tapi ini kan berbeda. Aku membutuhkannya sekarang. Lagipula ini diskon 30%. Menurut perhitungan Andre, ini cukup murah." kilahku.
Andre melirikku. "Tidak. Aku tidak pernah berkata seperti itu. Justru barang diskon itu perlu diwaspadai karena penjual sudah menaikkan harga barang lebih dulu." terangnya.
"Sudahlah. Lagian ini benda yang kubutuhkan untuk ikut lomba ini." kataku.
"Rama... Hadiah utamanya saja cuma 5 juta dan kamu sudah membeli kamera seharga 10 juta." kata Gio.
"Sepuluh juta dua ratus empat puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan." bisik Andre.
"Nah itu!" Gio membenarkan. "Apa kau tak merasa rugi?"
"Tidaklah. Kan aku pasti memakainya lagi."
Gio dan Andre saling pandang.
"Itu bukan masalah. Yang menjadi masalah sekarang, aku harus mencari spot-spot foto untuk ikut lomba."
"Ayolah mending kita pergi ke perpustakaan untuk mencari-cari inspirasi. Sekalian, kau harus mendaftar lomba itu kan?" ajak Gio.
"Kau benar juga. Ayolah!" ajakku.
Kami bertiga pun beranjak meninggalkan ruang kelas untuk pergi ke perpustakaan. Sebelum meninggalkan kelas, tak lupa aku memasukkan kembali lensa kamera baruku kembali ke dalam tas dan meletakkannya di dalam kolong meja. Jangan sampai aku ketahuan membawa kamera ke sekolah. Bisa-bisa aku terciduk oleh guru dan kameraku disita. Bisa panjang urusannya.
Kami bertiga masuk ke dalam ruang perpustakaan yang terletak tak jauh dari ruang kelasku. Gio dan Andre tak henti-hentinya menyandaiku. Aku tahu sebenarnya mereka sangat mendukungku, namun tingkah mereka yang sering membuatku malu.
"Aku rasa ini saatnya kau membuktikan dirimu." kata Gio.
"Benar. Tapi kalau menang nanti, kau harus traktir aku dan Gio." sambung Andre.
"Hahaha... Belum saja aku mendaftar." kataku sembari tertawa.
Kami bertiga masuk ke dalam ruang komputer yang ada di seberang ruang buku.
Setelah memilih salah satu komputer di sana, aku segera menyalakan layar monitor dan CPUnya. Setelah tiga menit, komputer menyala. Ini masih bagus cuma tiga menit, aku pernah menunggu proses menyala komputer sekolah bisa sampai 5 menit lebih, itu pun tidak langsung menyala, namun malah muncul blue screen di layar. Mungkin pihak sekolah sudah boleh mengganti komputer-komputernya yang butut.
Layar komputer menyala. Desktopnya terlihat sangat bersih. Cuma ada My Computer dan Recycle Bin. Hhmm... Pasti itu gara-gara teknisi komputer sekolah sudah memprogram komputer-komputer ini tidak bisa dicolok flashdisk. Karena selain alasan virus, pernah ada juga yang menginstall game Point Blank dan Counter Strike. Alhasil, kepala sekolah mengeluarkan ultimatum kerasnya. Lagipula, bodoh sekali orang yang menginstall game seperti itu di komputer sekolah. Dikiranya ini komputer warnet?
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI KE AWAL [COMPLETED]
RomanceBunga mencoba move on setelah putus dengan Rama. Namun kemana pun ia melangkah, ada bayangan sang mantan di situ. - 14 Juni 2018 -