Setiba dikamar, Naina buru - buru membanting pintu dan menguncinya dari dalam.
Sejak ia menemukan pensil tersebut, Naina jarang sekali membiarkan kamarnya tidak terkunci. Sehingga kadang menimbulkan tanya pada ketiga teman satu kontrakannya, yang biasanya leluasa keluar masuk kamar Naina.
Nai hanya menjawab jika dirinya lelah, dan seringkali ingin tidur lebih cepat. Selalu berkilah, apapun itu asal masuk akal dan dipercaya oleh mereka.Dengan napas terburu karena kesal dan lelah, akibat berlari dari pintu gerbang ke lantai dua dimana kamarnya berada, Naina buru-buru membuka tasnya, lalu mengambil kotak pensil dan membukanya. Diambilnya pensil terkutuk tersebut,
lalu melemparkannya ke dalam tempat sampah."Heh, siapapun kamu yang ada di dalam pensil itu, setan kah, manusia jejadiankah, manusia durhaka yang dikutuk ibunya jadi pensil kah, aku tak peduli! Aku tak ingin memilikimu dan sebaiknya, kau pergi dan jauhi aku!" Hardik Naina.
Entah hal tersebut bisa disebut di luar kewarasan atau tidak, Nai sama sekali tidak peduli! Yang jelas, Naina merasa memang ada yang tidak beres dengan pensil yang ditemukannya di depan gudang waktu itu.
Cahaya biru tiba-tiba keluar dari dalam pensil. Cahaya tersebut lama-lama memudar dan berganti menjadi sosok perempuan cantik sebayanya.
Ini bukan yang pertamakalinya Naina bertemu dengan perempuan itu, tapi sudah ketiga atau bahkan empat kalinya. Namun tetap saja, tak mengurangi rasa takut dalam dadanya setiap kali penampakan perempuan itu muncul dihadapannya.
"Naina, apa yang kau katakan? Aku sudah menjadi bagian dari dirimu, semenjak kau menemukanku beberapa waktu lalu ..." Gumam perempuan yang entah manusia sakti atau hantu bodoh itu sambil menatap Naina.
Nai mendesah, dadanya naik turun. Antara takut dan sebal, antara gelisah dan hampir tak percaya.
"Hello ...." Perempuan pensil melambaikan lima jarinya di depan mata Naina, membuat Nai tersentak kaget.
Perempuan itu dekat, sangat dekat dengannya. Wajahnya cantik, sangat cantik! Bermata sipit, dengan hidung yang kecil dan lancip menukik, bibirnya tipis, namun wajahnya teramat pucat.
Naina berdoa, doa apa saja dibacanya dalam hati. Ia tak mau berurusan dengan makhluk apapun selain manusis, ia tidak pernah membayangkan atau bahkan bercita-cita dapat bertemu dengan hal-hal gahib, meski sebenarnya hal-hal mistik seperti itu sudah akrab dengannya sejak ia kecil, sejak papa masih hidup. Tapi Nai tidak pernah menyangka, saat ini, dirinya harus berhadapan dengan seorang manusia, tapi bukan!Nai memang menyukai cerita dongeng. Tentang peri, tentang kurcaci atau kekuatan penyihir. Tapi bukan berarti Naina percaya jika kebaradaan mereka itu benar-benar ada. Yeah paling tidak, sebelum ia bertemu dengan makhluk ini!
"Aku Jollie..." Ujar perempuan itu. Seperti tahu apa yang ada dalam kepala Naina saat ini. Suaranya sangat merdu, lembut dan sedikit membuat bulu kuduk merinding.
Naina tak bergeming. Rasanya ia seperti orang bodoh jika harus meladeni ucapan makhluk itu.
Beberapa saat hening, kecuali semilir angin siang itu, berembus perlahan."Apa maumu sebenarnya? Aku tak ingin berurusan dengan makhluk astral! Aku mohon pergilah..." akhirnya, beberapa kalimat meluncur dari bibir Naina, meski suaranya terdengar serak.
Tok tok tok
Dalam suasana hening, terdengar pintu diketuk dari luar, memecah ketegangan. Seketika gadis yang mengaku bernama Jollie itu berubah menjadi cahaya biru kembali, lalu terbang melayang dan kembali masuk ke dalam pensil.
Naina masih saja tetap terkesima melihat pemandangan tersebut. Rasanya tak percaya, tapi ini benar-benar nyata."Naina!" Itu suara Diva, yang barusan mengetuk pintu.
"Y... ya Diva," Jawab Naina, sambil terus menatap pensil yang teronggok ditempat sampah.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Diva lagi. Naina beranjak cepat untuk membuka pintu.
Dibalik pintu, Diva berdiri sambil menatap wajah Naina. Naina mengangkat kedua bahu, mewakili pertanyaan."Ada apa denganmu?" tanya Diva menyelidik. Kedua matanya mengedar ke seisi ruang kamar Naina, entah apa yang sedang ia cari.
"A aku baik-baik saja Diva," jawab Nai sembari tersenyum. Jelas sekali senyumnya seperti dibuat-buat.
"Hmmm... Aku seperti mendengar kau bicara dengan seseorang, tadi." Diva menjulurkan kepalanya lebih jauh ke dalam kamar. Naina menggeleng keras sembari melebarkan daun pintu.
"A aku... Tak ada diapa-siapa Diva, lihat saja. Tadi aku hanya sedang berlatih drama untuk acara pensi, Diva. Iya, drama untuk acara Pensi beberapa bulan lagi," jawab Nai.
Diva mengangguk-angguk lalu mengernyit, entah apa yang dipikirkannya lagi saat ini. Kemudian tak lama kemudian ia berlalu sambil mengangkat kedua bahunya.
Naina menghirup napas lega. Setidaknya, Diva berhenti menanyainya. Tak peduli Diva masih bingung, penasaran, atau berpikir apa. Terserah, Nai tidak peduli!
Tapi sebenarnya bukan dalam arti lega yang sesungguhnya, karena ada yang jauh lebih penting dari persoalan Diva. Nai merasa, jika ini justru adalah awal petualangan!*
Naina menguap, ia merasakan kantuk yang luar biasa. Ketika tiba-tiba terdengar suara gemerisik di atas meja belajarnya.
Nai menutup wajahnya dengan bantal.Meski ia sudah mulai terbiasa dengan keberadaan Jollie, perempuan pensil yang misterius itu, namun tetap saja dadanya bergemuruh ketika Jollie menampakkan wujud dihadapannya.
"Naina..." Jollie berbisik.
Itu yang dibenci oleh Naina. Berbisik tepat digendang telinganya adalah hal yang paling horror dan membuatnya ketakutan. Nai memejamkan kedua matanya. Ia ingin berpura-pura tak mendengar dan melihat keberadaan Jollie.
Tubuhnya tiba-tiba bergoyang. Seperti seseorang yang tengah menggoyahkannya, namun tanpa menyentuhnya.
Naina membuka mata, kemudian menurunkan bantal hingga ke dada.Jollie sudah berdiri disampingnya, dengan gaun berwarna biru laut. Biru yang seharusnya warna yang paling menenangkan, tapi apa arti sebuah ketenangan jika yang mengenakannya adalah sesosok hantu!
Naina menarik napas panjang dan menahannys, sebelum akhirnya ia embuskan dengan kasar.Entah sejak kapan, Naina sudah memutuskan untuk mendeklarasikan penemuannya, bahwa seorang Jollie adalah hantu!
Tidak ada 'kan, manusia yang dapat merubah dirinya menjadi sekepul asap, yang menempati sebuah pensil tua sebagai huniannya.
Ini konyol memang!
Tak ada hantu dalam kamus hidup Naina. Dan namun pada kenyataannya, kini ia harus berurusan dengan makhluk astral tersebut.
Sumpah, ini sama sekali tidak menyenangkan. Ini kenyataan, bukan sinetron Jin dan Jun atau Jinny oh Jinny.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Kutukan
HorrorAku hanya butuh waktu Lima menit untuk menangis, serta menumpahkan segala kekesalanku. Setelah itu, semua akan kembali baik - baik saja ....