Part 5

4.7K 230 86
                                    

"Kau tau sayangku? Aku tak merasa cemburu, aku hanya merasa tak suka ada orang lain berdekatan denganmu. Itu saja."

Elvandino Aryasatya

Elvan mendengus keras, namun nampaknya dengusannya tak mengganggu pembicaraan kedua orang disampingnya ini. Kedua orang itu tak tau kah? Kini ia merasa gerah meski ruangan ini ber ac. Nampaknya tak butuh CFC untuk membuat dunia semakin panas, cukup melihat Gea bersama Hasan sudah bisa membuat laki laki jangkung itu kepanasan. Bahkan meski ia berada di kutub sekalipun.

Ingin rasanya Elvan mengenyahkan makhluk bernama Hasan dari dunia ini. Elvan sudah memasang wajah masamnya sejak dua puluh menit lalu, namun gadis pujaannya itu masih saja tidak peka dan masih mengobrol dengan Hasan tentang novel novel bestseller atau apalah itu ia tak mengerti.

Ketiga orang itu masih berjalan beriringan dengan Gea menjadi pemisah antara dua lelaki ini. Dan masih saja Elvan diabaikan karena bidadari cantiknya masih mengobrol dengan orang yang ia anggap hama, berdiskusi tentang novel yang baru saja terbit. Apa tadi namanya? Entahlah.

Kini bahkan Gea sudah menenteng sekitar enam buah novel dan masih saja menjelajahi rak rak buku bersama Hasan. Ia sungguh merasa tidak dibutuhkan.

Hingga akhirnya laki laki yang memiliki posisi vokalis pada band yang juga ia naungi itu berpamitan. Rasanya Elvan bisa melakukan tasyakuran untuk hal itu. Mugkin Gea tak mengetahui, lebih tepatnya tidak menyadari bahwa laki laki itu, Hasan. Menaruh rasa lebih kepada gadis cantik itu.

Dan sebagai sesama laki laki Elvan tau, dari cara vokalis itu menatap, caranya berbicara pada gadisnya. Ia tau. Hasan punya rasa lebih dari sebatas teman kepada Gea.

Dan hal itu yang membuatnya kesal ketika gadisnya ini berdekatan dengan Hasan. Ia tak suka. Jangankan pada Hasan, pada laki laki yang sama sekali tak menaruh hati pada Gea saja, Elvan sudah sensi. Apalagi pada Hasan yang sudah jelas menyukai Gea.

Dan gadis berambut gelombang ini malah tak sadar. Mungkin lebih tepatnya tak peka. Para perempuan suka mengeluh bahwa laki laki itu tidak peka, namun pada nyatanya kadang perempuan jauh lebih tidak peka dibanding laki laki.

Gea kini mengayun ayunkan jemari Elvan yang masih tertaut dengan indah pada jemarinya. Keduanya menuju kasir untuk segera membayar buku belanjaan Gea. Gadis itu nampaknya mau membuka toko buku sendiri dirumahnya, sebab tiap kali ia pergi ketoko buku. Minimal ia akan membawa pulang tiga buku fiksi dari berbagai macam genre.

Setelah selesai membayar setumpuk buku buku itu, keduanya bergegas ke restoran yang ada di mall itu. Keduanya segera duduk dan memesan makanan. Elvan masih saja menampakkan wajah dinginnya. Ia ingin Gea tau bahwa dirinya sedang kesal kali ini. Tapi nampaknya gadis itu tak tau. Dasar tidak peka.

Keduanya makan dengan tenang, mungkin sesekali Gea berceloteh dan hanya ditanggapi oleh Elvan dengan anggukan, gelengan, ataupun dehaman.

Sekitar jam setengah tujuh malam kedua remaja itu baru bergegas pulang. Keduanya membelah jalan raya dengan kecepatan sedang. Tak lama motor Elvan sudah sampai di depan rumah Gea.

Gea mengulurkan helm kepada Elvan lalu membenarkan rambutnya yang berantakan sesaat sebelum mengucapkan selamat malam. Hanya itu, bahkan Gea masih belum sadar bahwa ia membuat seorang Elvandino Aryasatya cemburu.

Elvan memacu motornya bersamaan dengan Gea yang bergegas masuk kedalam rumahnya. Bi Lastri sudah siap sedia menjemput Gea didepan pintu. Terkadang perhatian yang diberikan Bi Lastri membuatnya lupa bahwa ia punya orang tua.

Orang tua yang bahkan tak pernah sekedar membacakan dongeng sebagai penghantar tidurnya, menemaninya bermain ataupun belajar. Karena yang mereka pikirkan hanya uang dan uang. Mereka tak membayangkan bagaimana kehidupan putri sematawayangnya.

Gealvan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang