Lima bulan pacaran, dan selama itu juga Taehyung belum pernah pulang ke rumah.
Bunda ngga ada, dan alasan Taehyung buat pulang itu total hilang.
Sebetulnya Taehyung anti sama kosan sempit; kamar tidur, dapur, bahkan kamar mandi ada di satu lingkup yang sama. Itu jorok, menurut Taehyung.
Ngga cuma satu kali Taehyung ajak Jungkook cari kos yang lebih besar, maksudnya yang lebih ke kriteria hunian menurut Taehyung, tapi hasilnya selalu begini;
"Lo numpang disini, kalo lo lupa. Jadi ngga ada hak atur gue harus punya kamar kos kaya gimana."
Pagi itu, Taehyung hela napas. Uangnya banyak, buat bayar kos aja ngga akan habis, tapi pacarnya batu luar biasa.
"Gue bayarin kok, lo ngga usah repot-"
Jungkook di dapur balik badan, tatap tajam Taehyung yang duduk di kasur. "Gue lagi pegang pisau, kalo lo mau tau."
Galak, selalu. Tapi di mata Taehyung itu justru lucu, walau di beberapa momen bakal kelihatan seram-contohnya kaya sekarang ini.
"Santai, sayang. Garing banget becanda pake pisau,"
"Ngga usah cari bahan buat berantem, Taehyung. Gue mau hubungan gue lurus sama lo, ya walaupun bunda gue bakal jadi polisi tidur." katanya sambil kupas bawang.
Taehyung diam. Total, pikirannya mengawang.
Bunda, ya?
"Taehyung,"
Noleh, dan dapati Jungkook yang tatap dia pakai raut ngga enak.
Ketawa, dan beralih bangun buat dekati si pacar. Peluk dari belakang dan bahu Jungkook jadi tumpuan, "Gapapa, kok."
Jungkook diam, kegiatan potong bawangnya balik dilanjut, dan dengan posisi Taehyung yang nyaman peluk dia dari belakang.
"Gue rumah lo, Taehyung. Lo yang bilang. Tapi kenapa lo jarang cerita?" katanya, dan pelukan makin erat buat anomali Jungkook sedikit ngga teratur.
"Kalo pacar galak di mode manis jadi begini, ngga sia sia lho gue pacarin manusia kaya lo,"
Sikutan manja di rusuk, dan Taehyung gaduh pelan. Bukan menjauh, justru kepalanya makin nelusup ke ceruk leher Jungkook.
"Tapi serius, Taehyung. Lo terlalu banyak akting,"
"Apa?"
"Gue tau lo ngga sebahagia itu," Jungkook pelanin kalimat ini, lirih sebetulnya. Taehyung-nya terlalu menutup diri, alasannya selalu sama;
"Gue ngga mau lo ikut pusing, serius, hidup gue ngga selurus-"
"Hidup gue juga ngga betul, terus bedanya apa?"
Taehyung diam, Jungkook juga. Pisau dipegang tapi bawang ngga dipotong.
Taehyung ngga suka mengalah, sejak kecil begitu, tapi setelah ada Jungkook sifat buruknya sedikit hilang.
Hela napas dan elus perut rata Jungkook dari luar kaus hitamnya dan kecup leher si pacar pelan. "Oke,"
Sepuluh menit berlalu dan diam masih jadi atmosfir. Jungkook inisiatif tepuk tangan Taehyung di perutnya, "Gue mau masak, lo belum makan, cepet lepas."
"Ngga mau,"
"Jangan manja."
"Ngga mauuuu,"
Ketawa kecil, dan balik potong bawang. Ya, sedikit geli setiap hadapi sisi manja Taehyung, karena demi Tuhan-cowok sangar yang barbar bahkan bisa kaya anak umur lima tahun begini? Luar biasa betul Taehyung Pratama.
"Oh, Jungkook,"
"Hm?"
"Gue mau nongkrong sama anak anak,"
Gerakan potong bawang sedikit berubah jadi kasar. Suara pisau diadu dengan talenan buat Taehyung sedikit telan liurnya susah.
"Siapa,"
"Er.. J-"
Ketukan brutal di pintu dan sautan panggil nama Taehyung buat satu siung bawang putih jadi korban amarah Jungkook. Dipotong dengan kurang manusiawi dan niat buat masak total hilang.
Jimin, Jaewon, dan Jungkook itu bukan perpaduan yang bagus. Sialnya, Taehyung selalu lupa hal itu.
[ Rυѕaĸ ]
ayok mana yang nunggu, gue bayar pake triple up hehe ლ(́◉◞౪◟◉‵ლ)
KAMU SEDANG MEMBACA
rusak › tk.
Fanfictiontaehyung dan jungkook saling menemukan atap ketika rokok dan pematik paksa mereka untuk bersitatap. ©taelkom, 2018.