Part 2

30 8 7
                                    

" Anna, cepat bangun!"

Seperti suara yang familiar, tapi aku harus memastikannya. Kubuka kelopak mataku, paksa, mencoba melihat dalam keadaan remang-remang.

Dia ibuku dan ayahku di belakangnya. Terasa ganjil, mengingat beberapa detik yang lalu aku berada dalam ambang hidup dan mati. Kutolehkan wajahku ke sekitar, mencari keganjilan lain di dalam rumahku. Namun nihil, semuanya tampak sama.

Kusibakkan selimut hangat berwarna biru laut itu. Jam menunjukkan pukul setengah 7 pagi dan apa?

" Sekolah sudah dibuka, kau mau bergelung seharian di situ?" Ibuku mulai mengomel ria, mungkinkah musim panas telah berlalu?

Jendela sudah terbuka lebar dan cuaca sudah begitu terik di pagi begini. Aku terheran-heran, bukannya masih saatnya liburan?

" Ibu, ini masih musim panas, liburan pula," sanggahku.

" Ayah menunggumu, cepatlah bersiap, Anna!" ucap ayahku yang sudah menuruni tangga.

Aku mendengus kesal. Kuhentakkan kakiku ke lantai, berjalan penuh emosi, sangat tidak menyukai liburan yang cepat usai. Ibuku menggeleng pelan, kemudian meninggalkan kamarku sembari menutup pintu.

" Sangat menggelikan! Liburan yang menyedihkan," uringku dalam hati.

Lima belas menit telah berlalu dan kini aku sudah mengayuh sepeda melintasi jalan raya. Tidak begitu jauh tapi ya, membuatku terus mengomel sepanjang perjalanan. Apalagi kabar ayahku yang tiba-tiba harus rapat, sampai meninggalkanku.

" Ah, bisakah aku kembali ke kehidupan normal? Oh, astaga, memangnya aku ini di mana sih? Liburan musim panas seharusnya belum berakhir," omelku panjang.

Mulutku masih komat-kamit. Bukan untuk mengucapkan mantra agar sekolah diliburkan, tetapi merutuki segala keganjilan ini.

Jalanan Kota Yamanaka terserang hujan mengerikan, hingga terdapat beberapa lubang yang membuatku hampir terjungkal dari sepeda. Hm... jangan percaya. Itu hanya asumsiku.

Pengguna jalan begitu menyebalkan, berbagai hambatan terus menghadangku. Ya, apalagi kalau bukan kemacetan mendadak.

Aku terus menggerutu hingga tibalah aku di jalanan lengang memasuki kawasan sekolah. Kukayuh sepedaku lebih cepat lagi, tak sabar untuk mengistirahatkan kakiku.

Cittttt.....

" Hah.. apa kau tak bisa menyebrang?!?"

Aku terpaksa berhenti mendadak dan aku benar-benar terjungkal sekarang. Mengerikan. Aspal jalan masih basah terkena hujan, walaupun aku tak ingat semalam ada hujan yang turun.

Kudatangi remaja seumuranku, laki-laki yang menyebrang tanpa aturan, yang membuatku terjungkal tadi dengan berkacak pinggang.

" Hay, kau! Tidak bisakah kau berhati-hati sedikit? Memang ini jalanmu?"

Laki-laki itu masih tak mau menjawab, memandang pun tidak.

" Kau punya mulut tidak?!?" Jujur saja, aku sedang emosional hari ini.

" Hehh... hahahaha.. bodoh sekali," ucapnya sembari tertawa dan melihatku.

Aku tertegun dan takut tentunya. Matanya biru berkilatan, rambutnya acak-acakan, noda darah terlihat di pipinya. Kalau kau tak bisa membayangkan apa yang kukatakan, bayangkan saja dialah tokoh anime yang baru saja berperang. Tapi dialah tokoh antagonis.

Kulihat tangannya seperti mengeluarkan kilatan listrik berwarna biru memancar. Dia mendekat, mengangkat tangannya dan mengarahkan padaku. Ini tidak benar, aku pasti akan terserang.

ReplicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang