Naina baru saja memasukkan seluruh buku pelajarannya kedalam tas.
Plukkk
Pensil Jollie terjatuh, tepat di ujung sepatu Mika. Mika mengernyit, kemudian menunduk dan hendak mengambilnya. Ketika dengan cepat, tangan Naina berhasil meraih pensil tersebut, Mika mengernyit, kemudian menatap Naina yang seketika berdiri dan melangkah keluar kelas tanpa sepatah katapun.
"Naina, tunggu!" Teriakan Mika membuat Naina melambatkan langkah kakinya, tanpa menoleh.
"Nai, pensil itu..." Suara Mika, si cupu yang banyak bicara itu terhenti. Ia mengatur napas sebelum melanjutkan ucapannya.
"Pensil itu... Ada yang aneh dengan pensil itu," lanjutnya, seraya menatap dalam-dalam kedua bola mata Naina.
Naina mengernyit, kemudian tertawa."Yang aneh itu kau, Mika. Bukan pensilnya!" Sahut Naina sembari menggeleng-gelengkan kepala, lalu meninggalkan Mika yang masih berdiri mematung menatap punggung Naina yang menghilang dibalik tembok.
'Tapi kamu dalam masalah besar, Naina...'
*
Tok Tok Tok
Pintu kamar Naina diketuk dari luar.
Naina meregangkan kedua tangannya. Ia baru saja menyelesaikan PR Matematikanya.
Nai mengenakan sendal, kemudian melangkah untuk membukakan pintu.Cklek
'Lho, kok susah ...' Bathinnya.
Nai memutar kembali anak kunci. Dan membukanya sekali lagi.'Lho .... Kok masih susah ....'
"Siapa diluar?!" Teriak Naina.
"Aku, Giska!" Jawab Giska dari balik pintu.
"Pintu kamarku nggak bisa dibuka, Gis!" Sahut Naina.
"Ya sudah, orangnya juga sudah pergi!" Balas Giska.
'Orangnya ... Siapa ...'
KREKKKK
'Lho, kok bisa?!'
Giska masih berdiri didepan pintu kamar Naina.
"Kok itu bisa?" Tanya Giska. Sumpah, dengan ekspresi wajah yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata!
Naina mengangkat bahu.
"Tadi nggak bisa..." Gumamnya. Giska terkekeh."Bilang aja kalo kamu malu, buat nerima tamu cowok disini!" Ledek Giska sambil mencubit pinggang Naina pelan. Naina mengerutkan kening, menjadi semakin tidak mengerti ucapan Giska.
"Cowok? Apa sih?" Tanya Naina ketus.
"Serius! Tadi itu ada tamu cowok dan nanyain kamu. Mungkin udah kemaleman, dan lagi kayaknya dia buru-buru deh. Jadi, dia cuma nitipin ini," Jawab Giska sambil menyerahkan sebuah amplop berwarna hitam.
Naina mengambil amplop tersebut dari tangan Giska. Lalu mengamatinya dan sambil memikirkan siapa gerangan pria yang dimaksud oleh Giska.*
KEMBALIKAN BARANG ITU!
Hanya itu, isi dari surat di dalam amplop hitam yang dikirimkan oleh pria misterius.
Naina memutar otak, pintu yang tak bisa dibuka, surat, pria misterius...'Aku tak suka bermain teka teki ...' Bathinnya.
"Ada apa?" Suara Jollie. Naina melompat dari tempat tidurnya, tubuhnya jatuh terjembab di atas lantai. Entah sejak kapan Jollie berada disampingnya.
"Hantu brengsek!" Umpatnya. Jollie terkekeh kemudian mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.
Naina meraih tangan Jollie meski dadanya berdebar-debar. Untuk pertamakalinya ia menyentuh...BRUKKK
Tubuh Naina tersungkur kali ini.
"Upppsss... Ternyata kau memang bodoh, Naina! Sejak kapan kita bisa bersentuhan, coba!" Gumam Jollie seraya cekikikan.
Wajah Naina merah padam. Ingin rasanya ia menampar gadis itu, namun pasti itu akan membuatnya semakin bodoh, sebab nanti, ia hanya akan menampar angin!
Huhhhhh
"Brengsek! Brengsek brengseeek!" teriak Naina.
Dug Dug Dug
"Wooi Naii berisiiiiik!" Teriak Linggar dari luar sana. Jollie terkekeh lagi mendengar teriakan Linggar.
Sementara Naina diam menatap Jollie dengan geram."Iya, sori!" jawab Naina dari balik pintu.
*
Pagi Di Sekolah
"Nai, ada yang ingin kukatakan," Mika menatap wajah Naina yang baru saja sampai di depan kelas.
"Soal apa?" Tanyanya. Ia membalas tatapan Mika. Tiba-tiba dirinya merasa...
"Pensil itu," jawab Mika. Wajahnya serius sekali.
Naina mengibaskan tangan. Kemudian masuk ke dalam kelas tanpa menjawab apapun.
Ia melemparkan tasnya di atas meja. Kemudian dirinya duduk menatap papan tulis."Aku serius!" Mika berdiri disampingnya. Naina menghirup napas panjang.
"Nggak ada yang harus dibicarakan soal pensil itu, Mika! Memangnya ada apa dengan pensil itu? Nggak ada yang aneh kok." Jawab Naina dengan sedikit membentak Mika. Nai berusaha meyakinkan Mika, tapi gadis itu memang tidak tahu diri!
Mika tersenyum sinis, senyum aneh dari seorang culun."Kau menyembunyikan sesuatu..." Gumam Mika. Naina mengangkat bahu. Ia tak mau peduli dengan ucapan gadis itu! Lagi pula, apa urusannya?
Mika memilih untuk menyerah kali ini. Ia diam, lalu menyeret bangku dan duduk tak bergeming.
Naina melirik sekilas padanya, ada rasa tak enak hati juga sebetulnya, mungkin saja Mika tersinggung dengan sikapnya tadi.Nai hendak membuka mulut untuk meminta maaf, tapi ia urungkan kembali. Rasanya tak perlu sedramatis itu bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Pensil Kutukan
HorrorAku hanya butuh waktu Lima menit untuk menangis, serta menumpahkan segala kekesalanku. Setelah itu, semua akan kembali baik - baik saja ....