Gengsi

18K 3K 133
                                    

Hampir seminggu, dan Jungkook belum sempat tatap muka sama Taehyung.

Obrolan langsung terakhir mereka tepat dimana mereka bentrok karena masalah nikah, topik sensitif, Jungkook sadar betul.

Tapi, bro. Hidup jalan terus, dan hubungan yang ngga serius itu buat apa?

Jungkook berusaha cari kepastian, Taehyung yang terlalu emosi karena tertekan, dan Bundanya Jungkook yang terlalu ngga rela.

Pusing, dan sulutan api di batang rokok ketiga dalam kurun waktu satu jam jadi saksi selama itu juga Jungkook melamun.

Hisap, tahan asap di kerongkongan, hembus perlahan dari mulut. Begitu diulang sampai batang ketiga sisa setengah.

"Your fucking mouth better suck my dick than suck that stupid stuff, Jungkook."

Rokok ditarik kasar, diinjak ngga manusiawi dan dapat tatapan kibar bendera perang.

"Apa?"

"Rumah lo ngga deket sini, Jimin. Ngapain,"

Dengus geli dan satu tangan masuk ke saku training, "Gue mau beli kondom,"

"Hemat ongkos kalo beli kondom di Indomart depan komplek rumah lo, itu juga kalo otak lo masih berfungsi,"

Ambil satu batang lagi, dan tangan kiri sibuk cari pematik. Celingukan, bahkan umpat keras.

"Tunggu negara api nyerang, baru bisa ngerokok,"

Jungkook tatap Jimin yang sekarang pegang koreknya, "Jim,"

Dibalas dengan lemparan korek ke arah selokan dan tatapan serius.

"Gua perlu ngomong sama lu,"

Hela napas kasar Jungkook jadi persetujuan, dan dua kaleng cola jadi saksi omongan Jimin selama—dua puluh menit.

"Sejauh Taehyung—"

"Bosen banget, anjing. Lo udah bilang itu tiga kali,"

"Ck,"

Jimin tatap sinis, bohongan, dan ngga sama sekali Jungkook anggap seram. Muka model pemain OVJ mana bisa akting garang?

"Tapi, Jungkook," Jimin tatap Jungkook di sebelah, "—Taehyung serius sama lu. Berani mampus."

"Taehyung serius, gue paham."

"Lu ngga paham Bunda lu, iya gua tau."

Endik bahu dan ketawa miris, "Lo tau sendiri,"

"Kawin lari,"

"Gua masih punya otak."

"Pura pura hamil,"

"LO BALIK AJA BISA NGGA SIH,"

Dan tawa Jimin jadi penutup percakapan mereka malam itu.



"Jungkook oke aja, kan?"

"Ya, tapi konsumsi rokoknya ngga main main, bos. Hahaha,"

"Ck, bocah nakal. Yaudah, makasih, Jim."

"Yoai."

••






Jimin pergi sepuluh menit lalu, ada telepon penting katanya.

Jungkook masih disini, masih duduk di tempat yang sama dan satu batang rokok terakhir—satu bungkus lainnya dirampas Jimin, padahal ngga guna; Jungkook punya uang dan bisa beli rokok lagi.

Jungkook lirik layar ponsel, notifikasi yang ditunggu ngga juga mampir, layar ponselnya terus hitam, dan tawa miris keluar bareng asap putih dari mulut.

"Bangsat,"

Ngga sudi hubungi duluan, gengsi besar Jungkook buat matanya sendiri berair malam itu.








[ Rυѕaĸ ]

iya, halo, hujat aq sini,
aq rindu klean\(;´□`)/

rusak › tk.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang