Part 4

5.5K 279 56
                                    

"Kamu adalah alasan untuk aku percaya bahwa bidadari itu benar adanya."

Elvandino Aryasatya

Gea masih berpacaran dengan laptop miliknya, kepalanya seakan mau pecah. Sebentar lagi di sekolahnya akan diadakan pentas seni, dan dia sebagai ketua OSIS mau tak mau juga repot mengurusi ini itu.

Sekarang sudah sekitar jam 2 siang dan dia sama sekali belum beranjak dari ruang OSIS sejak tiga jam lalu. For your information, gadis cantik ini mendapat dispen sejak pukul sebelas tadi untuk mengurusi pentas seni yang akan diselenggarakan minggu depan itu.

Ia mengecek ponselnya ketika mendapat notif dari benda berwarna rose gold miliknya itu.

WhatsApp

Elvan : Ge, makan. Jgn lupa.

Gea : Iya udah makan kok :)
Elvan kok gak pelajaran? Malah pegang hp lagi.

Gea meneguk salivanya, ia meringis kecil. Sedari tadi ia sama sekali belum berpindah dari kursi yang saat ini ia tempati. Itu artinya ia belum makan siang.

Elvan : Gurunya lagi dinas, jadi jamkos.

Gea : Oh... Yaudah ya Elvannya Gea, Gea mau lanjut ngerjain tugas negara dulu. Babai. Jangan kangen hehe :))

Elvan : Iya.

Gea mengulas senyum diwajah babyfacenya. Nampaknya Elvan tau cara untuk menaikkan moodnya dalam sekejap. Gea membenarkan posisi kacamatanya, tatapan netranya kembali terfokus pada layar yang terpampang di depannya itu.

Jemari lentiknya menari nari dengan lincah pada keyboard benda elektronik itu. Baru saja mengetikkan kurang lebih dua alinea, ia mendengar suara dehaman dari arah belakangnya. Kini posisi duduk Gea membelakangi pintu masuk.

Gadis itu spontan menoleh ke arah belakangnya, memutar tubuhnya 180 derajat. Gadis itu menghela nafasnya lega, ia barusan membayangkan bahwa ada hantu di ruang OSIS ini.

Dan kini bukan hantu yang ada di depannya namun pangeran tanpa kuda putih tengah bersandar dengan tenang di kusen pintu. Elvan mendekati Gea, laki laki itu menarik kursi dan duduk disamping gadis berbola mata coklat terang itu.

"Elvan ngapain kesini?" Gea bertanya, gadis itu sedikit memiringkan kepalanya. Menandakan rasa ingin tau.

"Gak papa, pengen aja." Elvan malah menopang dagunya, memandangi gadis di sampingnya dengan seksama.

Dua detik kemudian Elvan menarik tas punggung Gea dan mengecek isinya. Elvan menggeleng pelan berbarengan dengan Gea yang menciut kecil. Yah, ketauan boong lagi kan. Batin gadis berambut gelombang itu.

Elvan mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas Gea, laki laki itu dengan sigap membuka dan menyuapkan isinya ke mulut gadis cantik itu. Dan Gea hanya menerima suapan dari Elvan tanpa melancarkan protes sama sekali. Gadis ini suka sekali mengabaikan fisiknya, ia terlalu memforsir dirinya.

Elvan sudah tau gadis ini pasti belum makan siang, ia pasti sudah disibukkan dengan berbagai kegiatannya. Maka dari itu ia kesini menghampiri gadis bermata coklat terang ini dan memaksanya makan. Kalau tidak pastilah Gea tak akan sempat makan siang.

Elvan masih saja menyuapi Gea, sementara Gea mulai kembali berkutat dengan laptopnya. Kurang lebih perlu lima belas menit untuk Gea menghabiskan bekalnya. Elvan menyodorkan air mineral kepada Gea. Gea yang memang sudah dari tadi hauspun langsung mengambil alih botol tersebut dari tangan Elvan. Ia meneguk air mineralnya hingga tersisa tiga perempatnya saja.

Gealvan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang