Februari 2018
Pagi cerah, Naina sedang berjalan menaiki anak tangga Sekolah. Sesekali ia mengernyit, entah sedang mengingat apa.
Rambutnya yang basah dibiarkan tergerai, Naina memang tidak suka menggunakan hair dryer setelah keramas. Ia lebih senang membiarkan rambutnya kering alami oleh terpaan matahari.Nai masuk ke dalam kelas yang masih nampak lengang, hanya terlihat beberapa orang saja yang sibuk menyalin PR. Mereka adalah orang-orang yang biasa... Biasa menyalin PR dibuku milik Nuniek.
Sulit dimengerti, entah apa yang mereka lakukan di jam pulang sekolah, atau malam hari. Sehingga mereka rasanya selalu tak sempat mengerjakan tugas Sekolah.
Tak sempat, atau memang malas?
Aku rasa, keduanya beda tipis."Hey..." Sebuah suara berhasil membuat Nai mengangkat kepalanya. Seorang gadis berambut panjang, dikepang dua dengan kaca mata minus menangkring dikedua matanya tengah berdiri dan tersenyum kepada Naina. Nai mengernyit, menatap gadis itu dari ujung kepala hingga kaki.
"Siswi baru?" Tanya Nai. Datar, seperti biasa. Gadis itu mengangguk. Kemudian mengulurkan tangan.
"Aku baru pindah dari Balikpapan. Perkenalkan, namaku Mika," jelasnya. Naina mengangguk, lalu membalas uluran tangannya.
"Naina..." Jawabnya singkat.
"Kamu duduk sendiri?" Tanya Mika. Naina mengangguk.
"Boleh duduk disini?" Mika mengarahkan matanya pada bangku kosong disamping Nai. Naina diam, kemudian mengangguk.
Ia sebetulnya tak suka ada orang lain duduk disebelahnya. Ia lebih merasa aman dan nyaman dengan kesendiriannya. Dengan Imajinasinya, khayalannya, serta lamunan-lamunannya.
Dan kehadiran gadis itu nampaknya hanya akan memecahkan segala keheningan miliknya.
Namun Naina bisa apa? Toh kelas itu 'kan milik semua murid."Jiaahhhh si telmi ada pasangannya!" Teriak Jemi, begitu ia melangkah masuk kelas dan mendapati Nai tengah berbicara dengan Mika.
Sebenarnya mereka tak mengobrol, hanya Mika seorang yang bicara, dan Nai hanya diam sesekali mengangguk dan tersenyum menanggapi ocehan Mika.
Mika bercerita banyak hal. Tentang Kelinci peliharaannya yang mati tanpa sebab, tentang Mama nya yang sukses usaha Online, tentang tetangganya yang mengidap skizofernia, tentang neneknya, om nya, saudara teman saudaranya, tentang teman-temannya yang tersedu sedan begitu tahu jika Mika akan pindah ke Ibukota.'Aku bahkan tak yakin ada orang yang mau berteman denganmu .....'
Rutuk Naina dalam hati.Ia terkekeh sendiri, membuat Mika semakin bersemangat menceritakan tentang...
Entahlah, Naina bahkan sama sekali tak menyimak apa yang dibicarakan Mika."Dia satu kelas dengan kita?" gumam Mika. Nai mengangkat bahu, lalu menggedikkan kepala ke arah Jemi. Mika mengangguk paham.
"Iya, kenapa? Naksir sama dia?" tanya Nania.
Mika merengut, lalu kemudian mendekatkan lagi wajahnya ke telinga Nai.
"Menyebalkan ya?" bisiknya. Naina tak menjawab, hanya lagi-lagi mengangkat kedua bahu.
"Kamu sedang ada masalah?" ulang Mika.
Naina menghela napas panjang dan menahannya sejenak. Ingin rasanya ia menggebrak meja dan berteriak 'Shut up!' di telinga Mika.
Naina menggeleng, tentu saja! Siapa Mika? Apa urusannya dia menanyai banyak hal. Baru juga kenal beberapa menit yang lalu, rasanya aneh sekali andai Naina bercerita banyak padanya.Mika mengangguk, lalu membuka kacamatanya dan membersihkannya dengan ujung seragam putihnya.
"Apa liat-liat?!" Mika hampir saja melompat dari bangku tempat duduknya.
"Siapa?" tanyanya. Keisha menggebrak meja, lalu menatap sekilas pada Naina.
Nai membuang muka, kejadian tempo hari masih jelas terekam dalam ingatannya.
Dan Naina tidak akan pernah melupakannya!Mika mengernyit saat Keisha meninggalkan tempat duduk keduanya. Kemudian berpaling pada Naina. Nai membalas tatapan Mika,
"Aku tidak mau menjelaskan apapun soal dia. Andai kau ingin tahu banyak tentang dia, pindah kesana gih duduknya," jelas Naina dengan tegas, sebelum Mika mengeluarkan suara.
"Yaahh..." desis Mika dengan wajah penuh penyesalan. Beberapa saat kemudian hening, Naina menyibukkan diri dengan buku tugasnya, sementara Mika tengah mengobrol dengan teman lainnya yang bangkunya bersebelahan dengan dirinya.
Dan beberapa menit kemudian Naina bernapas lega, karena bel tanda masuk berbunyi. Dan itu artinya ia akan terbebas dari berbagai ocehan Mika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Kutukan
HorrorAku hanya butuh waktu Lima menit untuk menangis, serta menumpahkan segala kekesalanku. Setelah itu, semua akan kembali baik - baik saja ....