Part 12

2.7K 119 0
                                    

"Karena rasa butuh bukti. Karena itu aku menjagamu dengan lebih untuk memberi bukti bahwa rasaku juga lebih"

Elvandino Aryasatya

Gea sibuk menelepon sedari tadi. Entah itu menanyai dekorasi untuk pensi, panggung, pengisi acara, pembawa acara, yang pasti gadis itu sangat sibuk. Maklum saja pensi yang direncanakan oleh angkatannya hanya tinggal tiga hari lagi.

Persiapannya pun sudah mencapai sembilan puluh persen. Gadis itu tersenyum ketika memandang layar laptopnya, poster untuk acara pensi juga sudah siap dan tinggal mencetaknya saja. Entah kenapa ada rasa bangga tersendiri dalam hatinya.

Ternyata kegiatan tidak tidurnya selama beberapa hari belalangan ini tak sia sia begitu saja. Ia mengutak atik laptopnya, meneliti dengan seksama apa ada yang kurang dari poster yang terpampang dilayar benda elektronik miliknya.

Kegiatannya terhenti ketika ponsel pintarnya berdering, ia mengambil benda itu. Tanpa basa basi membuka kunci dan langsung masuk ke salah satu aplikasi chat miliknya.

Hasan : Gue sama yang lain udah dapet lagu buat pensi nanti, jadi tenang aja gausah nguber nguber gue lagi kaya paparazi.

Geaa : Dih siapa yang nguber elo? Gausah kepedean ya Hasan.

Hasan : Dih gatau diri apa gimana nih ibu negara yang satu ini?

Geaa : Bodo amat san bodo. Dah gue sibuk bye.

Gea meletakkan kembali bebda pipih berwarna rosegold miliknya itu diatas nakas, ia kembali menatap ke layar laptopnya yang masih menyala. Gadis cantik itu akhirnya mematikan benda elektronik berwarna putih susu lalu beranjak melempar tubuh mungilnya ke ranjang.

Gea memandang langit kamarnya, gadis itu berpikir sambil menerawang bagaimana event nya ini akan berjalan lancar. Asyik melamun tiba tiba ponselnya berdering menandakan ada panggilan masuk. Ia melirik sekejap lalu dengan malas beranajak mengambil benda itu.

Melihat tulisan yang terpamoang disana senyumnya terbit.

Incomming call from Vann...

Tanpa pikir panjang gadis cantik itu langsung menggesek tombol hijau dilayar ponselnya.

"Halo?" Gea membuka suara ketika panggilannya sudah tersambung.

"Hmm. Gea udah makan?" Suara khas itu menyapa telinga Gea.

"Abis ini makan kok." Ia tersenyum kecil.

Terdengar decakan kesal dari seberang sana, laki laki itu entah kenapa sangat tak suka jika Gea mengabaikan waktu makannya. Terlebih setelah beberapa minggu lalu ia dinyatakan memiliki penyakit maag. Ya, meski tak begitu parah tapikan ia juga harus menjaga pola makannya agar tak bertambah parah.

"Bi Lastri ada dirumah?"

"Ada, tapi udah tidur. Akunya kasian kayaknya si bibi lagi gaenak badan." Gea kini duduk bersila dipinggir ranjangnya.

"Kalo gitu bukain pintu rumah." Titahnya

"He?" Gea mengerjap sambil masih berfikir, untuk apa ia membuka pintu?

"Ck lama, aku didepan."

"Oh. eH?!" Gea langsung bangkit dari duduknya lalu berlari menuju pintu depan.

Ia cepat cepat membuka pintu ruamhnya, matanya terbelalak kaget ketika mendapati laki laki itu disana. Laki laki jangkung itu berdiri didepannya sambil tersenyum manis hingga matanya menyipit.

"Elvan ngapain malem malem kesini?!" Gadis berrambut gelombang itu sedikit menaikkan suaranya karena kaget akan kehadiran laki laki itu.

"Nih, aku bawain sate ayam. Makan gih biar maagnya gak kambuh." Elvan menyodorkan kantong plastik bening yang berisi sate ayam ke hadapan Gea.

Gealvan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang