"Ayah, Aku ingin ke kamar kecil..." Gumam Marrianne Jollie. Ditengah suara alunan musik dari Gamelan yang ditabuh oleh para gadis Desa Kalitujuh.
"Pergilah, dan lekas kembali," jawab Raja Haringga seraya tersenyum.
Jollie mengangguk."Kau mau kemana, Marrianne?" Bisik Ibundanya.
"Aku ingin buang air kecil, Ibu..." Jawab Jollie, seraya berdiri dan melangkah perlahan meninggalkan singgasana kerajaan.
"Loui, volg helg, Laat hem niet ontnsnappen ..." bisik Permaisuri Anabelle.
Loui kecil mengangguk sembari mengerling. Kemudian melangkah meninggalkan Singgasana untuk mengikuti Jollie, dengan anggun dan menawan.
*
"Sudah kuduga!" Seru Loui.
Jollie terkesiap, ketika melihat Loui sudah berdiri dibelakangnya, sambil menyilang dada dan menatap wajah Jollie dengan tajam dan penuh kekesalan.
"Aku mohon Loui, biarkan aku pergi..." Ucap Jollie dengan mata nanar dan wajah mengharap belas kasihan.
Loui tertawa, mereka semua tak pernah tahu betapa tak manisnya Loui itu! Lihat saja, saat itu tawanya begitu nyaring. Tak ada wajah Loui yang manis dan menggemaskan, yang membuat mereka terkesan ingin memeluk gadis manis yang mereka anggap sempurna itu.
"Pergi, katamu? Kau yakin? Ingat, apa yang akan terjadi jika Ibu tahu soal ini?" Tanyanya sembari memainkan kuku-kuku jemarinya.
"Untuk itulah aku memohon padamu, Loui... Bukankah seharusnya kau yang melanjutkan kepemimpinan Desa, Loui? Kau kan anak tertua, bujan aku," jawab Jollie mencari pembelaan terhadap dirinya sendiri.
"Apa kau lupa, jika aku sedang sakit? Uhuk..." ucap Loui seraya terbatuk.
Jollie benci pada kakak perempuan satu-satunya itu. Ia begitu piawai memainkan peran, hanya untuk terbebas dari segala tugas yang seharusnya dia emban.
Namun sayang, mereka, seluruh warga bahkan kedua orang tua mereka begitu mudah dikelabui oleh Loui."Aku tak peduli! Minggir!" Seru Jollie sembari mendorong Loui hingga tersungkur.
Loui menjerit, suaranya sangat kencang, namun tentu takkan terdengar hingga ke area penobatan, sebab suara gamelan masih terdengar dari kejauhan.
*
"Ayaaah! Ibuuuu!" Teriak Loui. Ia berlari, dengan kaki yang terpincang. Semua pengawal menatap Loui, kemudian dengan cekatan menghampiri Loui yang malang...
"Apa yang terjadi, Anakku?!" Seru Raja Hinggara. Ia berdiri dan menuruni Singgasananya dengan wajah cemas, untuk menghampiri Loui. Satu detik kemudian diikuti oleh Permaisuri Anabelle, yang terlihat jauh lebih cemas dan marah. Nampaknya Anabelle sudah mrnduga apa yang terjadi.
"Jollie... Jollie melarikan diri... Huhuhu," suara Loui terbata. Disela isak tangisnya yang seakan begitu sedih.
"Apa, katamu?!" Teriak Raja Hinggara.
"Bukan hanya itu, Kau lihat, Ayah! Jollie mendorongku hingga aku terjatuh... Huhuhu... Sakit sekali," Lanjut Loui sembari memperlihatkan lututnya yang luka. Luka yang sesungguhnya tak seberapa.
"Pengawal! Hentikan pertunjukkan! Dan kejar serta temukan Marrianne Jollie!" Suara Raja Hinggara menggelegar. Ia tak menghiraukan ucapan terakhir Loui soal Jollie mendorongnya.
Sepuluhan orang pengawal mengangguk tanpa menunggu perintah lain. Kemudian mereka berpencar ke segala arah untuk mengejar Marianne Jollie.
"Je bent echt waanzinnig, Marianne Jollie!" Gumam Permaisuri Anabelle dengan geram.
Sementara itu Loui sudah ditangani para pelayan, untuk mengobati luka memar dilututnya. Sesekali gadis itu memekik, mencari perhatian orang-orang. Namun tak ada yang peduli, yang mereka ributkan saat ini hanya soal kehilangan Jollie.
*
Keadaan pendopo menjadi sangat ricuh. Raja Hinggara dan Permaisuri Anabelle bertengkar hebat. Sementara itu, Loui tersenyum menatap kericuhan itu dari balik tirai di kamarnya.
Marianne Loui menatap wajahnya dicermin besar dalam kamarnya. Bibirnya menyeringai, sekali waktu diam membisu, kemudian mengerang, lalu berkali-kali menyebut nama Marianne Jollie.
*
Di lain tempat, para pengawal sedang menggeledah seisi rumah Narayan, sesuai perintah Permaisuri Anabelle. Kedua orang tua Narayan sedari tadi berada di pendopo untuk mengikuti acara penobatan Marianne Jollie, mana mungkin ia tahu dimana keberadaan Jollie.
"Sudah kubilang, tidak ada Nona Marianne Jollie disini! Sedari tadi, Aku dan Istriku berada di pendopo! Bagaimana mungkin dalam waktu yang bersamaan, Aku menyembunyikan Nona Jollie!" Teriak Ayah Narayan geram. Terutama ketika tanpa adab kesantunan, para pengawal tersebut memporak porandakan barang-barang di dalam rumah mereka.
"Lalu, dimana Narayan?!" Seru salah satu pengawal.
"Narayan sedang menginap dirumah kerabat, di Desa sebrang sana! Dia pergi sejak kemarin pagi. Kau bisa mencarinya kesana jika memang tak percaya dengan ucapanku, bedebah!" Ayah Narayan sudah benar-benar kehilangan kendali.
Sementara itu, Istrinya menangis dan mencoba menenangkan suaminya itu.
Para pengawal pergi, meninggalkan keadaan rumah Narayan yang berserakkan.Tak lama para tetangga yang sedari tadi hanya mengintip dari balik anyaman bambu masing-masing, berhamburan menghampiri orangtua Narayan. Guna menanyakan kebenaran yang sesungguhnya tentang apa hubungan Narayan dengan kepergian Puteri Marianne Jollie tersebut.
Tentu saja, mereka tak mendapat jawaban apa-apa dari orangtua Narayan, sebab keduanya memang tak tahu apa yang sesungguhnya tengah terjadi...
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Kutukan
HorrorAku hanya butuh waktu Lima menit untuk menangis, serta menumpahkan segala kekesalanku. Setelah itu, semua akan kembali baik - baik saja ....